Dialog Dini Hari

27 1 0
                                    

Tepat sebulan sudah, aku dan Radit mencoba untuk mengenal satu sama lain lebih dekat. Akupun juga masih memegang erat saran Dara, jangan terlalu memaksakan, begitu katanya. Namun, aku tidak memiliki nyali untuk memberitahu Dara bahwa aku dan Radit berbeda keyakinan. Topik itu terlalu sensitif untuk didengar Dara.

Radit merupakan anak tunggal dari keluarga kecil yang bahagia dan sederhana. Tanpa kakak ataupun adik, Radit tumbuh menjadi sesosok yang ceria dan bertanggung jawab. Iya, bertanggung jawab dalam membuat orang-orang terdekatnya tertawa. Kota Balikpapan menjadi kota pertama yang menyapa Radit pada 23 Oktober 2001, dan Radit sangat yakin bahwa Balikpapan adalah kampung halamannya. Meskipun kenyataannya, lelaki bertubuh kurus tersebut sama sekali tidak memiliki darah Balikpapan. Papa Radit berasal dari Surabaya, sedangkan sang Mama berasal dari Jakarta.

"Radit baik, kan, Man?" Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, tetapi aku dan Rani masih terjaga.

"Baik, kok. Dia peduli banget, Ran."

"Gue turut berbahagia, Man. Akhirnya setelah empat bulan terpuruk, lo bangkit."

"Tapi, ada satu hal yang buat gue enggak yakin."

"Lo enggak bisa menyembunyikan fakta, Man. Lo Katolik, dia Islam. Itu yang membuat lo enggak yakin, kan?"

"Maka dari itu, Ran. Gue seakan-akan selalu dihantui sama fakta itu. Dan benar kata lo, gue enggak bisa nyembunyiin fakta itu dari manapun."

"Jangan terlalu pakai hati, ya?"

"Iya, Ran."

Dan dengan itu, Rani memutuskan untuk menyelesaikan pembicaraan kami pada malam itu. Suasana di kamarku terasa semakin sendu, ditambah dengan alunan lagu I Love You yang dibawakan oleh Billie Eilish. Seakan aku sedang menjalani suatu perang melawan ketidakadilan yang semesta telah ciptakan, seakan aku sedang mencoba untuk bersembunyi dari kenyataan.

Radit

Man, udah tidur?

Manda

Belum.

Maaf, tadi ada telepon dari teman.

Radit

Enggak apa, Manda.

Udah subuh masih teleponan aja.

Manda

Mau cerita, katanya.

Masa enggak gue dengerin, sih?

Radit

Teman atau teman, Man?

Manda

Namanya Rani, Dit.

Mau kenalan?

Radit

Enggak.

Maunya kenalan sama kamu.

Manda

Kan, udah kenal?

Radit

Udah ngantuk, belum?

Manda

Belum, kenapa?

Radit

Gue telepon lo, ya?

Nada dering khas yang berasal dari aplikasi hijau dengan hiasan putih mulai terdengar dari telepon genggamku. Dengan ragu, aku mengambil benda kecil berwarna hitam tersebut hanya untuk menatap layar yang bercahaya terang. Semesta, kau benar-benar ingin menghancurkanku, ya?

"Halo?"

"Hai, Man."

"Iya, Dit."

"Kok, belum tidur?"

"Ada orang rese yang tiba-tiba telepon."

"Eh, maaf, Man. Lo tidur aja."

"Bercanda, Dit."

"Lalu? Kenapa belum tidur?"

"Enggak bisa tidur. Lagi mikirin banyak hal."

"Anak kecil enggak boleh banyak pikiran."

"Menyebalkan."

"Bercanda, Manda. Lagi mikirin apa, sih?"

"Orang aneh, namanya Radit."

"Duh, dipikirin sama Manda. Jadi malu."

"Dit, menurut lo, perbedaan itu apa?"

"Eh? Random banget."

"Cuma mau tahu, salah, ya?"

"Enggak, kok. Perbedaan emang kadang menyebalkan, Man. Contoh, beda perasaan misalnya. Tapi, ya, kadang perbedaan itu dapat membuat persatuan semakin erat. Lihat deh, Indonesia punya sejuta perbedaan, tetapi persatuan kita erat, kan?"

"Jadi, perbedaan itu adalah hal positif?"

"Tergantung, Man. Menurut gue, perbedaan itu bersifat paradoks. Dia punya sisi negatif dan positif."

"Oh, gitu."

"Enggak usah takut, Man. Perbedaan diantara kita enggak begitu banyak, kok."

"Kok, jadi kita?"

"Selamat tidur, Manda. Mimpi indah, ya? Terima kasih sudah mau menemani. Oh, iya, Tolong dengerin lagu Ikat Aku di Tulang Belikatmu, Man. Semoga lo suka lagunya. Besok, lo kasih pendapat lo tentang lagu itu ke gua, oke?

Radit, kamu terlalu baik untukku. Terima kasih sudah mau menerima perbedaan di antara aku dan kamu, terima kasih untuk tidak pernah lupa mengingatkan aku untuk tidur, terima kasih atas senyuman yang telah kau ukir di bibirku. Namun, aku dan kamu dipisahkan oleh suatu jarak yang tidak akan pernah bisa kita tempuh. Aku terlalu banyak berharap kepadamu, Dit. Berharap bahwa aku dan kamu akan menciptakan suatu kisah indah yang patut dikenang, tetapi kita malah menciptakan luka baru di hati kita masing-masing. Sekali lagi, maafkan aku, Radit.

Ikat Aku di Tulang BelikatmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang