4

23 7 0
                                    


Gue sampai di sekolah pagi banget. Dan ini sebuah Rekor buat gue. Disamping gue ada Ellen yang natap gue penuh kekaguman. Ellen aja udah buktiin kalau babang Gabriel ini tamvann. Kamu kapan?

Gue jalan melewati koridor sekolah bareng dia. Niatnya mau nganterin dia ke kelasnya. Karena gue harus nunjukkin kelas MOS-nya, kemarenkan dia pingsan kalau kalian lupa. Gue liat ke papan mading yang ditutup ruang kaca.

Lo kok yang ada cuman gue? Gue berhenti dan Ellen pun berhenti. Gue lihat ke arah Ellen. Ada kok
Gue nengok lagi ke arah mading. Cuman gue. Ya ampun, jangan-jangan.......

"Kak dulu kakak makan apa kok bisa tinggi banget?El padahal makan sayur terus tapi tetep aja bantet," ucapnya dengan wajah ditekuk. Fyuh. Bener juga. Mading ini sedikit lebih tinggi jadi Ellen yang pendek nggak terlihat. Orang keceh emang kadang lemot ya.

"Hahaha," gue ketawa terbahak-bahak dan Ellen langsung kaget.

"Kakak kenapa?" Tanya Ellen kebingungan. Gue atur napas dan biarin ketawanya berhenti dulu.

"Lo itu tingginya berapa sih? Lucu tau nggak. Gue pikir lo syaiton. Gue lihat ada tapi di cermin gak ada. Ngerik," gue begidik ngeri tapi sejenak ketawa lagi. Kali ini bukan cuman gue yang ketawa. Tapi Ellen juga. What the hell? Ini anak ngetawain dirinya sendiri?

"Kok Ellen bisa kecil gini ya?" Gumamnya lirih dengan wajah penuh rasa penasaran bikin gue pengen ketawa lagi. Emang Ellen tergolong cewek pendek dengan tinggi sekitar 145cm. Pendek untuk kalangan anak STM.

"Ya iyalah,habisnya lo ngomongnya panjang jadi tubuh lo pendek!" Ejek gue tapi Ellen malah pelototin gue.

"Emang kalau orang banyak ngomong mengganggu aktivitas sel untuk membelah?"Tanyanya polos. Mimpi apa sih gue bisa kenal sama cewek unyil kelewat polos.

"Iya,selnya males membelah. Udah ini kelas lo," tunjuk gue ke kelas yang masih sepi.

"Makasih ya kak Gab. Oh iya. Ini bunda bawain bekal buat kita. Biar El simpen ya?" Dia nunjukkin kotak makan warna merah.

"Kenapa lo yang simpen?"

"Biar ketemu kak Gab lagi. Nanti istirahat aku bawain ke ruang osis kok," katanya semangat. Gue bisa lihat binar harapan dimatanya. Gue meneguk saliva gue susah payah. Tak ada niat gue buat nolak. Gue rasa ini saatnya gue berbuat kebaikan semasa gue hidup.

"Iya terserah lo aja. Gue pergi," gue ngacak rambut panjang dia dan...

Rambut dia rontok.

Mungkin dia nggak sadar kalau rambutnya rontok di tangan gue. Gue langsung balikin badan dan pergi masih nggenggam rambut dia.

"Lo berhak bahagia El dan gue janjiin gue bakal bikin keinginan lo jadi kenyataan," janji gue dalam hati. Gue terus jalan ke ruang OSIS dengan tangan masih mengenggam hasil rontoknya rambut Ellen(belibet amat kata2nya yak)

💔💔💔

Gue duduk di rooftop. Mandang segala suasana penjuru sekolah yang lagi istirahat. Gue capek, beban gue seakan bertumpu di bahu. Gue pengen nyelesain semua ini. Hati gue berdenyut. Nyeri mengingat selama ini orang tua gue sendiri penyebab matinya hati gue. Hidup terkekang selama 17 tahun bukan hal yang mudah bagi seorang Gabriel Adenio.

"Gue pengen mati!" Teriak gue tertahan. Teriakan yang jadi gumaman juga pada akhirnya.

"Egois nggak sih? Ketika aku pengen dapetin nyawa orang yang bunuh diri," ucap seorang cewek yang udah di ujung rooftop dan bergerak menuju tempat duduk gue sambil bawa kotak makan. Siapa lagi kalau bukan Ellen.

"Heuh,aku bener-bener iri sama kakak. Kakak pinter, kakak terkenal. Kakak bisa lakuin apa aja yang kakak mau. Sedang aku? Gerak aku dibatasi dengan mimpi yang tak terbatas. Dunia ini egois emang. Kenapa sih mereka kasih kesehatan buat orang yang akhirnya nyia-nyiain hidup dengan bunuh diri? Sementara aku. Tiap waktu aku takut. Takut kalau aku tidur nanti gak bisa bangun lagi Takut ketika pusing ini mulai menggila. Aku takut kalau hari ini jadi hari terakhir aku. Sementara mereka yang sehat?Mereka bikin rencana buat bunuh diri karena masalah yang sebenarnya Allah sudah kasih jalan keluarnya juga. Kenapa Allah gak kasih nyawa orang itu ke aku sih kak?" Tanyanya parau. Dan berhasil menggebrak jantung gue. Tiap kata-katanya tepat mengenai hati gue dan nyadarin gue kalau gue ini salah.

"Semua orang bawa masalahnya masing-masing. Darisitu aku pengen jadi sosok kuat. Aku yakin,kalau kita bersyukur atas segala sesuatu. Allah kasih kemudahan buat kita. Allah yang menurunkan masalah lengkap sepaket sama jalan keluarnya. Jadi masalah apapun yang kak Gab hadapi. Jangan berhenti berjuang,"ucapnya lagi. Kali ini dia menggenggam tangan gue. Tangan rapuhnya menguatkan hati gue. Dan gue nggak tahu sebenarnya yang rapuh siapa.

"Kaya mamah dedeh lu ah. Kok lo tahu gue disini?" Tanya gue mengalihkan topik. Gue nggak mau istirahat ini jadi ajang reality show. Lebih tepatnya gue nggak mau denger ocehan dia yang menampar hati gue. Dia bener dan gue salah.

"Oh iya. Tadi aku cari di ruang sosis tapi gak ada. Terus aku pikir kakak pasti lagi ada masalah. Apalagi kakak sampai kabur dari rumah dan nginep di teras rumah aku. Terus aku pikir rooftop tempat yang baik untuk menyendiri dan kakak lagi butuh ketenangan kan?Makanya aku kesini deh,"terangnya melempar senyum selebar mungkin.

"Sotoy lu!" Gue meraup wajah mungil itu dengan tangan gue. Dia mindreader apa cenayang sih.

"Cenayang itu apa?"Katanya polos. Tuh kan gue baru ngomong di hati aja dia bisa nebak.

"Lo siapa sih?Lo bisa baca pikiran orang?"Tanya gue penasaran juga dong.

"Mana bisa. Ini aku lihat di wattpad ada kata cenayang gitu,"jawabnya sambil menyodorkan ponselnya. Dih, gue keGRan ternyata.

"Mana makanan gue?"Tanya gue akhirnya. Nggak tega juga lihat tuh kotak makan dipeanutin.

"Ohh iya lupa. Nih, makan yang kenyang ya kak. Nih minumnya juga,"

Perhatian amat jih bocah SD. Gue langsung buka kotak makan itu dan melahap isinya. Gue benar-benar laper gaess..

"Lo gyak ma'an?" Tanya gue dengan pelafalan gak jelas karena mulut gue penuh makanan.

"Ditelen dulu baru ngomong dong kak. Ih kaya anak kecil, gemesh," ejek Elen dan dia..

Ngacak rambut gue.

Deg

Deg

Deg

Deg

Ini suara jantung gue kenapa volumenya keras amat sih?

"Suara apaan tuh?" Elen noleh ke kanan dan kiri mencari sumber suara.

Untung aja deh dia gak tahu kalau sumber suaranya disini nih. Di jantung gue yang kayaknya bentar lagi jebol.

"Lo gak makan?" Tanya gue lagi. Biar dia gak denger lagi suara jantung sialan ini.

"Udah tadi bareng temen-temen,"jawabnya kali ini dengan wajah sendu. Dia kenapa?

Quotes

"Ketika mendung menyapa dan badai mengajakmu bertemu, maka hadapilah dan gapailah pelangi"

JURNAL GABELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang