7-Sampai mana?

963 171 14
                                    

Keadaan bagaimanapun Jeongin harus sekolah setelah masa skorsnya berakhir.

Kakinya sudah bisa dibuat berjalan meski sedikit lebih lambat dari biasanya.

"Dek," Minho mencengkram pundak Jeongin mantap. "Jangan pedulikan omongan orang lain. Lo fokus aja sekolah, dapat nilai yang baik dan banggain Mas Lo, oke?"

Jeongin mengangguk, meski dia tidak memasukkan satupun kata yang Minho ucapkan.

Langkah pertamanya di sekolah langsung dipenuhi dengan tatapan menusuk. Yah, tidak ia gubris karena tidak terlalu mengganggunya. Mereka hanya menatap kan?

Tapi beda lagi kalau memaki di depan hidung Jeongin.

Seperti sekarang, Cleopatra memanggil dirinya ke ruangannya. Di sana duduk seorang siswa perempuan yang tidak ia kenal bersandingan dengan yayasan.

"Apa yang sudah kamu lakukan ke dia?!" Kata yayasan sambil sedikit menaikkan nada bicara.

"Siapa dia?"

Anak itu menangis, tapi Jeongin tahu itu palsu.

"Kamu ini laki-laki model apa sih?! Berani berbuat berani bertanggung jawab, kamu tiduri dia lalu melupakannya. Kamu renggut harta berharganya, Nak."

"Maaf, ibu yayasan. Sepertinya ada kesalahpahaman. Ibu yayasan juga cuma mendengar dari satu sisi cerita-"

"Dia sudah menyerahkan bukti, kesaksiannya sudah cukup, kamu tidak perlu mengelak. Lelaki sepertimu tidak bisa dipercaya lagi pula," putus Cleopatra.

"Oh ya? Bukannya yang lebih menakutkan adalah wanita? Mereka lebih pandai menyimpan semuanya, atau lebih tepatnya membohongi semuanya. Mereka suka mengatakan dan bertingkah baik-baik saja, nyatanya mereka tidak baik-baik saja."

Jeongin tersenyum dengan reaksi yayasan.

"Yah tapi benar juga apa kata Ibu Kepala Sekolah tercinta, meski saya memberi kesaksian keputusan awal kalian tetap akan dilakukan. Langsung saja kalian katakan apa mau kalian terhadap saya."

"Mulai hari ini jangan menginjakkan kaki di sekolah ini."

Jeongin tidak terkejut, seperti dugaan ternyata.

"Baik, terimakasih sudah menerima saya selama ini. Dan silahkan pertahankan jejeran petaka di sekolah ini. Saya tunggu kehancurannya."

Jeongin menutup pintu lalu dengan langkah acuh kembali ke kelas untuk mengambil tas lalu pergi dari tempat free trial neraka ini.

.
.
.

Jeongin malas untuk berbuat sesuatu. Bahkan rebahan di atas kasur pun dia tidak ingin. Tapi selain itu apa yang harus ia lakukan. Semua pekerjaan rasanya malas dilakukan.

"Loh, Je, udah pulang?"

"Iya."

Minho tidak tahu rupanya bahwa dirinya dikeluarkan.

"Lesu banget sih, laper?"

"Nggak, udah makan dua piring Javanese salad with peanut sauce."

"Pecel, Je, pecel!"

"Sama aja kan, nggak usah protes deh."

"Eh udah dikabari Yeji belum? Ada sirkuit habis ini?"

"Sore-sore begini? Ah masa ngaco loh."

Minho tunjukkan roomchatnya ke Jeongin.

Yeji

| Ada sirkuit habis ini
| Ke sini ya!

"Kok dia nggak kasih kabar ke gue?"

"I don't know," Minho mengendikkan bahu. "Siap-siap, Je."

"Kok Lo seenak jidat mutusin."

(2/2) Pulsa : Kartu PerdanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang