17

11 3 0
                                    


Seminggu sudah kepergian Ellen. Semua sudah berjalan seperti biasanya. Bunda Lee sudah bisa mengikhlaskan Ellen meskipun gue lihat matanya masih bengkak. Pasti tiap hari dia nangisin anak tersayangnya. Sedangkan Andi, dia udah bisa becanda walau gue liat gurat kesedihan masih jelas dimatanya. Ia cuman menutupi itu biar Bundanya gak khawatir.

Gue hari ini berniat ke rumah Ellen,membantu Keluarga Lee untuk memberesi kamar Ellen. Kenapa harus diberesi? Mereka hanya ingin menata kenangan-kenangan Ellen agar tertata rapih.

Ketika sampai disana. Bayangan wajah Ellen menghampiri otak gue. Nyeri hati gue nggak tertahan. Gue gak suka inget senyum manis Ellen bikin jantung gue berdetak lebih kencang. Gue nggak suka nginget Ellen.

"Eh nak Gabriel. Ayo langsung ke kamar Ellen ada yang mau bunda tunjukkin ke kamu,"ucap Bunda Lee ngarahin gue ke kamar Ellen.

Gue cuman ngikutin Bunda Lee. Semenjak kepergian Ellen gue lebih irit ngomong. Lebih tepatnta gue membungkam mulut gue. Gue masih nggak terima sama kepergian Ellen. Apalagi kepergian dia setelah gue mengakui perasaan gue sebenarnya.

Kamar Ellen! Gue udah masuk ke kamarnya yang bernuansa biru langit. Gue mendekat ke lemarinya dan membukanya. Isinya cuman kanvas,berbagai cat dan kuas. Gue mengernyit. Setahu gue, Ellen nggak suka ngelukis.

"Itu Ellen yang nyuruh gue buat beli pas dia dirumah sakit. Dia ngasih ini ke lo," Andi menyodorkan sebuah kotak berwarna biru langit. Saat membuka gue mengeluarkan air mata yang sejak seminggu ini gue tunggu kehadirannya. Isi kotak itu adalah kunci,surat, dan dandelion yang sudah membusuk.

Gue buka suratnya.

Hai kak Riel! Perinya kakak datang tanpa sayap dan tongkat ajaib. Harapan kakak membuat gallery udah aku penuhi. Kak, aku sayang kakak. Makasih ya udah jadi suplemennya Ellen walau Ellen tahu Ellen nggak bisa bertahan lebih lama.

Kak? Apa kakak tahu Ellen merasakan sakit tiap harinya? Nyeri hebat, pusing kepala tak tertahankan. Segitu sakitnya sampai kadang Ellen mati rasa.

Kenapa kakak menambah rasa sakit itu dengan berbohong? Apa aku boleh sedikit merasakan KECEWA?
Ahh lebih  penting dari itu, gapailah mimpimu kak. Bahagialah,"

"Jalan Flamboyan no 3"
Itu bandul kunci yang ada di kotak. Ellen! Dia?

Gue mengambil dandelion busuk itu  dan Andi berkata.

"Ellen bilang. Dandelion itu indah. Ia terlihat rapuh padahal ia kuat. Tiap tiupan membawa benihnya ke alam dunia. Terhempas begitu indah. Sederhana tapi membuat banyak orang bahagia,"

Gue nangis dengan isakan yang makin keras. Gue menggenggam kotak itu. Sesak. Dada gue sesak banget. Gue kehilangan malaikat tak bersayap. Entah kenapa sebagian dari diri gue hilang.

"Terkadang kira terlambat menyadari kalau cinta sudah datang," Andi menepuk bahu gue dan pergi ninggalin gue sendiri.

Iya! Gue sadar. Perasaan inilah yang disebut cinta. Jantung berdegup kencang. Perasaan nyaman saat melihat senyumnya. Perasaan tidak suka ada laki-laki lain yabg mendekatinya. Perasaan ingin slalu dekat dengannya. Ini adalah cinta.

Tapi kenapa gue baru sadar? Atau sebenarnya gue udah sadar dari lama cuma gue menolak rasa ini karena gue takut kehilangan?

Quotes

Kehilangan terbesar. Jarak terjauh. Benteng terkuat dari sebuah cinta adalah KEMATIAN

JURNAL GABELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang