"Papa percaya kau bisa jaga diri baik-baik di sana. Buatlah Papa bangga, Gigi!"Ucapan papa saat Gigi berpamitan melalui telepon terngiang kembali di telinganya kala burung besi yang akan membawanya ke Manokwari mulai menjauh dari bandara Soekarno Hatta. Gigi melihat Gucci di pergelangan tangan kiri, pukul 23.47. Ia mengintip ke luar jendela. Angkasa amat pekat. Sebenarnya Gigi lebih suka bepergian pada siang hari, karena ia suka sekali memandang gegana. Ada Altostratus yang berlapis-lapis tebal memesona. Ada Cirrus, mega lainnya yang menyerupai bulu ayam. Setiap memandang gegana yang melempai di antariksa, Gigi seolah sedang menatap masa depannya yang jernih melalui profesinya sebagai jurnalis. Namun, penerbangan ke Papua bila dari Jakarta selalu ada pada malam hari.
&&&&
Setelah selesai sidang skripsi pada bulan kemerdekaan RI, sembari menunggu jadwal wisuda yang jatuh pada bulan musim penghujan, Gigi sibuk mencari pekerjaan ke berbagai media massa. Saat masih berstatus mahasiswi, Gigi sangat aktif di bidang akademis dan pelbagai organisasi serta aktif di Lembaga Pers Mahasiswa di kampus selama dua tahun. Gigi juga pernah magang di kantor surat kabar Bahana Pelita selama enam bulan sejak pra skripsi. Selesai magang, Gigi masih berhubungan baik dengan banyak jurnalis senior di Bahana Pelita. Beberapa kali ia ikut kongkow atau sekadar ngopi bersama mereka. Bahkan para seniornya itu juga yang memberi usul tentang berita yang ia tulis selama magang untuk tema skripsinya. Selain karena pernah magang di kantor surat kabar besar, dengan nilai Indeks Prestasi terbaik di fakultas yang ia genggam, menjadi bekal untuknya melangkah dari satu gerbang ke gerbang lain, mengadu nasib di berbagai media, termasuk di Bahana Pelita. Ia tidak ikut merayakan kebebasan karena telah selesai skripsi dengan aneka pesta dan dansa atau berdarmawisata ke pelbagai pelosok Indonesia dengan beberapa temannya yang juga sedang menunggu jadwal wisuda. Gigi memang tak suka membuang waktu untuk hal yang menurutnya tiada guna.
Hasil memang tak pernah mengkhianati proses. Gigi diterima di beberapa media massa tapi ia memilih bergabung di Bahana Pelita. Selain ia sudah cukup familiar dengan kantor dan penghuninya, Bahana Pelita adalah salah satu surat kabar yang sudah beken di seantero Indonesia.
"Bahana Pelita ini impian anak-anak ilmu komunikasi, selain Kompas dan Kumparan, Pa. Gradenya pun sudah A," celoteh Gigi ketika papa menanyakan alasannya mengapa memilih bergabung di Bahana Pelita kembali.
Papa manggut-manggut kala itu memahami alasan Gigi.
"Jadi pekerjaan ini sesuai dengan impianmu sebagai Sarjana Ilmu Komunikasi, Gi. Sejak lama otakmu memang sudah dicekoki pelbagai bacaan kritis dan membangun. Jadi Papa yakin, kau sudah terlatih untuk tumbuh menjadi jurnalis yang indepeden dan idealis." Papa menyeruput teh hangatnya sebelum beranjak dari kursi lalu menghampiri Gigi yang duduk di seberangnya. "Selamat berjuang anak Papa yang paling cerdas!"
Senyum Gigi sumringah kala papa menepuk pundaknya tegas sebelum menuju kamar. Jam raksasa di sudut ruang tamu sebentar lagi akan berdentang dua belas kali. Malam kian larut. Namun Gigi belum juga mengangut. Sejenak matanya terpejam sebelum menuju kamar, membayangkan esok hari, sebagai gerbang ia akan meraih mimpi.
Tubuh Gigi berkeliantaran di atas kasur. Resah menyelinap di sanubari. Mama yang telah dikabari sejak petang tadi perihal pekerjaan baru yang akan digenggamnya, tak jua mengucap selamat. Padahal pesan Gigi yang dikirim telah berwarna biru. Mungkin mama sedang sibuk mengurus suaminya yang tiba-tiba jatuh sakit? Atau udara Raja Ampat sejak petang terlalu beku untuk sekadar memegang ponsel? Gigi menghibur diri.
&&&&
Nyaris empat bulan setelah Gigi bergabung di Bahana Pelita, pemimpin redaksi, Pak Aris Leonardo, menginformasikan kepada seluruh karyawan bahwa Bahana Pelita telah empat bulan membuka cabang di Manokwari bernama Pelita Manokwari. Karena baru berdiri, Pelita Manokwari membutuhkan banyak karyawan untuk bekerja di sana. Pak Aris membuka peluang untuk semua karyawan Bahana Pelita yang ingin menambah pengalaman. Namun mengingat jarak Manokwari yang cukup jauh dari keluarga, hanya dua orang saja yang mengajukan diri.
Gigi dan Alya mengikuti serangkaian test. Mulai dari test tentang isue-isue terbaru di Indonesia bagian Timur, penulisan berita sesuai dengan kaidah jurnalistik, hingga test wawancara. Keduanya sama-sama berprofesi sebagai wartawan Ekonomi Bisnis. Rupanya nasib baik sedang berpihak kepada Gigi, namanya yang dinyatakan lolos. Ia menerima ucapan selamat dari Alya yang berjiwa besar menerima kekurangannya. Gigi cukup dekat dengan Alya yang tidak terlalu buruk dalam bekerja. Alya kerap mengumpulkan berita-berita tepat waktu dan sesuai deadline. Namun, Alya dikenal sebagai wartawan yang sangat tergantung pada press release. Jika tidak menerima press release, Alya harus mendengarkan musik favoritnya seraya mengunyah cemilan terlebih dahulu guna mencari inspirasi. Gigi girang tak terkira menerima kabar namanya yang unggul dari Alya, sebab merantau ke Indonesia bagian Timur adalah keinginannya sejak awal duduk di bangku kuliah. Di kamar mandi kantor, ia nge-rapp sebagai pelampiasan kegembiraannya.
(bersambung)
Cerita ini sedang dalam proses penerbitan.
* cerita ini hanya fiktif, bila ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, itu hanya kebetulan belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sky in Manokwari
Fiksi RemajaTentang jurnalis yang bertugas di Manokwari, Papua Barat.