Malvaras-08

6K 619 98
                                    

"Kamu belum balikan sama Ara?"

Alvin mendongak sebentar, kemudian menggeleng. Setelah itu, Alvin kembali fokus mengaduk-aduk makanannya.

Alya menghela nafasnya kasar. Ternyata benar, Ara sangat berpengaruh dengan kehidupan putranya. Melihat Alvin yang seperti ini, mengingatkan dirinya kepada sang suami. Alya tak menyangka jika apa yang dialami suaminya dulu menurun kepada putra bungsu mereka.

Saat pertama kali melihat Ara, Alya mengira gadis itu akan sepertinya. Seperti dirinya dulu yang bisa merubah sikap suaminya karena cinta. Namun, ternyata kisah cinta Alvin dan Ara tak semulus itu. Mungkin, jika Alvin jujur tentang kondisinya, semuanya tidak akan serumit ini.

Ara, gadis itu satu-satunya wanita yang bisa membuat putranya jatuh cinta. Entah harus senang atau sedih. Tak bisa Alya pungkiri, semenjak mereka berpisah, Alvin mau merubah sikapnya. Putranya itu tidak ingin kehilangan Ara karena sikap yang dia miliki. Namun disisi lain, Alya tak tega melihat Alvin yang murung dan terus-terusan mengunci dirinya dikamar.

"Kemaren Bundanya Ara telfon, katanya Ara dianter pulang sama cowok."

"Itu Deas."

"Loh, ternyata kamu udah tau. Terus kamu diem aja gitu Ara pulang sama cowok lain?"

"Aranya yang mau. Ara juga ga mau pulang sama aku."

Alya tersenyum, dia bisa melihat raut kekecewaan yang terpancar dari wajah sang putra. Alya juga tak menyalahkan Ara. Gadis itu pasti masih kecewa dengan sikap Alvin, atau bahkan membenci Alvin.

Tidak ada wanita yang tidak sakit hati jika diperlalukan buruk oleh orang yang dicintai. Alya pernah merasakan posisi itu.

"Kalau kamu ngalah terus, yang ada Ara jadian sama cowok itu. Sini mama kasih tau caranya biar Ara mau pulang bareng sama kamu."

Alvin mendekatkan dirinya kepada Alya, kemudian Alya membisikan sesuatu yang membuat Alvin tercengang.

Alvin berkifikir sejenak, mungkinkah dia melakukan hal seperti itu?

"Mama yakin?"

***

Kini Alvin sedang berada di parkiran. Setelah di pikir-pikir, ide dari Mamanya tidaklah buruk. Mungkin ini bisa menjadi satu langkah lebih unggul dari Deas.

Kamu kempesin aja ban motornya Deas. Kalau gitu kan kamu bisa pulang sama Ara.

Saat mengingat kalimat dari Alya, tekat Alya semakin kuat.

Alvin menuju dimana motor Deas terparkir. Setelah itu, Alvin menusukan paku pada ban depan motor tersebut. Alvin rasa ini masih belum cukup. Alvin menggantungkan ban tersebut ke atas pohoh. Melihat parkiran yang tidak ada orang, Alvin yakin tidak akan ada yang tau perbuatannya. Toh, siapa yang akan mengira orang seperti Alvin akan melakukan hal kekanakan seperti ini.

Setelah melihat parkiran mulai ramai, Alvin segera menuju motornya yang kebetulan tidak jauh dari motor Deas.

Mata Alvin memanas saat melihat Ara yang berjalan beriringan bersama Deas. Belum lagi Ara terlihat mengembangkan tawanya saat Deas berbicara. Alvin mencoba menetralkan emosinya, dia tak mungkin mengamuk disini.

"Loh, ini ban motor gue kemana?"

Deas hanya bisa cengo saat melihat ban motor miliknya hilang entah kemana.

"Ini pasti ada yang ngerjain kamu."

Deas menaikan sebelah alisnya. Emang siapa yang mau ngerjain dia? Orang anak-anak yang suka bikin rusuh di sekolah ini aja anak buahnya semua.

Deas mengedarkan pandangannya, hingga dia menemukan ban motornya berada di atas pohon.

"Ada disana, Ra, ternyata."

Ara menoleh kearah yang di tunjuk oleh Deas. Ara tak mengerti siapa orang yang telah melakukan hal kekanakan seperti ini.

"Kalau gitu aku minta jemput aja ya, soalnya aku buru-buru."

"Maaf ya, Ra. Aku jadi ga bisa anterin kamu."

"Iya gapapa, kalau gitu aku kedepan dulu ya."

Deas mengangguk. Setelah itu, Deas berusaha mengambil ban motornya dengan naik keatas pohon. Saat ban tersebut sudah ada ditangannya, Deas dibuat tercengang lagi saat terdapat sebuah paku yang menancap di ban motornya.

Deas segera menghubungi montir untuk memperbaiki motornya. Kalau tidak, Deas tidak akan bisa pulang ke rumah.

***

Ara bergerak gelisah, mungkin hari ini dia sedang sial. Setelah Deas yang tidak bisa mengantarkannya pulang, kini ponselnya lowbat. Membuat dirinya tidak bisa menghubungi supirnya untuk menjemputnya. Padahal hari ini dia harus pulang cepat, karena kedua orang tuanya harus pergi ke luar negri untuk urusan pekerjaan. Jika Ara pulang terlambat, orang tuanya akan ketinggalan pesawat. Karena mereka tak mungkin berangkat sebelum Ara pulang.

"Ayo pulang."

Ara menoleh kebelakang, dan melihat Alvin yang sudah ada di motornya.

"Kamu kalau mau pulang ya pulang aja sih, ngapain ngajakin aku segala."

"Kamu ga pantes galak kayak gitu."

"Sejak kapan kamu peduli sama aku!"

Alvin tak ingin membalas perkataan itu. Lebih baik dia kembali fokus pada tujuannya mengantar Ara pulang.

"Ayo, aku anter pulang. Kamu mau sampe malem disini?"

Ara berfikir sejenak. Ini bukan saatnya menolak tawaran Alvin.

"Oke, tapi aku terpaksa ya. Inget, digaris bawahi. Aku ini terpaksa."

"Iya."

Akhirnya Ara naik ke motor Alvin, membuat Alvin bernafas lega. Meskipun gadis itu terus berguman kata terpaksa.

"Kamu jangan pd dulu ya. Aku mau kamu anterin pulang, bukan berarti aku masih suka sama kamu."

"Iya."

Hanya itu yang bisa Alvin katakan. Biarkanlah Ara berkata apa, yang terpenting kini gadis itu ada bersamanya.

Saat di perjalanan, tanpa disangka hujan tiba-tiba turun. Membuat Alvin otomatis menghentikan motornya.

"Mau neduh dulu atau lanjut?"

"Lanjut aja, Bunda udah nungguin. Lagian hujannya ga deres banget."

Alvin mengangguk, kemudian melepaskan jaketnya dan memberikannya kepada Ara.

"Pakek aja."

Ara mengerjapkan matanya, kenapa Alvin bisa semanis ini. Bahkan saat mereka masih berpacaran, Alvin tak pernah melakukan hal seperti ini. Ara sangat ingat, saat Alvin membiarkannya kedingingan ditengah guyuran hujan sebelum mereka berpisah.

Ara menerima jaket Alvin dengan gemetar. Tak bisa Ara pungkiri, hal kecil seperti ini bisa membuat jatung Ara tidak baik-baik saja.

"Sebenernya mau kamu apa sih, Vin?"

"Aku sih maunya balikan, kalau kamu mau."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Alvin kembali menjalankan motornya. Sedangkan Ara dibelakang hanya bisa melongo. Kini wajah Ara merah menahan malu. Alhasil jaket yang Alvin berikan kini malah dia gunakan untuk menutupi wajahnya. Ini Alvin kesambet apa sih?

***

Next atau ga?

Next kalau vote tembus part sebelumnya dan komennya tembus 100 ya.

Kalau mau update cepet, vote dan komen sebanyak-banyaknya ❤

MalvarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang