Part 4

3.2K 310 19
                                    

#Ternyata_Kamu
Part 4

_____

_Gus Hamzah_

[Cinta itu terkadang salah difahami. Karena sejatinya, hanya hati tulus yang mampu membacanya.]

Hati ini sedang tak karuan, eh tetiba pesan semprul Bima masuk ke dalam gawaiku.

Aku mengeja satu demi satu apa yang ditulis Bima, kemudian ingatanku melesat ke masa lalu.

***

"Gus," panggilmu. Kami berseragam Pramuka lengkap dengan atribut hasduk di leher. Bagian belakang kerudungmu berkibar tertiup angin.

Kami sedang menjaga pos dua bersama empat anak yang lain. Sementara kami mengobrol mereka asyik membuat sandi rumput untuk dipecahkan.

"Jenengan dapat salam lagi," keluhmu. Bibirmu sedikit maju karena sebal.

"Dari siapa?"

"Dih, semangat banget yang dapat salam."

Bibirmu mencebik lagi.

"Biasalah, artis ...." timpalku.

"Itu, si Ratna anak komplek H. Katanya salamin ya, Aisy. Kan kalian dekat." Aisy mengatakannya dengan sangat manis, meskipun nadanya terasa aneh. Dia seolah marah.

"Besok lagi kalau ada yang titip salam mau tak bandrol. Satu ungkapan salam sepuluh ribu," katanya melanjutkan.

"Dih, murah amat hargaku," kataku menimpali, lalu kami berdua tertawa terbahak-bahak.

Tak lama anak yang menitipkan salam kepada Aisy datang dengan kelompoknya. Begitu kubaca baidge namanya di kerudung coklat itu, niat jahilku menari-nari di kepala.

"Kau Ratna, bukan?" tanyaku.

Gadis berkerudung coklat itu mengangguk, ada rona bahagia di wajahnya.

"Dengarkan aku! Mulai besok kamu tak boleh berkirim salam kepadaku."

Wajah Aisya berubah. Senyumannya terhenti, begitu juga dengan Ratna.

Aku kira gadis bernama Ratna ini akan diam dan patuh, tapi ternyata aku salah. Ratna langsung menuju ke arah Aisya dan meluapkan kemarahannya.

"Aku tahu, sebenarnya di antara kalian ada hubungan, kan?" Ratna mengatakannya dengan lugas dan jelas.

"Kalian berkedok sahabatan! Aslinya? Bulshit. Kau suka Gus Hamzah, kan Aisy? Ngaku saja, deh."

Aisya diam. Wajahnya menatap lekat mata Ratna.

Hingga Ratna merasa lega meluapkan kemarahannya dan berlari menuju kelompoknya.

"Ingat, Gus. Jika bukan kau duluan, maka Aisya lah yang akan jatuh cinta denganmu." Ratna berkata tepat di wajahku saat sebelum ia dan kelompoknya pergi.

"Huh. Sahabatan antara cowok dan cewek? Bisa bertahan sampai kapan? Kalian itu beda jenis, mustahil jika tak akan muncul rasa."

Skak mat.

Aku melihat Aisya dari ujung mataku. Syukurlah karena posisinya sudah menjauh. Aku berharap dia tak mendengar.

Nyatanya, apa yang dikatakan Ratna dulu dalam kemarahannya adalah sebuah doa saat dia merasa kudlolimi. Dan ... doa itu dikabulkan Tuhan. Kurasa akulah yang pertama kali jatuh hati kepada Aisy. Saat aku tak lagi nyaman berada dekat dengannya, saat aku merindukan senyumannya setiap malam.

Bahkan, setiap hanya mendengar derai tawanya yang renyah saat lewat dekat ndalem, hatiku seperti diguyur air es yang adem.

Aku terlalu pengecut saat itu. Kualihkan perasaanku dengan tebar pesona kepada para cewek-cewek di sekitar sekolah dan madrasah.

Aku menutup rapat-rapat hatiku dari mengingat sebuah nama, Aisya.

Bahkan, semua wanita di kelas kami kuberikan setangkai bunga mawar pada akhir pelepasan kelas. Sementara dia kuberikan sebuah kaktus kecil dalam pot yang juga kecil.

Tujuanku hanya satu, untuk membuatnya tidak jatuh hati kepadaku.

Namun, semua salah. Aku yang salah. Ketika dia sebal dengan ulahku aku malah marah kepadanya.

Kemarahan itu berubah menjadi jarak diantara kami. Sangat jauh sekali. Tiga tahun persahabatan kami hilang, karena sebuah ego.

Namun, Aisya tak tahu kalau kaktus yang kuberikan kepadanya adalah tanda ungkapan rasa cintaku. Bukan melalui sebuah buku, bukan pula seikat mawar, atau tiket bioskop. Apalagi rayuan gombal. Itu bukan tipe Aisy.

[Aku ingin seperti kaktus.
Bisa menyimpan air dalam kecil durinya.

Aku ingin seperti kaktus.
Bisa bertahan menjaga kesetiaan dalam badai pasir dan panas angin.

Aku ingin seperti kaktus.
Memiliki bunga yang indah dengan duri sebagai bentengnya.

Bunga itu akan kuserahkan kelak dalam sebuah ikatan suci yang bernama pernikahan.]

Aku membaca tulisanmu, Aisy. Dalam sebuah buku yang tertinggal di meja perpustakaan.

Kuberikan buku itu dengan cuek ke hadapanmu. Kurasa kau mungkin juga lupa tentang tulisanmu itu, karena kau marah padaku perihal kaktus yang kuberikan kepadamu sementara yang lain mendapatkan mawar.

Ah, aku jadi tak tahu harus bagaimana. Itulah sebab rasa marahku saat itu.

Meratapinya saat ini? Tentu sudah terlambat.

Karena musuh manusia yang utama adalah waktu. Dan, aku tak bisa mengembalikan waktu itu.

Bersambung ....

Kaktus kaktus kecil
Saya mau tanya
Apakah kamu di rumah Aisy
Kamu bahagia?

*Eh 🤭😁

Ternyata Kamu (Gus Hamzah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang