Senyumku tak pernah luntur sedikitpun, semakin ku eratkan pelukanku dalam dekapannya. Pelukan hangat yang selalu dapat menenangkan hatiku, membuatku merasa nyaman apapun keadaannya dan membuatku betah berlama menyandarkan kepalaku di atas dadanya.
Tanganku mulai bergerak menyentuh wajah tampannya yang tanpa cela, menyisir rahangnya yang kokoh menggambarkan betapa tegasnya ia saat sedang bersikap. Tubuhnya begitu atletis, setiap bagian mempunyai otot yang keras. Aroma maskulin tubuhnya selalu dapat menghipnotisku untuk terus mengendus tiap inci tubuhnya.
Belaian lembutnya ini membuatku ketagihan, sentuhan jemarinya di wajahku membuatku merasa amat nyaman. Dia sungguh membuatku gila, semua dalam dirinya menjadikan candu untukku. Ku ingin terus bersamanya, memiliki secara penuh, dan mengukuhkan dia adalah pria-ku, hanya milikku seorang.
Teringat pertama kami bertemu, dia begitu sempurna. Datang bak pahlawan pemberani disaat diriku tengah dalam kesulitan. Membuatku tak akan pernah terlupa jika bukan karena dirinya mungkin aku sudah tidak akan lagi berada di sini. Menghajar para keparat itu dengan gagah berani seorang diri meski yang ia hadapi berjumlah tiga orang. Benar benar menghabisi mereka sampai mereka hampir sekarat.
Hingga merengkuh tubuhku untuk menenangkanku, berkata semua baik baik saja dan tak ada yang bisa menyakiti aku lagi, aku sudah aman dan mereka tak akan bisa menyentuhku lagi. Kata katanya masih saja mengiang di kepalaku, bahkan tak akan mungkin bisa kulupakan. Sehingga dapat terus mengingatkanku mengenai betapa berartinya dia di dalam hidupku.
Itu semua sudah beberapa bulan yang lalu hingga sampai ku tahu bahwa dia adalah salah satu karyawan di perusahaan milik ayahku. Intensitas pertemuan kami makin meningkat kala ayahku mulai mempercayakan perusahaannya untuk kuteruskan.
Mungkin awalnya dia merasa canggung denganku, dengan sikap awalnya yang selalu formal saat bertemu denganku. Itu semua membuatku tidak nyaman, aku tidak ingin di anggap berkedudukan lebih tinggi darinya. Dia sangat berjasa dalam hidupku, aku ingin dianggap teman olehnya karena dia sudah menyelamatkan nyawaku.
Awalnya mungkin ingin dianggap teman namun makin lama perasaan ini muncul. Dengan gilanya aku menginginkan posisi lebih dari sekedar teman di hidupnya. Kami menjadi makin dekat dan lebih dekat tiap harinya. Hingga kedekatan kami menjadi seperti sekarang, hingga aku sampai dengan nyamannya mengistirahatkan tubuh lelahku pada dada bidangnya ini.
Aku ingin memilikinya dengan penuh, aku tak peduli apapun statusnya. Yang kuingin hanya dia menjadi milikku. Seorang Kim Suho hanya untuk Minato Sana.
Drtttt.... drttttt...
Getaran ponsel itu membuat kenyamanku terusik, Suho langsung mengambil ponselnya yang dia letakkan di atas nakas meja. Aku merubah posisiku menjadi sedikit terduduk, diam diam mencuri lirik kearah ponselnya.
Aku hanya bisa tersenyum kecut saat dilayar menampilkan nama seorang wanita, Suho menatapku dengan wajah bersalahnya dan itu yang paling tak bisa kutahan. Aku tak sanggup menatap wajah bersalahnya itu, memilih untuk menatap kearah lain untuk sedikit mengurasi rasa sesak di dalam dadaku ini.
‘halo Irene?’
Bibir bawahku ku gigit kuat, sungguh hatiku merasa sakit mendengar nama wanita lain tersebut oleh bibir priaku ini. Tetapi aku bisa apa? Aku hanya kekasihnya, sedangkan wanita itu adalah istrinya. Ya istri sah nya, sednagkan diriku mungkin akan dianggap orang sebagai benalu yang mencoba merusak rumah tangga orang lain, benalu yang menumpang hidup pada pohon besar.
‘apa?’
Kembali ku lirik Suho saat nada bicaranya terdengar begitu terkejut, dia ikut melirik kearahnya yang namoal gelisah tetapi tak lama dia kembali fokus pada istrinya yang sedang berbicara di sebrang. Aku tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicara, tetapi aku bisa menangkap ada sesuatu yang serius tengah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sana's Oneshoot
General FictionOneshoot kpop. Cuman oneshoot dengan castnya Sana, namanya juga karangan ya ceritanya pasti ngarang lah. Gak usah baca kalo gak suka. Terimakasih