Setelah berita mengenai nelayan yang tidak bisa melaut dikarenakan cuaca buruk, terbit di surat kabar Pelita Manokwari, Gigi ingin menggali lebih dalam tentang upaya pemerintah dalam menyejahterakan nelayan. Karena itulah lima hari lalu ia mewawancarai kepala Dinas Kelautan dan Perikanan.
"Telah kami lakukan pembinaan kepada para pembudidaya. Dinas perikanan hanya bertugas memfasilitasi segala kegiatan yang berkenaan dengan bidang kelautan," papar kepala Dinas Kelautan dan Perikanan kala Gigi bertanya tentang upaya pemerintah dalam membangun usaha kecil yang berkaitan dengan perikanan.
"Bagaimana dengan tempat pelelangan ikan, Pak? Sudah ada belum? Aku pikir membuat pelelangan ikan sangat bagus buat nelayan. Mereka akan tetap memiliki stok ikan yang banyak bila sedang tidak melaut karena cuaca buruk."
"Itu sudah ada, tapi tidak besar sebab program tersebut baru saja dijalankan beberapa bulan belakangan ini."
"Lantas, adakah pelaku UMKM yang membuat makanan dari bahan ikan? Menurutku itu cara yang cukup bagus, mencegah ikan cepat busuk. Keuntungan yang didapat juga cukup besar."
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan menghela napas. Raut wajahnya terlihat kesal dengan pertanyaan Gigi yang cenderung menyelidik.
"Sepertinya sudah ada juga beberapa pelaku UMKM yang kau maksud, tapi belum banyak."
"Nah, ini yang ingin aku tanyakan. Kenapa tidak banyak pelaku UMKM bergerak di bidang ini, Pak? Padahal seperti yang kukatakan tadi, nelayan bisa meraup rupiah lebih besar dari makanan olahan ikan."
"Ade, kami sudah menjalankan tugas semestinya dengan memberi bantuan seperti alat tangkap, perahu nelayan skala kecil dan kami akan terus melakukan pembinaan kepada para pelaku UMKM dibidang perikanan sekaligus memantau apakah yang dihasilkan perusahaan kecil tersebut adalah sesuatu yang benar-benar bermanfaat. Silakan Ade datang ke kantor dinas UMKM."
Gigi tak puas dengan jawaban tersebut. Ia ingin menggali lebih dalam tentang perikanan, tapi wajah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan sudah tak sedap dipandang. Akhirnya Gigi pamit dari kantor itu.
Sebelum Gigi mendatangi kantor dinas UMKM dan koperasi, ia mendatangi tempat pelelangan ikan terlebih dahulu. Mewawancarai beberapa orang di kampung nelayan yang sudah cukup akrab dengannya.
"Om, Tanta, sa ingin bertanya kepada kalian." Gigi memandang beberapa nelayan di hadapannya.
"Ko ingin bertanya apa, Ade?" seru seorang laki-laki yang belum nampak tua.
"Sa ingin tahu, apakah Om dan Tanta selama ini pernah mempunyai gagasan untuk mengolah ikan hasil tangkapan sendiri menjadi makanan? Misalnya menjadi kue dari ikan, sambal ikan, dan makanan lainnya yang terbuat dari ikan? Jadi sa pikir, ikan yang telah ditangkap tidak cepat busuk bila diolah menjadi makanan, dan keuntungan yang didapat tentu saja jauh lebih besar dibandingkan dengan menjual ikan mentah langsung." Senyum Gigi kepada para penjual ikan yang mendengar ucapannya dengan antusias.
"Tidak bisa, Ade," cetus seorang wanita. "Kami terkendala dengan modal dan perizinan untuk membuat usaha kecil seperti itu," sambung wanita tersebut yang disepakati teman-temannya.
Gigi hanya manggut-manggut. Ia berjanji akan terus memperjuangkan kesejahteraan nelayan di Manokwari. Setelah puas mendengar keluhan nelayan, Gigi mendatangi kantor dinas UMKM pada keesokan harinya. Namun menurut sekretaris, kepala dinas UMKM sedang di luar dalam rangka menjenguk kerabat yang sedang sakit. Esoknya Gigi datang ke kantor UMKM kembali. Lagi-lagi ia kecewa sebab tak bertemu dengan kepala dinas UMKM yang sedang ada acara di luar.
Dua kali tak berjumpa dengan narasumber, tak membuat Gigi patah arang. Justru semangatnya kian terlecut. Karena itulah pada hari ini, tepat di hari kesepuluh ia berada di Manokwari, kembali Gigi mendatangi kantor dinas UMKM. Langkahnya tegap memasuki kantor UMKM. Gigi ingin menanyakan tentang upaya UMKM untuk memperkuat usaha perikanan.
Jam di dinding di lantai satu menunjukkan pukul 08.30 kala Gigi tiba. Beberapa orang dengan seragam warna khaki terlihat mondar mandir dari ruangan satu ke ruangan lain. Kesibukan mewarnai kantor yang berlantai dua tersebut. Gigi menaiki tangga menuju ruang kepala dinas yang berada tepat di sisi tangga. Setelah dua kali datang ke kantor tersebut, membuat Gigi paham letak beberapa ruangan.
Di depan pintu, sekretaris sedang sibuk dengan segala berkas-berkas di meja. Gigi telah berkenalan dengan wanita berdarah Jawa yang berambut sebahu dengan model shaggy itu pada kedatangannya kedua kali.
"Pagi, Mbak Wina," sapa Gigi.
Wina menoleh dan tersenyum kala tahu siapa yang menegurnya.
"Hai, Mbak Gigi, wartawan Pelita Manokwari, apa kabar?"
"Wah, sudah paham tentang aku, ya?" Kekeh Gigi.
"Tentu saja. Kau adalah wartawan paling tangguh yang pernah kukenal. Tak lekas jemu mencari kepala dinas UMKM yang sulit ditemui." Dengan tanganmya Wina menutup mulut kala ia tergelak.
"Pasti dong. Aku tak boleh lelah berjuang bila ingin mengukir fakta." Gigi ikut tertawa tanpa suara. "Jadi bagaimana, hari ini kepala dinas pergi ke mana lagi? Sedang meresmikan gedung? Sedang ke suatu acara? Atau menjenguk kerabatnya lagi?" Gigi setengah mencebik.
Kali ini Wina tertawa tanpa menutup mulutnya. "Kali ini Mbak Gigi sedang beruntung, bapak ada di ruangannya. Akan tetapi, jangan girang dulu, sebab bapak sangat selektif memilih wartawan. Jadi akan kutanyakan dulu kepada beliau, bersedia diwawancarai atau tidak."
Bibir Gigi senderut. "Mengapa begitu? Bukankah semua wartawan sama saja? Sama-sama bertujuan ingin mencari berita. Bila ada data-data yang disampaikan oleh kepala dinas adalah fakta, kenapa harus takut, Mba?" Gigi menatap Wina heran.
(bersambung)
Cerita ini sedang dalam proses penerbitan.
* cerita ini hanya fiktif, bila ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, itu hanya kebetulan belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sky in Manokwari
Teen FictionTentang jurnalis yang bertugas di Manokwari, Papua Barat.