Part 13

3.6K 429 72
                                    

#Ternyata_Kamu
Part 13

_Ning Aisya_

"Saya menceraikan Aisya!" teriak Mas Hambali di depan Abah dan Ibuku serta keluarganya. Seketika, teh hangat yang masih menguarkan uapnya yang kutaruh dalam nampan perak terjatuh dari tanganku.

Mataku tak sanggup menahan air mata. Tangisan Ibu langsung jatuh meluncur dengan deras membasahi pipi tuanya, sementara Abah memegang erat tasbihnya di tangan.

Bibi Mas Hambali memarahinya atas keputusan sepihak yang diajukannya barusan.

"Kenapa? Tidak boleh?" tanyanya kepada kami semua.

"Aku merasa dipermainkan dan dipermalukan. Bagaimana bisa wanita yang sudah dikhitbah malah melayani rayuan cinta lelaki lain."

"Hambali!" teriak bibinya sambil menarik lengan bajunya agar dia diam tak berbicara lagi.

"Biar jelas Bibi." Mas Hambali tetap bersikukuh.

"Bahkan, gara-gara Aisya meladeni rayuan lelaki itu, lamaran atas Ning Jannah pun tidak diteruskan." Mas Hambali semakin meracau.

"Dia, menikah denganku hanya sebagai upaya cuci tangan."

"Hambali!" teriak Abahku. Tangannya sudah mencengkram lengan Hambali.

"Jangan kau hina anakku, putri kesayanganku. Kalau kau memang tidak pernah mempercayai Aisya, kau boleh pergi dari rumah ini. Kuterima talak yang kau jatuhkan atas diri Aisy sebagai walinya."

"Ingat, Nak. Sekokoh apapun bangunan perkawinan kalau sejak awal tidak dibangun atas dasar saling percaya, maka bagian dalamnya akan tetap keropos." Suara Abah memecah pekatnya malam. Abah membuatku semakin deras mengeluarkan air mata.

Jadi, sekarang aku tahu. Inikah sebabnya Mas Hambali tak mau menyentuhku malam itu. Padahal aku sudah membuang semua kenangan dan bersiap merangkai indahnya rumah tangga.

Akupun mengabaikan fakta bahwa Hambali terkenal sebagai seorang lelaki yang suka meninggalkan wanita setelah menghitbahnya, karena aku percaya ... dia bisa menjadi imam yang baik untukku. Jelek di mata yang lain, siapa tahu bisa berubah di mataku.

Nyatanya, entah hati siapa yang busuk sehingga menghembuskan keraguan di dalam dirinya, atas kesetiaanku.

"Semua perkara pengadilan akan saya urus segera. Saya pamit Abah," kata Hambali, kemudian mengangguk ke arah Ibu dan melirik sinis kepadaku.

Aku terduduk lemas setelah kepergiannya. Bibi Mas Hambali berusaha merayu Abah dan Ibuku agar mau bersabar sebentar. Dia akan berusaha merayu Hambali. Tapi Abah menolak.

"Biarlah, jika seribu lelaki tak ada yang mau mempercayai putriku lagi, dia ... selamanya akan mendapat kepercayaan kami." Abah meninggalkan ruangan itu dan berjalan ke arah masjid.

Lambat laun kesehatannya kian menurun. Kelas Diniyah yang diampunya kami pindah ke rumah, dekat kamar beliau agar semangat mengajarnya tetap menyala, dan hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan berupa ilmu.

Demi Abah, kusimpan air mataku, walau sering saat bersama dengan Ibu kami mencurahkan segala tangis dan saling berangkulan. Tapi, di depan Abah kami harus menyimpan kesedihan itu.

Abah, telah melindungiku dengan segenap jiwa raga. Maka apalagi yang harus kuprotes di dunia ini?

Saat Abah ditinggalkan seluruh keluarganya yang merasa adidaya, Abah tidak melakukan itu kepadaku.

Sekarang, sudah dua bulan dua puluh lima hari aku menjanda. Mas Hambali menceraikanku tepat dua hari setelah akad nikah. Jika aku tak berpegangan kepada Iman, entah apa yang terjadi untuk mengahadapi cibiran masyarakat.

Satu hal yang ingin kuselesaikan selepas masa idahku adalah menemui Ning Jannah dan menanyakan ada apa sebenarnya.

Kurasa, aku masih harus bersabar.

***

"Aisy, bangun. Nduk. Abahmu ... Abahmu ...."

Aku langsung terbangun begitu Ibu memangilku dan meneriakkan nama Abah. Pintu kamar yang sudah terbuka menyajikan pemandangan yang tak bisa lagi kurangkai dengan kata-kata.

Abah telah menutup mata. Beliau tertidur pulas. Nyawanya sudah tak lagi di kandung badan.

Tepat saat tangisanku menetes perlahan, suara Adzan shubuh berkumandang di Masjid sebelah rumah. Ruh Abah akan ikut malaikat naik ke atas langit selepas sholat fajar, sebagai tanda pergantian hari. Atau bisa saja ruh beliau masih menatap kami di rumah, melihat satu demi satu manusia yang datang untuk mendoakan jenazahnya, hingga beliau di sholati bahkan hingga beliau dimakamkan.

Tugas Abah sudah selesai. Menyayangiku hingga jannah-Nya.

Bersambung ....

Swear! Aku nangis 😭

Ternyata Kamu (Gus Hamzah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang