Malvaras-06

8K 678 121
                                    

Setelah pergi ke psikiater, ada sekidit perubahan pada diri Alvin. Meskipun Alvin masih bersikap datar, setidaknya Alvin sudah tidak menghancurkan barang-barang karena permasalahannya dengan Ara.

Ada satu kalimat yang sampai sekarang Alvin pikirkan. Jika kamu tidak ingin kehilangan orang yang kamu sayang, kamu harus memperlakukan orang itu dengan baik. Beri dia perhatian dan senyuman.

Setelah tidak masuk selama beberapa hari, sudah cukup bagi Alvin untuk menenangkan dirinya. Apalagi dua hari yang lalu dia bertemu dengan Ara, rasa rindunya kepada gadis itu sedikit terobati.

Pagi ini, Alvin sudah bersiap dengan rombongan anggota OSIS. Selaku ketua OSIS, sudah menjadi kewajiban Alvin untuk datang lebih awal dari yang lainnya. Alvin dan anggota OSIS lainnya sudah berjejer rapi di depan gerbang sekolah, memeriksa murid-murid yang melanggar peraturan sekolah.

Alvin telah menjabat sebagai ketua OSIS satu yang lalu, melalu voting seluruh murid yang ada disini. Hanya terdapat dua kandidat yang terseleksi. Alvin unggul dengan presentase sembilan puluh sembilan persen, sedangkan lawannya hanya mendapatnya satu persen.

Alvin yang notabene menjadi idola murid-murid disana tentu mendapatkan nilai yang unggung. Belum lagi prestasi-prestasi yang Alvin raih, menjadi poin plus untuknya. Namun, beberapa minggu lagi masa jabatan Alvin harus berakhir, dikarenakan Alvin sudah menduduki kelas dua belas. Dimana para siswa-siswi dilarang untuk mengikuti organisasi.

“KALIAN SEMUA YANG GA PAKEK ATRIBUT LENGKAP, BARIS DI SEBELAH KIRI!”

Ketika anak OSIS sibuk dengan murid-murid yang tidak beratribut lengkap, ada satu laki-laki yang melewati mereka dengan santainya. Baju yang tidak dimasukkan, rambut acak-acakan, dasi dan ikat pinggangpun tidak dipakai.

“Lo ga boleh masuk dulu, atribut lo ga lengkap!” Alvin menghadang laki-laki itu dengan tangan kanannya. Sesungguhnya Alvin sudah jengah dengan ulah laki-laki ini. Setiap hari melanggar aturan. Ada aja kesalahan yang dia perbuat.

Dia adalah Joshe Andreas Saputra, laki-laki yang kerap di sapa Deas. Siapa yang tak kenal Deas, laki-laki memiliki pamor yang sama dengan Alvin. Jika anak IPA mempunyai Alvin yang menjadi unggulan mereka. Anak IPS memiliki Deas biang dari segala kerusuhan yang ada disekolah ini.

“Emang kenapa kalau atribut gue ga lengkap? yang penting kan gue ganteng!”

“Lo mau sekolah atau mau jadi boyband?! Tampang lo disini ga berlaku!”

“Baru jadi ketua OSIS aja songgongnya minta ampun!”

“Baris di sana!”

Deas tak menggubris perkataan Alvin. Dia melenggang pergi begitu saja, dengan sigap Alvin menrik tangan Deas dan membawa Deas ke barisan murid-murid yang tidak memakai atribut lengkap.

Alvin melepaskan tangannya, karena matanya terfokus pada seorang gadis yang baru memasuki pagar sekolah. Alvin tak lagi memperdulikan Deas, menyerahkan Deas pada anak OSIS lainnya.

Alvin menghampiri gadis itu yang kini telah ada di barisan terdepan murid-murid yang terlambat.

"Belum ada seminggu ga berangkat bareng aja udah telat."

Ara mengerjap, saat mengetahui Alvin kini sudah ada dihadapannya. Ara kembali menundukan kepalanya, benar-benar di luar dugaan. Harusnya Ara berfikir sebelumnya. Jika dia telat, sudah pasti akan bertemu dengan Alvin.

"Bukan urusan kamu! Kamu minggir sana?"

"Ngusir?"

"Iya!"

Ara meminta siswi yang ada di belakangnya untuk bertukar posisi. Jika terus-terusan kayak gini yang ada Ara gagal moveon akut!

Alvin tak menyerah, dia kembali menghampiri Ara dengan menyuruh siswi disana menyingkir. Alvin, menatap Ara yang wajahnya terlihat pucat.

"Kamu sakit?"

Ara mendongak, menghela nafas kasar saat melihat Alvin lagi. Ni orang kenapa sih ngikut mulu?

"Kita ke uks!"

Tanpa menunggu balasan dari Ara, Alvin terlebih dahulu menarik pergelangan tangannya. Mata Ara membulat sempurnya, dia mencoba melepaskan tangan Alvin, namun tak bisa. Tenaganya tak cukup kuat. Karena memang hari ini dirinya tidak enak badan, persis seperti perkiraan Alvin.

Ara hanya bisa menunduk malu saat semua pasang mata menatap mereka. Alvin menggandeng dirinya didepan banyak orang. Ini mereka udah putus loh, kenapa malah gini?

Melihat Ara yang dibawa paksa oleh Alvin, membuat Deas hendak menyusul mereka berdua. Namun, sayang langkahnya terhenti oleh seseorang.

"Mau kemana lo?!" Tsana mencekal tangan Deas untuk menghentikan laki-laki itu. Kebetulan sekali Tsana adalah anggota OSIS juga.

"Eh, anak buahnya si triplek, lo ga usah ikut campur ya!"

Tsana jelas tau untuk siapa panggilan tersebut dilayangnya. Tentu untuk ketua OSIS mereka.

"Atribut lo ga lengkap! Kalau mau pergi ya harus di hukum dulu lah!"

"Kalau gue ga mau emang kenapa?"

"Gampang sih, tinggal gue aduin sama Bu Vera. Bu Ver--"

Deas membungkam mulut Tsana dengan telapak tangannya. Bagi Deas, anak OSIS itu ga ada yang asik. Rese semua!

"Oke, gue ga pergi!"

***

"Makan dulu."

Alvin memberi Ara sebuah roti dan air mineral yang dia dapatnya dari hasil merampas milik Kezio, sepupunya. Tentu saja itu tanpa sepengetahuan Ara.

Ara hanya pasrah menerima perlakuan Alvin. Perutnya tidak bisa dikompromi, lebih baik dia memakan roti dari Alvin. Ara sesungguhnya tidak nyaman dengan keadaan seperti ini, kecanggungan menyelimuti mereka. Ara juga merasa aneh dengan sikap Alvin, laki-laki itu tidak biasanya seperti ini. Dulu saja, saat mereka masih pacaran, Alvin sama sekali tidak pernah memperdulikannya. Sekarang, giliran udah putus, malah dibikin baper.

"Kamu kenapa?" Alvin menyerit heran melihat Ara yang terus menatapnya.

"Harusnya aku yang tanya. Kamu ini kenapa, Kenapa masih aja gangguin aku?"

Ara berfikir, bukankah seharusnya tidak ada cerita lagi untuk Alvin? Tapi kenapa malah laki-laki itu terus muncul dihadapannya.

"Emang kalau udah putus ga boleh jadi temen?"

Ara mengleha nafasnya kasar. Mana ada temen kayak gini?

"Aku udah lepasin kamu, Vin. Jadi lebih baik kamu pergi."

Hati Alvin rasanya sakit saat Ara mengucapkan kalimat itu. Alvin berfikir, apakah dia terlalui menyakiti Ara hingga Ara berubah sejauh itu?

Alvin bangkit dari duduknya, sebelum melenggang pergi. Alvin mengarahkan tangannya untuk mengusap rambut Ara, tanpa mengucapkan apapun dan dengan tatapan datar.

Ara mematung, selama dua tahun mereka berpacaran, Alvin tak pernah melakukan hal ini.

Setelah memastikan Alvin pergi, Ara memegangi jantungnya yang berdetak tak karuan.

"Ambyar lagi kan!"

***

Next atau ga?

MalvarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang