10

13 5 0
                                    


Udah seminggu ini Ellen di rawat di rumah sakit. Dan setiap harinya banyak bahan-bahan ngelukis masuk ke loker gue lengkap dengan surat penyemangat. Terakhir, kemaren isi suratnya adalah "untuk buat galery harus punya banyak karya. Semangat!"

Selama seminggu ini juga gue penasaran sama siapa yang menjelma jadi tukang pos gadis gue. Cowok atau cewek, dan rasa penasaran gue udah diubun-ubun.

Berangkat dari penasaran gue yang udah tingkat dewa, hari ini gue putusin buat berangkat pagi-pagi untuk menangkap kering si tukang pos ilegalnya Ellena. Penasaran aja sih, karena setahu gue, Ellen bukan cewek yang punya banyak temen di sekolah ini. Dia selalu sendiri apalagi semenjak menjalin hubungan sama gue. Banyak haters.

"Ahaa! ketangkep lo!" Teriak gue pas liat ada sesosok cowok membelakangi gue lagi masukin buku sketcbook dan beberapa pensil yang gue yakin dengan jenis yang berbeda.

Dia cuman diam mematung. Ck, cowok toh! Umpat gue kesal. Bukan karena cemburu sih, mungkin karena kaget aja. Mungkin.

"Siapa lo!" Bentak gue lagi dan tanpa pikir panjang gue tarik bajunya dan dia membalikkan badan menghadap gue.

Dimas.

Harusnya gue dah bisa nebak dari awal. Bukannya slama ini Ellen dan Dimas sahabatan? Entah kenapa gue kesel harus ngakuon dia sebagai sahabat Ellen

"Oh lo yang jadi kurirnya PACAR gue!" Gue nekanin dua kata terakhir di kalimat gue. Rasanya otak gue mendidih dan kalau ini serial kartun pasti sudah ada uap keluar lewat lubang telinga dan hidung gue. Tapi ini nyata oy. Jadi asap-asap itu cuman ada di imajinasi gue aja.

"Gue cuman disuruh El," ucapnya santai. Apa?! El? Maksudnya dia udah punya panggilan khusus untuk Ellen? Nih anak pengen banget gue kasih pelajaran ya. Ayo sini mau gue kasih pelajaran apa? Matematika? PPKn? Aqidah Akhlak? Hehe, kaya madrasah aja.

"Lo mau modusin Ellen kan? Gak usah deketin Ellen! Ellen pacar gue!" Emosi gue bener-bener membuncah nggak bisa dicegah.

"Lo cemburu? Kayak perawan PMS aja lu ah. Emang sih gue suka sama Ellen. Suka banget malah. Udah imut kaya anak SD, tapi pikirannya dewasa, dia juga setia. Oh iya, dia juga terlalu baik. Kurang apa lagi dia, dia itu bener- bener..." dia sengaja memotong perkataannya untuk melihat ekspresi gue yang nggak bisa bohong kalau gue kesel. Stop! ini bukan cemburu ok.

"Tapi gue tau kok Ellen sukanya ma lo, jadi gue nganggep Ellen kaya adek gue. Dia yang minta gue buat beliin alat nglukis untuk si kunyuk yaitu lo, karena dia tahu gue juga suka nglukis,"tambahnya. Seketika ada hangat menjalar. Emhh,gue seneng aja dengernya. Gue nggak peduli dia manggil gue kunyuk kek, unyuk kek. Yang penting gue bahagia entah untuk alasan apa.

"Ellen bilang pengen jadi peri lo. Buat bikin galery lo harus punya lukisan kan?" Tanyanya nepuk bahu gue. Beberapa saat gue tertegun. Ellen,cewek yang dipacarinya karena kasihan apakah benar-benar akan jadi dewi fortunanya?

"Kenapa lo mau temenan ma Ellen?" Tanya gue dengan sisa penasaran yang gue punya.

"Dia suka dikerjain temen tapi dia nurut seolah temen-temen lagi ngasih dia hadiah. Dia polos. Dia suka senyum dan bilang kalau dia menyukai kehidupan ini dengan segala masalahnya. Dia selalu bikin gue semangat. Gue yang lagi ada masalah ekonomi dia kuatin. Ya darisitulah gue nyaman ma dia,"terangnya lagi lagi bikin gue sadar betapa perinya hati bocah itu.

"Lo belum suka ma dia?"Tanyanya mecah lamunan gue. Gue cuman gelengin kepala lemah. Ada rasa nggak rela ketika gue gelengin kepala gue.

"Goblok! Ellen itu peri. Dia jelmaan Dewi Fortuna kalau menurut gue, lo bener-bener buta sama perasaan lo sendiri ya?" Dia hendak pergi tapi sebelum ia benar-benar pergi,dia ngucapin kata-kata yang bikin gue mematung.

"Lo tahu? Kuatnya seseorang itu untuk menutupi kerapuhannya. Apa yang lo liat belun tentu itu yang nyata terjadi. Buka mata hati lo. Terlambat itu kadang membuat orang menjadi tertinggal. Jauh, sangat jauh," diapun pergi.

Gue makin nggak ngerti sama perasaan gue. Kayanya emang gue harus ngasih tau yang sebenarnya. Denyut jantung gue perlahan menyebarkan sesak. Sakit.

JURNAL GABELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang