Prolog
"Dira, mulai sekarang kita sahabatan ya? Janji?" Begitu kata Arkan tiga tahun lalu ketika kami masih mengenakan seragam putih abu-abu.
Aku mengangguk setuju sembari melingkarkan jari kelingkingku kepada jari kelingkingnya dan mengulum senyum. Semuanya berjalan begitu baik, menyenangkan, dan indah. Bahkan Arkan sudah mengenal baik keluargaku, begitu pun aku kepada keluarganya. Sampai akhirnya sebuah kalimat dan tindakan yang tidak pernah aku dengar dari lelaki yang bukan ayah untukku dari Arkan membuatku merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan lagi sekadar bahagia. Lebih dari itu.
"Dira, aku sayang banget sama kamu. Jangan pernah tinggalin aku ya? Aku butuh kamu." Begitu kata Arkan satu tahun yang lalu selepas perpisahan sekolah berakhir yang kubalas dengan anggukan pasti dan kami berpeluk.
Arkan memelukku erat seolah aku benar-benar tidak boleh pergi darinya dan aku akan selalu dia jaga. Aku percaya itu. Aku sungguh percaya kalau Arkan tidak akan menyakitiku. Benih-benih perasaan lebih dari sahabat itu muncul semenjak Arkan memberi ruang hangatnya untukku dengan peluk. Aku pun menyadari bahwa aku juga sudah sangat menyayanginya sejak dulu. Tapi kali ini berbeda. Lama-lama aku mencintainya.
Aku pun sadar bahwa mencintainya merupakan perasaan terbodoh yang pernah tumbuh di dalam hatiku. Mengapa begitu? Karena aku tahu Arkan bukan lelaki setia dalam sebuah hubungan asmara, tapi kenapa aku mesti menjatuhkan harap bahwa Arkan akan menjadi milikku selamanya. Padahal aku juga tahu, Arkan sudah punya kekasih yang tentu saja bukan aku. Kekasih yang bisa kapan saja berganti-ganti sesuka hatinya tanpa rasa bersalah. Aku hanya sahabatnya. Sahabat perempuan satu-satunya.
Aku sudah pernah mencoba untuk terbuka dengan laki-laki lain agar aku tidak hanya punya Arkan, tapi olehnya aku tidak pernah boleh berhubungan dengan laki-laki lain. Sisi lain, meskipun aku telah membuka diri, aku tetap tak bisa mencintai orang lain selain dia. Arkan selalu tidak suka jika aku punya teman dekat laki-laki lain kecuali dirinya. Bahkan siapa pun orang yang berani menyakitiku, entah itu laki-laki, perempuan, atau pacarnya sendiri, Arkan pasti akan mencari dan melabrak atau membalasnya. Aku tidak pernah mengerti apa maksud seluruh perlindungan dan perhatiannya padaku yang kurasa berlebih itu.
Aku hanya seringkali bertanya seperti, adakah cinta? Tapi ujung-ujungnya pertanyaan itu hanya mampu kugantung dalam kepala. Selain karena alasan klise untuk menjaga persahabatan, juga karena pada akhirnya aku tahu, Arkan akan mempunyai cerita baru selanjutnya tentang perempuan-perempuan yang akan menjadi sasaran permainan asmaranya. Berkali-kali aku mencoba untuk menasihatinya agar dia berhenti mempermainkan perasaan perempuan, tapi Arkan tidak melakukannya. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.
Terakhir, aku patah hati. Mengapa begitu? Hari ini, malam ini, beberapa jam yang lalu selepas Arkan mengantarku pulang dari alun-alun kota. Jika saja Arkan tidak perlu mengatakan sesuatu hal yang akan membuatku kecewa, perasaan cintaku yang diam-diam ini kepadanya tidak akan menjadi luka dalam bagiku. Tapi sayangnya, dia membuatku merasa kalau apapun perasaan yang aku punya untuknya tidak dia hargai. Dia bilang.
"Dira, Jangan pernah jatuh cinta sama aku ya. Jangan pernah nunggu aku." Begitu katanya padaku saat kami berhadap-hadapan.
Pada detik itu, atmosfer di sekitarku terasa menusuk. Tatapan matanya yang meyakinkan dan begitu serius membuatku tak sanggup harus membalas tatapnya lama-lama. Sakit sekali mendengar pernyataan Arkan yang secara nyata telah menandakan penolakan keras untukku mencintainya. Aku mati-matian menahan tangis sambil bersandiwara dengan tawa dan mengatakan bahwa aku tidak mungkin mencintainya karena kita hanya sebatas sahabat.
Orang yang kupikir tidak akan pernah menyakitiku, justru baru saja membuatku begitu hancur. Saat itu juga aku ingin pulang. Ingin menangis semalam. Sekarang, air mataku tak bisa kutahan. Ia terus mengalir meski sudah berkali-kali aku menghapusnya. Hatiku begitu sakit. Aku marah pada keadaan. Kenapa Arkan melarangku mencintainya, sementara perlakuannya padaku sungguh tidak biasa?
Apa arti pelukannya? Apa arti genggaman tangannya? Apa arti dia melindungiku? Apa arti dia tidak mengizinkan aku pergi darinya? Untuk apa? Rasanya tidak adil jika ini salahku yang terlalu membawa perasaan. Ingin sekali menjauh darinya dalam beberapa waktu, tapi Arkan mungkin akan curiga. Aku sakit hati padanya, tapi aku juga tidak sanggup untuk benar-benar menjauh darinya. Lantas, mengapa aku masih begitu kukuh bertahan untuknya? Padahal aku sadar ini menyakitkan. Ya itu dia, karena aku cinta.
-----------------------------
Jangan lupa VOTE / Komen ya! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Merayakan Cinta ✔ [NEW]
RomanceDira Ayanatalia, perempuan yang sadar seutuhnya bahwa kisah cintanya tidak pernah mulus seperti ekspetasinya. Termasuk diam-diam jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri yang ia tahu tidak pernah setia dalam berhubungan asmara, Arkan. Semula rasa cinta...