4

955 189 17
                                    

Ini pertama kalinya, Rachel merasa malu dengan penampilannnya. Saat ini, seluruh mahasiswa yang berdiri di koredor. Menatapnya dengan tatapan yang sulit ia pahami. Tatapan yang lebih mendalam dari biasanya.

Ia membetulkan kacamata, takut jika mereka menatapnya karena kacamata ini. Sebuah benda yang membuatnya terlihat culun, ya itulah menurutnya. Terdengar sorakan yang gembira, membuatnya semakin mempercepat langkah kakinya. "Chel, tadi lo bareng sama siapa?" Seorang pria memberanikan diri mendekati Rachel.

Rachel menghentikan langkahnya, menatap pria itu dengan tatapan teduhnya. "Tadi itu calon pacar gue, kenapa?" Ia bertanya balik. Tak peduli dengan tatapan penuh tanya yang menyerangnya.

Mereka tidak percaya dengan apa yang Rachel katakan. Gadis yang sangat mereka kenali itu sangat sulit untuk jatuh cinta. "Dia? Ray?" tanya pria yang masih di hadapan Rachel. Ia bahkan kini menyentuh bahu Rachel. Itu membuat semua orang menatapnya iri.

Tawa menyeringai terlintas di bibir indah Rachel. Ia melihat tangan itu sebentar lalu mengamitnya. Menggenggamnya lembut dengan kedua tangannya. Bermain-main sedikit tidak akan membuatnya rugikan? "Dia berani bicara sama gue dan tatapan dia ke gue beda sama kalian!" jawabnya sembari mengelus tangan pria yang ia tidak kenali namanya itu. "Jadi ... apa gue salah?"

Mereka terkejut mendengar jawaban Rachel yang tidak masuk akal. Sudah banyak pria yang berbicara padanya meski tidak didengarkan. Ribuan pria ada yang terang-terangan menyatakan cinta tapi seolah tidak dianggap. Mengatakan bahwa ia tidak membuka hatinya sebelum selesai kuliah. Sekarang jawaban yang Rachel berikan malah membuat mereka geram. Merasa dipermainkan dengan tingkah Rachel yang plin-plan.

"Tapi kamu 'kan yang bilang gak buka hati!"

Tawa kembali lagi terdengar dari bibir Rachel. "Hanya cowok yang gak beneran cinta yang menyerah dengan kalimat yang bahkan gak jelas itu," ujarnya. "Udah dulu ya, gue mau ke kelas."

Ia melangkah meninggalkan mereka semua yang masih terpaku mendengar jawaban Rachel. Kalimat yang membuat mereka sangat tersinggung tapi juga membenarkan. Memikirkan bahwa mereka mencintainya secara tulus atau hanya karena kecantikan fisik semata. Hanya untuk bermain-main sementara dan meresa bangga.

Kalimat Rachel yang hanya sekedar satu tarikan napas membuat mereka sadar, bahwa wanita suka diperjuangkan. Bukan hanya sebuah kata cinta tapi juga kesetiaan. Berusaha memiliki dan saling percaya tapi mereka malah salah paham dengan sikap yang Rachel tunjukkan selama ini.

"Kita salah paham sama dia," ujar seorang pria yang menyadari lamunannya.

"Gue bakal maju." Seseorang yang mellihat kejadian itu dari kejauhan bergumam. Ia mengerti sekarang kenapa ia sangat sulit mendapatkan gadis itu. Ia mengikuti langkah Rachel menuju kelas.

*****

Langkah kakinya terburu-buru, ia hanya meminta izin untuk ke toilet. Menuju kantin yang agak jauh dari kelasnya. Mencari sosok yang meracuni otaknya saat di kelas. Merasa bersalah karena sudah membawa kunci mobil gadis itu.

Bibirnya tersenyum saat menemukan gadis itu sedang tertawa bersama sahabatnya. Seseskali menyeruput minumannya. Ia mendekati meja itu, menatap gadis yang belum menyadari kehadirannya. "Hai!" sapanya.

Mendengar suara yang telah merebut hatinya, Rachel mendogakkan kepalanya dan menemukan pria yang telah ia cari beberapa menit yang lalu. "Kak Ray! Kok, Kakak bisa ada di sini?" tanyanya. "Duduk, Kak!" ujarnya sembari tersenyum setelah beberapa menit terkejut dengan kehadiran Ray.

Ray merutuki kelasnya yang masih berkisar satu jam lagi. "Maaf, Chel. Kakak gak bisa! Masih ada kelas," tolaknya lembut. "Maaf tadi Kakak ke bawa kunci mobil kamu." Ia memberikan kunci mobil itu pada Rachel.

Dengan wajah kecewa, Rachel mengambil kunci mobilnya. Hatinya telah terlebih dulu terbang ke awan saat tau Ray mencarinya tapi malah hanya untuk mengembalikan kunci mobil. "Maaf, Kak. Aku tadi lupa!" ujarnya sembari tersenyum terpaksa.

Sama halnya dengan Rachel, Ray tersenyum tapi ia sangat tulus dengan senyuman itu. "Makasih, Chel, tumpangannya," ujarnya. "Kalau gitu, aku pamit dulu!" Ia pamit meninggalkan kantin menuju kelasnya.

Silvy menatap Rachel yang masih mengukuti langkah Ray dengan sorot matanya. Senyumannya mekar di bibirnya. "Cowok beruntung!" ujarnya setelah Rachel tersadar dan menghadapnya. "Kak Ray, pilihan yang bagus!" tambahnya.

Pipi Rachel bersemu merah ketahuan jatuh cinta oleh sahabatnya. "Apaan sih lo! Gue cuma nolongin dia tadi waktu motor usangnya mogok," elaknya malu.

"Motor usang? Maksud lo?" Silvy terkejut, tidak percaya dengan kalimat yang baru ia dengar.

Rachel mengernyit merasa tidak ada yang salah dengan kalimatnya. "Ya motor usang, tadi Kak Ray bawa motor itu," jelasnya.

"Kok bisa kak Ray bawa motor usang?" tanya Silvy membuat Rachel tidak mengerti.

"Maksud lo apa?"

Silvy ingat sekarang, sahabatnya ini hanya mengenal beberapa orang di kampus ini. Walau seberapa tampan atau kayanya orang itu belum tentu Rachel mengenalnya. Apa lagi mengetahui seluk-beluk mereka yang tidak penting menurutnya. "Kak Ray cowok paling ganteng dan paling kaya di fakultas ini!" jelasnya. "Gue serasa gak percaya dia bawa motor usang!" lanjutnya.

Mendengar penjelasan itu Rachel mangut-mangut dan kembali menyeruput minumannya. Ia sama sekali tidak terkejut. Apa salahnya jika pria kaya naik motor? Tidak ada hal aneh di situ.

"Lo kok gak ada reaksi?" tanya Silvy geram. Sahabatnya ini tidak mengerti dengan sebuah kode semudah ini. Kode yang bahkan anak sekolah dasar sudah mengerti.

Rachel mendelik bahu. "Terus lo maunya gue gimana?" tanyanya.

Mata Silvy menatap Rachel tajam. Ia merasa sekarang sedang berbicara dengan anak berumur lima tahun. Butuh penjelasan yang jelas untuk dimengerti. "Kak Ray sengaja deketin lo, Chel!" ujarnya.

"Dari mana lo tau?" tanya Rachel polos.

Kali ini Silvy sangat geram. Ia menarik nafasnya dalam lalu dibuang hingga amarahnya hilang. "Udahlah, Chel. Gak usah dibahas!" Ia kembali memakan makanannya dengan Rachel yang masih menatapnya heran.

Namun, tak berselang lama, senyuman mendarat di bibir Rachel. Ia mengerti apa yang Silvy maksud. Itu artinya cinta pertamanya terbalas dengan sangat baik. "Makasih, Sil!" ujarnya.

Silvy tak menjawab, ia lebih peduli dengan perutnya yang kembali kosong setelah berhadapan dengan Rachel. Kembali memesan makanan, meninggalkan Rachel yang masih tersenyum dengan fantasinya. Memikirkan kisah cintanya yang akan dimulai.

*****











To be continued
Tekan 🌟



TERSESAT DUA DUNIA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang