Bagian 13

97 8 0
                                    

Hari yang melelahkan telah Alin lalui selama kurang lebih sebulan terakhir. Hari-harinya tidak lagi ia isi dengan jalan-jalan, hangout atau shopping di mall . Ia sama sekali tidak lagi mempunyai waktu untuk itu. Sekarang, hidupnya hanya Sekolah, bekerja, dan pulang. Tanpa warna-warni tawa remaja pada umumnya.

Hari ini mungkin adalah hari bahagia untuknya. Bagaimana tidak? Hari ini, untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan mendapatkan hasil jerih payahnya selama sebulan ini. Ya, apalagi kalau bukan gajian? Haha.

"Rey, hari ini aku mau traktir kamu. Mau, kan?" Tanyanya pada Rey yang sedang melajukan motornya, dengan dirinya yang duduk di jok belakang sambil menumpukan dagunya pada pundak Rey.

Jangan tanyakan bagaimana hubungan mereka!. Ya, tentu saja semakin lengket. Bagaimana bisa? Ya iyyalah bisa. Rey kan setiap hari kerjanya cuma ngantar jemput Alin seperti seorang BUCIN yang hanya dijadikan tukang ojek. Tapi jangan salah, Rey bukan Bucin ya.. ia hanya ingin menjaga dan melindungi sang pujaan hati (Bedanya apa ya?? Hehe)

Dan itu tentu saja membuat mereka semakin yakin dengan perasaan masing-masing.

"Emang punya duit?" Tanyanya balik, yang langsung mendapat pukulan kecil dipundaknya.

"Ye.. hari ini kan aku gajian, dan kamu tau? Ternyata gajinya lumayan loh.."

"Mm.. mending nggak usah deh, kamu kan harus bayar kos. Apalagi buat kebutuhan kamu kedepannya" tolaknya.

Alin memutar bola matanya malas "Rey, dengerin aku ya.. gajinya itu lumayan, aku juga udah sisihin buat bayar kos sama buat jajan aku selama sebulan lagi. Dan itu masih ada sisanya, rencanya aku mau simpen di rekening sih, cuma.. karena ini gaji pertama, aku mau nraktir kamu deh.."

Rey tampak berfikir sejenak "emang mau nraktir apa?"

"Nasi goreng dekat taman.. hehe" cengirnya "soalnya cuma mampu di situ akunya, gapapa kan?"

Rey mengangguk "gapapa lah, asal bareng kamu.. di mana-mana hatiku senang"

"Cie.. udah pinter gombal ya.." godanya.

Rey menggeleng dan memilih tak meladeni Alin, karena menyadari bahwa mereka masih berkendara di jalan.

Setelah sampai, mereka memilih untuk duduk di bangku yang tepat menghadap ke taman yang dipenuhi kerlap-kerlip lampu warna-warni. Warung yang mereka singgahi ini juga cukup ramai.

"Rey, kamu tau nggak? Ini tuh tempat makan kesukaan aku sama si Tasya dari kecil.. rasanya eenaak banget. Kamu harus coba" tuturnya antusias.

"Nama temen kamu itu yang bener yang mana sih?" Tanya bingung.

"Maksudnya?"

"Ya, iyya.. kamu kadang bilang Anna, kadang manggil Tasya"

Alin tertawa pelan "oh.. kamu nggak usah bingung, jadi nama dia itu Annastasya. Dari kecil dia itu emang dipanggilnya Tasya, tapi pas masuk SMP dia sering dipanggil Anna sama temen-temennya, katanya sih waktu dia SMP banyak yang namanya Tasya gitu.." jelasnya membuat Rey manggut-manggut paham.

"Dan.. katanya yang pertama kali manggil dia Anna itu seorang anak laki-laki"

Rey menyimak, karena merasa tertarik dengan cerita Alin "terus?"

"Anak laki-laki itu katanya kakak kelasnya dia, awalnya si Tasya kesal karena dia kalo manggil si Tasya beda sendiri, dan jadilah teman-teman dia pas SMP manggil dia Anna, tapi lama kelamaan dia nggak bisa marah sama kakak kelasnya itu. Katanya.. dia jatuh cintaaa" lanjutnya dengan terkekeh geli saat menjelaskan bagian akhir itu.

Alis Rey mengkerut, sepertinya ia pernah mendengar cerita Alin ini "terus?"

"Dan kamu tau? Yang bikin Tasya pindah ke sekolah kita baru-baru ini tuh, ya.. katanya kakak kelas yang manggil dia Anna itu. Tapi, dia belum pernah cerita ke aku siapa orangnya"

Rey semakin paham dengan cerita Alin, atau jangan-jangan.. ah tidak!

"Lucu ya.. si Tasya" kekeh Alin.

Rey mengangguk dan memilih untuk menyantap makanan yang sudah tersaji di depannya itu.

Mereka makan dengan khidmat, sesekali saling curi-curi pandang lalu melemparkan senyuman untuk satu sama lain hingga makanan mereka habis.

"Lin, apapun yang terjadi, jangan pernah ada niatan buat putusin gue ya?" Ujarnya dengan tatapan yang tak bisa Alin artikan.

Alin mengernyit heran "Maksud- eh.. ehh.. apa-apaan nih? Siapa lo?"

4 orang berbadan kekar dengan penampilan serba hitam memotong pembicaraan Alin lalu menyeretnya paksa.

"Anda harus ikut kami, nona" ucapnya datar.

"Lepasin nggak tangan cewek gue!" Bentak Rey yang langsung menonjok pipi salah satu dari mereka.

Sempat terjadi adu jotos antara mereka, tapi tentu saja Rey akan kalah. 4 melawan 1. Dan sepertinya keempat orang itu ahli bela diri.

"Rey!" Pekik Alin ketika melihat Rey yang sudah terkapar di tanah dengan beberapa luka lebam di wajahnya.

"Kalian apa-apaan sih, lepasin gue nggak!"

"Maaf, nona" ucap salah satu dari mereka tanpa menghiraukan permintaan Alin.

Para algojo-algojo itu memasukkan Alin ke dalam sebuah mobil dan membawa Alin entah ke mana.

•••

Alin mengernyit heran ketika mobil yang membawanya itu berhenti di depan rumah Bundanya. Ada apa sebenarnya? Apa Bundanya yang menyuruh mereka membawa Alin kembali? Tapi untuk apa?.

Alin memilih diam dan menuruti arahan para algojo itu. Dan ternyata, ia dibawa langsung ke ruang kerja Bundanya.

"Terima Kasih. Kalian boleh keluar sekarang" perintah Bunda Alin kepada para Algojo itu yang langsung diangguki oleh mereka.

Alda-bunda Alin, menelisik penampilan Alin dari atas hingga bawah. Ia tampak lebih kurus daripada sebelum keluar dari rumah ini. Pikirnya.

"Dari mana saja kamu? Apa kamu lupa untuk pulang?" Tanyanya datar.

Alin terkekeh meremehkan. Bukankah dirinya sendiri yang meminta Alin untuk pergi? Lalu kenapa bertanya seperti itu?

"Bukankah Anda sendiri yang meminta saya untuk pergi? Tentu saya akan pergi dan tidak akan pernah menjilat ludah sendiri dengan kembali ke rumah ini, seperti yang anda lakukan sekarang" sarkasnya.

"Jaga bica-"

"Apa? Benar bukan? Lagi pula, hidup saya lebih berwarna diluar sana daripada di rumah ini" lanjutnya yang membuat Alda tersulut emosi.

Plak

"Dasar anak tidak tau diuntung! HEI KALIAN, bawa anak ini ke kamarnya dan kunci dia, jangan pernah biarkan dia keluar dari kamar itu walau hanya selangkah" Bentaknya lalu berjalan keluar membiarkan para algojo itu kembali menyeret Alin.

Pipi Alin kembali memanas, air matanya kembali tumpah. Entah yang kesekian kalinya ia mendapatkan tamparan seperti itu. Tamparan yang tidak hanya melukai wajahnya, tapi juga hatinya.

"Aws.." ringisnya ketika dilempar begitu saja memasuki kamarnya lalu dikuncikan dari luar oleh para algojo itu.

Alin tidak mampu lagi untuk melawan. Tubuhnya lelah, badannya serasa remuk semua. Batinnya tersiksa dengan keadaan yang seperti ini. Ia tidak tau lagi harus berbuat apa sekarang.

Julukan untuk sebuah rumah 'rumahku istanaku' sepertinya tidak akan pernah berlaku untuk Alin. Akan tetapi 'Rumahku Nerakaku' lebih pantas untuk mendeskripsikan keadaannya.

Dalam sekejap ia teringat pada sosok Rey, bagaimana keadaannya sekarang? Apakah ia baik-baik saja?

Ingin rasanya Alin mengabari dirinya. Tapi, ia takut akan membuat pria itu tambah khawatir dan kerepotan karena dirinya. Ia sudah banyak membantu Alin selama ini, dan tidak lagi untuk sekarang. Alin tidak mau, jika Rey juga harus ikut memikul bebannya. Ia tidak mau Rey mendapat masalah karena dirinya.

"Maaf Rey, aku nggak bisa ngebiarin kamu terlalu jauh mencampuri hidupku. Bukannya aku tidak suka, tapi aku takut kamu kenapa-kenapa, Maaf" lirihnya diiringi dengan air mata yang tumpah tanpa henti.

"Selamat Malam Rey, sepertinya aku sudah jatuh pada pesonamu, aku mulai... mencintaimu?" gumamnya lalu terlelap ke dalam alam mimpi.

ALINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang