Part 7

3.5K 347 27
                                    

#Ternyata_Kamu
Part 7

____

_Gus Hamzah_

"Kam min fiatin qoliilatin gholabat katsiratan biidznillah."

Aisy menasehati ku untuk membaca doa tadi ketika aku bersitatap sebentar dengannya di belakang mobil.

Tak ada yang salah dengannya, dengan sikapnya. Dia berusaha menyemangatiku layaknya seorang sahabat lama yang baik.

Aku tahu itu.

Namun, hatiku semakin sakit dan emosiku meninggi.

Melihat gadis ini, seorang putri Kyai besar yang dikenal Abahku bukanlah kehendakku, apalagi harus Aisy sahabat baikku yang ikut mengantar juga, ah semuanya begitu rumit.

Bayangkan saja, aku harus melihat bakal calon pilihan sebagai istriku dengan ditemani orang yang kusukai.

Hatiku marah, jiwaku hampa. Jika boleh memilih maka lebih baik aku lari ke gunung dan meninggalkan semua hal-hal berbau dunia. Tapi, itu bukan aku. Sebagai satu-satunya putra dalam keluarga aku harus mengambil langkah pernikahan bukan sebaliknya. Dan, karena ketololanku ... aku kehilanganmu, Aisy.

Aku frustasi dan kata itu terlontar begitu saja.

"Aku sedang akan melihat cewek cantik, bukan untuk berperang," kataku seperti orang Sudrun bin bego.

Mendung kemudian kulihat menggantung di mata Aisy dan dia mencoba menahan dirinya sendiri agar tidak menangis.

Maafkan aku, Aisy.

Sambil melangkah meninggalkannya, kenangan masa lalu itu muncul.

***

"Hei. Siapa sih yang jadi wakil kelas kita untuk pidato bahasa Arab?" tanyaku kepada Dina, ketua kelas satu madrasah Aliyah putri. Sementara kelas putra dan putri harus kompak dalam perlombaan antar kelas sebagai inaugurasi masuknya murid baru di madrasah, yaitu angkatan kami.

"Itu, Gus. Dia sedang ehm ... ehm ... nangis di belakang."

Mataku membulat karena kaget. Menangis?

"Kenapa pake nangis segala sih. Mana sebentar lagi mulai."

Dina menggeleng tanda tak tahu jawabannya.

"Hei, Gus semprul. Memangnya kamu,  yang memiliki stok keberanian. Namanya cewek kalau mau lomba ya pasti dredeg, deg-degan hatinya." Bima menjawab pertanyaan konyolku.

Karena desakan merek maka aku mencari gadis itu untuk memberinya semangat.

Gadis itu meringkuk di pojok ruangan kelas. Matanya masih mengalirkan air mata hingga membasahi kertas catatan pidatonya.

"Hei, Ndut. Sudah giliranmu maju."

Gadis itu mendongak dan tangisnya semakin menjadi.

Aku menepuk mulutku yang keceplosan memanggilnya dengan kata "Ndut". Dia memang gemuk saat itu.

"Hua. Jahat." Dia semakin terisak dengan kencang. Kutunggu dia menangis selama lima menit.

Lalu dia mendongak.

"Ngapain kau masih di sini. Sudah menghinaku kan. Mau apa lagi?"

"Bagaimana? Enak rasanya menangis kencang?" tanyaku yang seketika membuat dahinya berkerut.

"Nangis kok cuma sesenggukan. Nanggung tahu ...." selorohku.

Lalu dia baru menyadari bahwa ejekanku tadi adalah agar dia bisa bebas menangis sepuasnya, supaya lega dan tidak ada ganjalan.

Dia memegang dadanya kemudian mengangguk.

"Kau yang bernama Aisya?"

Dia mengangguk lagi.

"Ayo, giliran pidatomu sebentar lagi."

"Tapi," katanya masih ragu.

"Namaku Hamzah, dan ... aku memiliki doa yang cocok untukmu sebelum berlomba."

Matanya berbinar menatapku.

"Gini ya, Ndut ... dengarkan."

Wajahnya menjadi kusut.

Aku terkekeh.

"Maaf, hanya bercanda," kataku kemudian senyuman manisnya. Manis sekali, tersungging di wajahnya.

"Kam min fiatin qoliilatin gholabat kastirotan biidznillah."

Dia masih melongo. Kuambil kertas miliknya terus kutuliskan di sana.

"Bacalah. Ini doanya Nabiyullah Daud ketika hendak melawan Raja Jalut. Raja dzolim pada masa itu."

Dia mengangguk.

Langkahnya mantap menuju aula sementara aku mengekor di belakangnya.

Sejak saat itu, kami menjadi sahabat kental. Bahkan setiap kugoda dengan sebutan gendut pun dia tak lagi kesal.

Termasuk saat kuledek dia dengan mengatakan bahwa aku selalu merindukan gapura pondok, kenapa? Karena sama gendutnya dengan Aisy saat itu. Dia tidak memarahiku tapi sandal jepit bermerk burung terbang mengejarku dari belakang.

***

Aisya, maafkan aku.

Bersambung ....

Eaaa bang bang Tut jendelo lowo duonk hehehehe

Ternyata Kamu (Gus Hamzah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang