Asha | 3

302 31 1
                                    

Sejak tadi Asha masih enggan untuk beranjak dari kasurnya. Sudah 5 bulan, Mahesa tidak datang kepanti. Mahesa bukan menghilang tanpa sebab,karena ia harus keluar kota dalam beberapa bulan untuk menjalani urusan kantornya. Dan Asha sangat mengerti,pasti Mahesa sangat sibuk. Ia juga sadar diri kalau ia hanya sekedar teman biasa,tanpa ada ikatan apapun.

Hatinya tergerak untuk pergi dari kamarnya,kemudian ia duduk dibangku teras sambil menatap langit-langit yang malam ini banyak sekali bintang.

"Semesta,kali ini aku kembali menangis dihadapanmu. Aku menangis bukan tanpa sebab. Aku ingin merasakan pelukan hangat dari seorang ibu, ayah pun sama. Bolehkan aku mengeluh untuk itu? Bahkan wajah kedua orangtuaku saja tidak tahu. Betapa menyedihkan hidupku. Aku tidak punya banyak permintaan, cukup orang-orang yang selalu ada disampingku,yang menemaniku disaat suka maupun duka. Itu lebih dari cukup."

Tangannya menghapus jejak air matanya yang terdapat dipipinya. Lagi-lagi Asha menangis. Dengan permintaan yang sama.

Ia hanya butuh tempat untuk meluapkan rasa senang ataupun sedih. Tidak perlu berkata, karena merasakan saja itu sudah lebih dari cukup.

Asha menengok kebelakang. Dan ia melihat ada anak kecil berumur 6 tahun. Asha menyuruhnya untuk duduk disampingnya. "Kak Asha kok disini?" tanya Tasya.

Asha menunjuk kearah langit-langit. Dan Tasya mengikuti kemana arah Asha menunjuk. Tasya mengangguk paham. "Wah... bintang-bintangnya bagus sekali. Lihat deh kak---bintangnya berkelap-kelip," Tasya menujuk salah satu bintang yang terdapat dilangit.

Asha menulis dikertas kecilnya. "Iya indah sekali,"

Tasya memperhatikan wajah Asha. Setelah itu tangan mungilnya menghapus jejak air matanya. Buru-buru Asha menghapusnya.  Tapi Tasya menahannya. "Kak Asha abis nangis,ya?" Asha menggeleng. Untuk kali ini ia berbohong.

"Kak Asha gak boleh nangis. Kalau kak Asha sedih,Tasya juga ikut sedih,nanti bintang-bintang diatas sana ikut sedih juga," tangan mungilnya menghapus jejak air mata dipipi Asha. "Kak Asha jangan sedih lagi ya, kak Asha gak sendirian. Karena ada Tasya yang akan nemenin kak Asha."

Asha tersentuh dengan perkataan Tasya. "Tasya sayang banget sama kak Asha. Karena kak Asha adalah kakaknya Tasya, walau bukan kakak kandung. Tapi Tasya sudah menganggapnya lebih dari itu." Asha membalas pelukan hangat dari Tasya.

Senyum Tasya terlihat sangat senang sekali. "Sekarang kasih Tasya senyuman dong," Asha langsung tersenyum sambil mengacak pelan rambut Tasya.

"Masuk yuk kak,temenin Tasya tidur," Tasya meminta dengan wajah memohon. Asha yang melihatnya pasti tidak akan tega. Akhirnya Asha mengangguk. Tasya langsung menggandeng tangan kiri Asha berniat mengajak masuk kedalam panti.

☆☆☆

"Assalamualaikum,Bunda." Mahesa mengendurkan dasinya setelah melepas jasnya kemudian ia menggulung lengan kemejanya sebatas siku.

Rani datang dari dapur dengan wajah sumringah. Aura bahagianya terpancar begitu saja. "Waalaikumsalam, kok baru sampai,Nak ?"

"Iya tadi Esa ada urusan lain,maaf nunggu lama," Mahesa membawa kopernya keruang tamu.

Rani mengangguk paham. "Gak papa,yang terpenting kamu sudah ada disini,kamu mau makan atau mandi dulu?"

"Esa mau mandi dulu,Bun,"

"Yasudah,Bunda tunggu dimeja makan saja,ya,"

"Bunda makan duluan aja,nunggu Esa mandi pasti lama,"

"Gak papa,ada yang mau bunda omongin juga."

Mahesa mengangguk paham. Mungkin benar Bundanya ingin bilang sesuatu. "Kalau gitu Esa kekamar dulu ya,Bun" sambil membawa koper beserta jas kantornya kekamar Mahesa.

ASHA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang