18-Rawon

795 151 2
                                    

"Je."

Atensi Jeongin teralihkan ke cowok tinggi tegap berkulit pucat yang sedang memanggilnya dari arah belakang.

Jeongin langsung senyum sembari mematikan rokok ke asbak. "Bentar ya," pamit Jeongin ke teman sekelasnya.

"Nggak ada kelas sekarang?"

"Baru aja selesai. Kenapa?"

Cowok pucat itu, Younghoon, mengambil selembar lembar uang dari dompetnya lalu mengangsurkan ke yang lebih pendek.

"Kebanyakan, Kak. Gue nggak ada uang kembalian— rokok aja ngecer," lanjutnya dengan suara pelan.

"Ambil aja. Plis, jangan nolak, ya?"

"Waduh, gue berasa malakin anak orang dong," Jeongin terkekeh. "Utang Lo cuma 12 ribu, Lo bayarnya 100 ribu. Besok gue anter kembaliannya."

"Besok gue nggak ada kelas."

"Ya udah besoknya lagi, kalau tetep nggak ada besok-besoknya lagi. Atau gue ke kosan Lo, Kak?"

"What?" Younghoon terkesiap sejenak. Lalu berpikir. "Oh ya hampir lupa. Tadi tujuan gue ke sini selain bayar pulsa juga ngajakin Lo."

"Ke?"

"Nggak jauh, cuma ke warkop. Yah nongkrong-nongkrong biasa, bareng anak-anak."

"Anak-anak maksud Lo temen-temen Lo, Kak?" Jeongin memastikan. "Waduh, nggak deh. Gue adik tingakat sendiri, ntar ganggu."

"Apanya. Ganggu dari mana coba?"

"Ya gitu. Makasih deh udah ngajak, tapi gue nolak ya."

"Ada Sunwoo di sana, Chanmin juga. Lo nggak sendiri kok."

Jeongin nampak menimang.

"Ikutlah, Je. Hitung-hitung nambah kenalan. Sosial juga perlu loh."

"Kita..." Jeongin agak ragu. "Nggak ada miras kan?"

Younghoon nampak kaget, tidak menduga kalimat Jeongin sebelumnya.

"No, Darl. Just cigarette and coffee... Tapi jika Lo nggak suka kopi atau lagu bosen ada susu kok."

"Anjir." Jeongin tergelak.

"Oke, deal ya? Jam 7 malam, gue jemp—"

"Nggak, Kak!" Jeongin menambahkan. "Gue bisa berangkat sendiri kok."

"Serius?"

"Gue cowok, Kak. Gitu mah sepele."

✖️ Pulsa ; Kartu Perdana ✖️

"Hyun?"

"Di dapur!"

Jeongin langsung menuju dapur. Dia lihat Hyunjin sedang membuka makanan kucing dan menuangkannya ke wadahnya.

"Hai Soonie... Makan apa?"

Kucing itu mengacuhkannya.

"Itu Doongie, Je. Soonie sedang main sama Dori, tuh." Hyunjin menunjuk ke arah kamar mereka dengan dagunya.

"Oh. Kelihatan sama, serius." Jeongin berpikir sejenak. "Pantesan tadi gue ajak ngobrol diem aja."

Plis, Je. Kucing mana bisa balesin, 'Hai juga, aku lagi makan makanan kucing nih, cepet makan juga gih'. No, kucing cuma bisa mengeong.

"Buruan makan gih. Gue tadi beli rawon."

"Serius rawon?" Jeongin diam sejenak. Tidak berselang lama dia mengambil piring, mengambil nasi lalu kuah rawon. Untung ada serundengnya.

Jeongin duduk di meja makan, download-an anime Umaru Chan—anime lama yang sampai sekarang suka Jeonginnlohat berilang-ulang.

Kata orang rawon itu enak.

Iya kata orang. Jangan terlalu banyak berharap kata orang.

Karena Jeongin benci kluwek di dalam rawon. Warna hitamnya menurutnya aneh. Mana lagi kadang beberapa rawon yang ia santap rasanya agak pahit.

"Mau disuapin?"

"Boleh."

Diluar perkiraan, serius.

"Tumben. Biasanya mau mandiri."

Jeongin mengulas senyum. "Hyunjin... Makasih udah dibeliin rawon. Tapi next time jangan rawon ya. Gue nggak suka kluwek soalnya."

"Mau diganti makan apa?"

"Terus rawon yang udah gue ambil mau Lo buang."

"Iya ke perut gue, masih muat deh kayaknya."

Jeongin tertawa. "Nggak deh. Sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Termasuk makan. Itu jatah gue lagi pula."

Lagi-lagi Jeongin mengulas senyum.

"Makanya suapin, kali aja rawonnya ada rasa-rasa kasih sayang yang ikut jadi makin enak, siapa tau?"

"Bentar, gue mau nge-fly dulu." Hyunjin memegangi dada dengan gaya dramatis. "Ternyata nggak cuma morfin yang bikin nge-fly. Hei sejak kapan Lo ngalus?"

"Sejak... Tau ah, buruan suapin..."

Piring itu tandas. Jeongin tersenyum karena kenyang. Rawon tidak seburuk itu ternyata.

"Oh ya, Hyun. Nanti jam tujuhan gue sama Sunwoo mau ke warkop, boleh ya?"

"Gue antar aja gimana?"

"Jangan deh, Lo selesain tugas aja. Biar nggak numpuk."

"Serius gapapa?"

"Gapapa, Hyun..."

(2/2) Pulsa : Kartu PerdanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang