31

686 44 0
                                    


Tiga bulan telah berlalu, selama itu pula Dirga sibuk dengan pekerjaannya dan juga bimbingannya. Hari - hari Dirga kini terasa berbeda bahkan lebih hidup. Hubungannya dengan Dwiki dan Rasti yang memutuskan tinggal di Bandung karena kakak sepupunya itu mendapat pekerjaan tetap disana mulai membaik walaupun tidak sehangat dulu.

Hal itu cukup membuat kedua orang tuanya dan juga Disa cukup terkejut. Pagi ini Dwiki dan Rasti datang berkunjung ke kediaman mereka yang masih disambut dengan hangat oleh Deas dan Kinka. Ini adalah kunjungan pertama mereka setelah dua bulan yang lalu pindah ke Bandung. Kedatangan keduanya mengejutkan pasangan suami istri yang masih nampak harmonis di usia mereka yang tidak lagi muda. Mereka terkejut dengan kedatangan keduanya yang tiba - tiba, dan mereka khawatir dengan respon Dirga nantinya.

Sayang kekhawatiran mereka kini berubah menjadi keterkejutan saat Dirga menyapa keduanya sebelum berangkat bekerja. Saat mobil Dirga meninggalkan kediaman mereka. Deas tanpa berbasa basi langsung bertanya "apakah Om sedang bermimpi? Bukankah tadi Dirga menyapa kalian bukan?" Tanya Deas masih terkejut dengan apa yang ia lihat.

Dwiki lantas terkekeh mendengar pertanyaan Omnya, ia langsung menjawab "Om sama sekali tidak bermimpi, Dirga memang menyapa kami"

Deas berbinar bahagia. Ada perasaan lega yang ia rasakan saat tahu putranya sudah menunjukan perubahan yang cukup baik "apakah kalian sudah berbaikan?" Tanya Deas penasaran

"Siapa yang berbaikan?" Tanya Kinka yang baru saja datang dari dapur membawa nampan berisi minuman dan cemilan

"Alhamdulillah Om, tante. Kami dan Dirga sudah berbaikan sejak dua bulan yang lalu. Dirga memaafkan kami walaupun tidak bisa menjanjikan akan bersikap hangat seperti dulu"

Seketika Deas dan Kinka mengucap syukur. Akhirnya putra sulung mereka memutuskan berdamai dan berbaikan dengan saudaranya. Walaupun putra mereka tak bisa bersikap hangat seperti dulu, tapi mengetahui mereka telah berbaikan saja bahkan sudah lebih dari cukup.

"Semua ini juga berkat mahasiswi bimbingan Dirga. Kami harus mengucap terima kasih padanya karena membujuk Dirga untuk menyelesaikan masalah kami" tambah Rasti mengelus perut buncitnya

"Mahasiswi bimbingan?"

"Maksudmu karena Faya?" Tanya Deas dan Kinka secara bersamaan yang langsung membuat Rasti terkekeh gemas sekaligus mengangguk mengiyakan pertanyaan kedua orang tua Dirga.

.
.
.

Disisi lain, tepatnya di salah satu ruangan yang ada di fakultas Ekonomi. Nampak seorang gadis mengenakan kemeja putih, bleaser hitam dan mengenakan celana kain hitam nampak sangat gugup.

Setelah berjuang dan melewati hari - hari yang melelahkan saat mengerjakan skripsi. Akhirnya, hari ini ia akan menghadapi sidang skripsi. Faya bersyukur atas pencapaiannya hari ini karena, ia yang mengerjakan skripsi paling telat bahkan mendahului Wisnu dan Nadia hingga mencapai tahapan sidang skripsi ini.

Hari ini adalah hari luar biasa mendebarkan untuk Faya. Tapi Alhamdulillah, semua berkat pertolongan dari Allah SWT semuanya bisa ia lalui dengan baik, lancar dan berakhir dengan nilai "A+"

Sungguh sesuatu hal yang diluar dugaan Faya yang akan mendapat nilai tinggi dalam sidang skripsinya. Ia lantas menyalami para dosennya dan terus mengucap terima kasih yang sebesar - besarnya.

Saat ia mengalami pak Hadi yang baru saja pulang dan kembali mengajar satu bulan yang lalu, beliau berkata bahwa ia selalu menjadi mahasiswi favorit dan kebanggaannya. Tak dapat membendung air matanya, Faya menangis haru.

Seluruh dosen telah meninggalkan ruangan sidang, Dirga lebih memilih keluar paling akhir. Alasannya karena ia tak ingin berdesakan dengan dosen - dosen lain, akhirnya ia memilih menunggu.

Faya yang menyadari keberadaan Dirga lantas menghampirinya. Faya kembali mengucapkan terima kasih untuk kesekian kalinya pada Dirga.

"Pak terima kasih banyak sudah sabar membimbing saya, terima kasih karena berkat bapak saya mendapat nilai terbaik yang bahkan tidak pernah saya bayangkan"

"Itu bukan karena saya, tapi karena hasil usaha dan kerja kerasmu" balas Dirga.

"Biarpun demikian, tetap saja apa yang saya dapatkan berkat bantuan bapak juga" balas Faya bersikukuh.

Awalnya Dirga berniat iseng, ia lalu berkata "dari pada terus berterima kasih, bagaimana kalau kamu bayar saya dengan pelukan? Entah kenapa saya rindu pelukan kamu" Faya cukup terkejut dengan perkataan dosennya, namun tak urung ia pun mengikis jarak dan memeluk Dirga. Jujur saja Faya rindu berada dalam dekapan hangat dosennya, ia juga rindu aroma apel dan mint yang menguar dari aroma tubuh dosennya.

Faya tak tahu ada apa dengan dirinya, ia tak tahu mengapa ia memeluk Dirga dalam keadaan sadar. Yang ia tahu, ia selalu merasa nyaman dan aman dalam dekapan dosennya itu.

Suara batuk dari seseorang menyentak keduanya dengan perasaan mereka masing - masing. Faya melepaskan pelukannya begitupun Dirga. Keduanya menoleh keasal suara dimana Pak Hadi menampilkan cengiran dan tatapan jahil kepada keduanya. Alisnya naik turun menggoda Dirga dan Faya yang kini wajah mereka berdua memerah.

"Saya nggak maksud mengganggu loh yah, kunci mobil saya ketinggalan" kata pak Hadi polos

.
.
.
.
.

TBC

Written on Des 14th, 2019

Nona Goblin is Mine [Tahap Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang