6

17 5 3
                                    

Malam ini hujan turun lagi...
Bersama kenangan yang mungkin luka dihati...
Luka yang harusnya dapat terobati...
Yang kuharap tiada pernah terjadi...

Ciellah suara gue.

Gue lagi nglukis wajah orang yang beberapa minggu ini udah ngisi hari hari gue dengan warna pelangi. MOS udah selesai dan gue kembali ke rutinitas jadi siswa biasa yang sok luar biasa walau masih harus bolak balik ke markas baru gue.

Ellen,dia yang coba gue lukis. Gadis yang lemah tapi kuat kaya dandelion. Gue akui itu. Dan sekarang gue udah pacaran ma dia. Gue sebenarnya nggak mau pacaran ma dia, mengingat perasaan gue yang jujur nggak suka ma dia. Tapi, gue gak mau ngingkarin janji gue buat bikin dia bahagia. Dan gue yakin dia bahagia sama keputusan gue.

Flash back on

Gue lihat surai hitamnya yang tergerai bertebangan. Dingin menyapu wajah lembutnya. Gue lihat dia cuman diam dan sorot matanya menjelaskan kalau dia lagi gak baik-baik aja.

"Lo kenapa?" Tanya gue membuat dia noleh ke gue.

"Gapapa kok kak,"dia mengalihkan pandangannya lagi. Melihat pemandangan sekolah lewat bangunan tinggi ini.

"Kalo ada apa apa cerita ma gue."tegas gue. Entah kekuatan darimana gue tarik tangan dia dan gue genggam. Rasanya jemarinya menaut erat dengan jemari gue. Pas.

"Temen-temen nggak pada suka ma Ellen ya? Kata mereka Ellen itu penyakitan. Mereka juga sering ngambil makanan Ellen dan dibuang ke tempat sampah. Kan sayang. Kalau mau ambil dan dimakan Ellen malah bakal seneng dan ngasih dengan suka hati," Ellen termenung. Apa ini ada hubungannya sama kebohongannya waktu di rooftop?

"Lo itu lemah. Tapi kuat. Kaya Dandelion. Kerapuhannya untuk berkembang dan kerapuhannya itulah yang bikin orang bahagia. Lo seistimewa itu Len," tutur gue menatap bola matanya. Tak lama senyum manisnya kembali terpasang dan itu membuat gue senang.

"Lo pacar gue sekarang!" Tukas gue tiba-tiba sontak membuat dia membulatkan mata lebarnya.

"Kok bisa gitu?"Dia nanya dan itu membuat gue gelagapan. Kok gue nembak dia sih?

"Jadi gak mau yaudah." gue mau lepasin genggaman gue tapi tangan Ellen yang satunya nahan tangan gue.

"Mau kok mau!" Dia langsung berdiri dan guepun ikut berdiri. Tangan kita masih bertautan dan dia lompat-lompat bahagia. Itu yang gue harapin. Lihat senyum di wajah pucatnya. Wajah pucat yang memberi warna di hidup gue.

Flash back off

"Ih kok gue gak bisa gambar matanya sih!" Gerutu gue menyobek lembar kertas sketcbook dan membuangnya. Lantai kamar gue tiba-tiba berubah jadi lautan kertas. Berkali -kali gue coba nglukis Ellen tapi bagian matanya selalu cacat.

"Riel ada Ellen nih cari kamu!" Teriak mama padahal dia udah ada di depan gue.

"Ya Allah kamar berantakan gini. Pantesan papa gak suka kamu nglukis. Seharian cuman dikamar nggak makan nggak minum nggak belajar,"

Sebelum mama ngomel lagi. Gue cium pipi mama dan langsung cabut.

Ya ini semua berkat Ellen. Gue jadi lebih terbuka sama mama dan mama ngertiin gue. Walau gue masih perang dingin sama papa tapi seenggaknya ini proses yang baik kan?

"Kok kesini?" Tanya gue saat Ellen lagi duduk dan makan biskuit di toples. Nih cewek gak ada jaim-jaimnya dikit apa? Gue membatin.

Gue menempatkan bokong gue ke posisi paling nyaman disamping Ellen.

"Ini minumnya Ellen. Ayo diminum jangan malu-malu,"ucap mama gue sambil ngasih es teh ke calon mantunya ini. Ya orang dia pacar gue. Hehe.

"Aduh ma. Jadi ngrepotin nih Ellennya ya?Maaf ya ma?" Elen langsung njejerin diri ke mama gue ninggalin gue yang cengo gitu aja.

Dari pertama ketemu juga aura positive Ellen langsung memikat mama gue. Dan mereka langsung akrab. Kalau sama papa? Dia belum ketemu papa.

"Udah makan belum sayang?" Tanya mama gue perhatian abiss ke dia. Sama gue mama gak seperhatian itu.

"Belum tante. Kita masak yuk tan. Ellen jago masak lo."

Cih,gue merasa dipeanutin.

"kamu kesini cuman mau ketemu mama?" Tanya gue gelap-gelapan(kalau terang terangan dah biasa)

"Hehe kamu cemburu ma mama sendiri?" Mama dan Ellen terkekeh. Dasar para wanita tidak peka.

"Mama lagi mager sayang. Kalau kamu mau masak biar ditemenin Gabriel gapapa?Sekali kali mama jadi juri misterchef,hehe,"

Ini mah mama aja yang males atau niat nyomblangin gue dan jujur gue seneng. Bisa gangguin Ellen masak dong.

💔💔💔

"Ih Kak Gab,jangan dihambur hamburin tepungnya. Jadi kotor,"

"Ih Kak Gab. Ini motongnya jangan asal dong,"

"Kak Gab. Wajah aku jadi bedakan tepung gini sih,"

Gue terus godain pacar gue yang lagi marah-marah. Hampir 2jam dan belum ada makanan yang siap.

"Nih selesaii!" Elen lompat lompat girang. Setelah gangguan dari gue,sebuah kue cantik sudah jadi di atas meja.

"Ellen!" Senyuman gue memudar saat liat darah mengalir dari hidungnya.

"Aku gapapa kak,"Ellen melapi darah itu dengan tangannya.

Gapapa dia bilang?Wajah dia pucat gitu.

Gue gendong dia ala bridalstyle. Dia berontak tapi gue nggak peduli. Gue ceroboh biarin dia capek. Gue emang gak berguna. Segala rutukan penyesalan mengisi batin gue yang gak tega liat kondisi Ellen saat ini.

Gue dudukin dia disisi ranjang dan kepalanya bertengger di bahu gue dengan tangan melingkar di pinggang gue.

"Tiduran aja gih,"perintah gue tapi dia cuman diem.

"Aku gapapa. Cuman pusing," lagi. Dia slalu bilang gitu kalau lagi sakit gini. Gapapa gapapa. Dia pikir leukimia itu sakitnya kaya kejedot bantal apa!

Gue biarin dia menetap dalam posisi kayagini. Gue berulangkali ngecup pucuk surai dia dan ngelus rambutnya yang semakin tipis.

"Kakak suka gambar?Celetuk dia tiba-tiba.

"Hmm,"

"Apa cita-cita kakak?"

"Gak ada,"

"Kenapa gak ada,"

"Papa gak dukung,"

"Sebutin aja apa keinginan kakak. Aku yang bakal jadi perinya kakak." Ucapnya. Dia tiba-tiba berdiri dan bergaya seolah dia wonderwoman.

"Pengen punya galeri,"ucap gue asal. Toh ini cuma celetukan anak sd.

"Ok!"

"Udah sini peluk,"gue peluk dia lagi keposisi kaya tadi.

Maafin gue ya belum bisa suka sama lo. Maaf.

Quotes

"Jika mencintai hanya tentang waktu. Aku harap Tuhan mempercepat waktu itu. Aku ingin tiap bahagiamu karena kebenaran bukan kebohongan,"

JURNAL GABELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang