Pintu kafe terbuka, membiarkan langkah Dimas menghantarkan dirinya ke dalam kehangatan dan keramaian. Saat sampai di dalam, mata Dimas berusaha menyisir ruangan, berharap menemukan seseorang yang ia cari. Bibirnya secara otomatis tersenyum saat melihat orang yang ia cari sedang berada di tempat pemesanan. Lia, gadis yang Dimas cari, tengah mencatat pesanan salah satu pelanggan.
Dimas perlahan mendekat dan berdiri tepat di belakang pelanggan yang Lia layani. Dimas mengamati Lia yang sedang bekerja. Gadis itu selalu ramah dan murah senyum saat melayani pelanggan. Sesekali ia mengulangi apa yang pelanggan katakan, mengoreksi jika ada kesalahan. Dimas serasa terbius karena Lia. Rasanya campur aduk saat melihat gadis itu dihadapannya. Karena terlalu fokus dengan Lia, Dimas sampai tidak sadar kalau pelanggan di depannya sudah selesai memesan.
"Maaf mbak, ada yang bisa di bantu?" Lia menyadarkan Dimas dari pikirannya.
Dimas terlihat kikuk. Ia berusaha menenangkan dirinya. "Aku Vania, kamu Lia kan?" Untung saja ia tidak lupa pada kalimat yang ia susun semalaman.
Lia tersenyum ramah. "Iya, tapi maaf ya Vania. Kita tidak bisa mengobrol sekarang. Saya sedang bekerja."
"Tenang saja. Tunggu ya." Dimas tiba-tiba berjalan masuk dan menuju ruangan manajer.
Lia terkejut, ia ingin menyusul Dimas, tapi ada seorang pelanggan yang memesan makanan. Lia berusaha tersenyum ramah pada pelanggan yang baru datang meski begitu pikirannya tetap memikirkan keberadaan Dimas. Tangan Lia mencatat pesanan pelanggan, tapi matanya sesekali melihat ke arah ruang manajer. Ia tanpa sadar membuat kesalahan dalam pencatatannya, beruntung pelanggannya kali ini baik dan memahami Lia.
Lia selesai mencatat pesanan pelanggan, bersamaan dengan Dimas yang datang menghampirinya. Dimas nampak tersenyum senang saat melihat Lia.
"Ayo kita ngobrol. Aku sudah izin, nanti kamu di ganti sementara sama pegawai yang lain." Dimas kembali tersenyum saat melihat raut kebingungan Lia. Perasaannya kembali membaik setelah melihat Lia. Tadi di dalam ia sempat di buat kesal oleh manajer Kanya Cafe karena sempat menolak untuk memberikan izin dan malah mencaci Dimas. Namun, semua teratasi saat Dimas menyebut nama Kania bahkan mengancam akan menelepon Kania jika tidak mendapatkan izin.
"Ayo Li." Dimas menarik tangan Lia perlahan untuk mengikutinya. Lia masih bingung, sementara Dimas merasa canggung karena tangannya yang menggenggam tangan Lia.
Mereka berhenti di meja yang berada di pojok kafe. Tempat yang menurut Dimas cocok untuk berbincang dengan Lia.
Saat mereka tiba di pojok kafe, Dimas melepaskan genggaman tangannya dari tangan Lia. Dengan senyum ringan, Dia menawarkan tempat duduk di meja yang tenang.
Mereka sempat terdiam sebelum akhirnya Dimas memulai pembicaraan. "Aku ingin bicara sesuatu," ucap Dimas serius sambil duduk.
Lia mengangguk, duduk di kursi di hadapan Dimas tatapan penuh tanya. "Ada apa?"
Dimas menghela nafas. Ia mempersiapkan diri untuk mengucapkan semua kata yang ia rangkai kemarin malam. "Atas nama Dimas, aku minta maaf. Dimas merasa sangat menyesal atas kejadian beberapa tahun lalu. Ia menyadari kesalahannya dan berharap bisa memperbaiki semuanya."
Lia mendengarkan perkataan itu dengan serius. Matanya terlihat penasaran. "Kenapa Dimas tidak mengatakannya sendiri?"
"Dia masih takut bertemu denganmu dan mengungkapkan semuanya. Ia benar-benar merasa bersalah padamu." Dimas mengatakannya sesuai dengan fakta. Ia awalnya merasa takut dan canggung untuk bertemu Lia, tapi semalaman ia terus berpikir agar bisa mengungkapkan semuanya secara langsung.
Lia tersenyum, seakan mengerti apa yang Dimas rasakan. "Sampaikan pada Dimas, aku sudah memaafkannnya. Aku tidak pernah merasa ia memiliki masalah denganku," ucap Lia dengan tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan [End]
Romance⚠️⚠️⚠️ PERINGATAN!!! Jika kalian merasa cerita ini di luar nalar dan tidak masuk akal, berarti kalian belum sampai pada endingnya. Apa jadinya jika kamu dikutuk menjadi seorang wanita hanya gara-gara ingin meminta nomor seorang gadis yang tidak kam...