Bagian 14

149 8 6
                                    

"Cobalah pakai gaun ini, cantik" Titah seorang wanita paruh baya yang Alin ketahui adalah pemilik butik besar yang sedang ia datangi bersama Bunda serta calon keluarga yang tidak ia inginkan.

Alin menatap nanar gaun yang ada di tangannya itu. Dulu, sewaktu ayahnya membelikan gaun secantik ini pasti dirinya langsung excited dan tentunya mampu membuat dirinya bahagia dalam sekejap. Tapi berbeda dengan sekarang. Ia merasa tidak menyukai gaun indah lagi. Ia benci jika ia harus memakai gaun indah itu, dan melihat kehancuran keluarganya di depan matanya sendiri.

Dengan langkah gontai, ia memasuki ruang ganti untuk mencoba gaun itu. Gaun berwarna cream dengan panjang selutut itu sangat pas di tubuhnya. Cantik.

"Wahh.. Kamu cantik sekali, nak" Sela calon ayah tiri Alin.

Alin memutar bola matanya malas lalu berjalan ke arah sofa yang ada di sudut ruangan. Tanpa ia ketahui, sejak dirinya keluar dari ruangan ganti itu, Gara yang notabenenya adalah calon kakak tirinya itu tidak pernah melepaskan tatapannya pada Alin. Tatapan yang sulit untuk diartikan. Tatapan tajam, namun tak tertebak. Tatapan memuja, tapi tak tertebak.

•••

Lelah rasanya bila harus memasang senyum palsu di depan semua orang. Senyum yang tak pernah diharapkan. Ya, tersenyum padahal hati sedang meronta ingin menangis.

Sejak seharian ini, Alin hanya mengikuti kemana bunda dan calon keluarga tirinya pergi. Mulai dari fitting baju, mengantarkan undangan, mengecek WO, mencoba cincin hingga saat ini, ia berada di sebuah restoran untuk menikmati makan malam.

"Kamu mau pesan apa?" Tanya Bunda dan hanya di jawab gelengan oleh Alin.

"Kalo kamu Gara?" Tanyanya lagi pada Gara.

Gara melirik sebentar pada Alin yang sedang menekuk wajahnya lalu menjawab pertanyaan calon ibu tirinya.

"Emm.. Sebenarnya, tadi aku sama Alin udah janjian mau makan di luar, tapi bukan di sini" Jawabnya membuat Alin meliriknya tajam.

"Loh? Kok nggak bilang sih?"

Gara menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal itu.

"Yaudah sana kalian pergi, semoga kalian bisa akrab yah" Lanjut Bunda.

Gara yang mendengar itu langsung sumringah dan melirik ke arah Alin yang sudah dari tadi menatapnya tak suka.

"Yuk, Lin" Ajaknya sambil mengedipkan sebelah matanya membuat Alin seperti ingin muntah.

Mau tidak mau, ia harus mengikuti permainan Gara lagi. Agar Bundanya tak mengamuk di sini.

Alin mengikuti langkah Gara yang ternyata tidak untuk keluar dari restoran ini. Ia ingin bertanya, tapi ia tidak ingin memulai pertengkaran dengan Gara di sini. Karena Alin tidak bisa berbicara dengan Gara, tanpa menggunakan nada tinggi.

Alin terus mengikuti Gara hingga mereka tiba di lantai paling atas. Rooftop. Gara membawa Alin ke Rooftop.

"Ngapain sih?" Akhirnya Alin berani mengeluarkan suaranya.

"Gue pengen ke sini" Jawabnya enteng.

"Tapi gue nggak mau di sini, apalagi sama elo"

ALINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang