K3

2.5K 50 2
                                    

"Em, saya ingin bantu, tapi saya gak bisa gak tau caranya mbak. Saya asal bicara waktu itu. Saya gak tau kalo bakalan kayak gini." Zia melihat sinar harapan perlahan memudar dari mata Kania. Ia sebenarnya tak tega, tapi ia juga tidak tahu harus berbuat apa.

Dimas tiba-tibq menarik bahu Zia dengan kasar dan membuat Zia terkejut. "Pokoknya lo harus tanggung jawab! Hidup gue udah tenang sekarang malah loh bikin ancur!" bentak Dimas.

Hening. Semua terdiam.

Seketika Zia tertawa dengan kencang. "Maaf-maaf, gue ngehancurin suasana yang serius tadi. Sumpah lo lucu banget kalo jadi cewek." Zia berusaha mati-matian menahan tawanya.

"Udahlah gak usah kebanyakan drama, bantu gue!" kesal Dimas, ia kembali ke posisi dudukknya semula.

"Sumpah gue gak tau caranya," ucap Zia.

"Zia, mungkin kamu gak tau caranya. Tapi, tolong bantu Dimas buat cari cara memantahkkan kutukan itu," pinta Kania.

Zia mengangguk. Ia sadar, ini juga salahnya, tak mungkin ia lari dari tanggung jawab begitu saja.

Ruangan kembali hening. Mereka bertiga terlihat berpikir dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Hm, mungkin cara untuk mematahkan kutukannya, Dimas harus minta maaf sama saya," ucap Zia, memecahkan keheningan.

"What?!" Dimas terlihat tidak setuju. "Lo yang-"

"Dimas." Kania mengintrupsi.

Dimas mengalah. Dengan rasa terpaksa, Dimas menghela nafas dan melontarkan permintaan maaf. "Yaudah, maaf."

Zia menatap Dimas tajam. "Yang ikhlas dong." perintah Zia.

Dimas kembali menghela nafas. Ia terlihat lebih tenang dan tersenyum pada Zia. "Zi, gue minta maaf ya atas kesalahan gue tadi pagi." Dimas berkata seikhlas mungkin.

"Iya gue maafin kok."

Mereka kembali terdiam. Menunggu sesuatu terjadi. Namun beberapa menit berlalu, tak ada perubahan pada Dimas.

"Kok gue gak berubah!" protes Dimas.

"Kurang ikhlas kali,"  balas Zia, acuh

Dimas menatapnya kesal. "Itu udah paling iklhas kali."

"Mungkin, bukan itu caranya." Kania membuat pandangan Dimas dan Zia terfokus padanya.

"Terus gimana Kak?" tanya Zia, sementara Kania kembali diam dan berpikir.

"Apa gue harus cium lo kayak di film-film," ucap Zia asal.

Zia hanya mencoba mencairkan suasananya, tapi Dimas menganggapnya serius. Dimas melotot ke arah Zia, sementara Zia terlihat tenang tanpa merasa bersalah dengan perkataannya.

Setelah cukup lama diam, Kania mengemukakan pendapatnya. "Begini, coba ceritakan kejadian tadi dari sudut pandang kamu, saya sudah dengar sudut pandang Dimas. Mungkin dari sana kita bisa tahu alasan Dimas berubah dan menemukan pemecahan masalahnya."

Zia memulai ceritanya. Ia menceritakan semua yang dia ingat. Beberapa bagian cerita sempat di protes oleh Dimas, karena menurut Dimas itu tidak seperti yang terjadi. Zia tak terlalu menanggapinya dan terus menceritakan semua dari sudut pandangannya.

"Jadi kak, menurut kakak gimana?" tanya Zia setelah mengakhiri ceritanya.

"Setelah mendengar cerita Zia, sepertinya Dimas perlu minta maaf pada semua gadis yang ia sakiti. Em, mungkin, mantan-mantannya."

"Jadi gue harus minta maaf sama mantan-mantan gue?!" Dimas lemas seketika. Rasanya hancur sudah harga dirinya.

"Udahlah kagak usah lebay. Gue temenin. Gue tanggung jawab nih," ucap Zia.

Kutukan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang