Sepanjang perjalanan, Yuto hanya memandang ke luar jendela dengan kedua tangan yang terkepal erat. Sesekali ia mendongak untuk menahan air matanya. Mengajak Chaeyoung pergi ternyara adalah kesalahan besar untuknya. Kesalahan karena membawa gadis itu pada sebuah bencana.
"Aku sudah kehilangan Sana. Jika terjadi sesuatu pada Chaeyoung juga, aku yang akan menghabisi nyawaku sendiri. Atau mungkin kau tertarik untuk membunuhku saja?"
Yuto tersenyum sarkas tanpa ada niatan menoleh sedikitpun ke arah Takuya. Sama sekali tidak tertarik dengan ekspresi wajah kakaknya itu. Takuya menghentikan kegiatannya menghilangkan jejak darah di sudut bibir menggunakan sapu tangan. Dilihatnya Yuto masih tersenyum sarkas sambil menyeka ekor matanya yang basah.
"Setidaknya aku sudah bertemu ibu. Berarti tugas baruku sudah selesai." Yuto terlihat berbicara sendiri. "Sepertinya aku harus mulai memikirkan cara untuk bunuh diri yang tidak terlalu sakit."
Takuya sudah menegakkan tubuhnya. Satu pukulan mendarat tepat di pipi kanan Yuto. Sontak pemuda itu langsung memegangi pipinya yang panas sambil menoleh perlahan ke arah Takuya. Kini mereka saling menatap.
"Saat kau bilang kau ingin menghancurkan Chaeyoung, kau pikir aku bisa apa? Aku hanya bonekamu, Hyung. Selama ini aku hidup sesuai dengan permainanmu. Cukup aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri saat aku menemukan Sana tidak bernyawa. Ku mohon tolong jangan sentuh Chaeyoung. Kau sebentar lagi akan menjadi ayah, kan, Hyung?"
Takuya hanya diam selama Yuto menyerangnya dengan perkataan.
"Bagaimana kalau ada seseorang yang memiliki dendam padamu dan ingin menghabisimu melalui anakmu?"
Satu pukulan kini kembali diterima Yuto hingga mengakibatkan darah segar mengalir dari tepi bibirnya. Yuto hanya tertawa sambil menggelengkan kepala. Dirinya hampir gila menghadapi kakak sulungnya itu. Yuto memutar badannya hingga hampir membelakangi Takuya. Melempar tatapan hampa ke luar jendela, masih diiringi dengan tawa sarkasrnya. Menertawai hidupnya yang bukan miliknya.
***
Chaeyoung memarkirkan mobil Yuto sembarangan di halaman restorannya yang sudah gelap. Setelah memastikan mobil itu terkunci, Chaeyoung berlarian membelah jalanan yang juga sudah gelap. Sambil menangis, Chaeyoung menyeberang lalu berbelok ke dalam sebuah gang yang akan mengantarnya menuju rumah. Chaeyoung membuka pintu dan mendapati dua adiknya masih terjaga, berbaring di atas karpet sambil menonton televisi. Dongmyun dan Dongju menoleh bersamaan.
"Noona," ujar mereka bersamaan.
Chaeyoung masih menangis saat ia menjatuhkan diri ke pelukan Dongju. Dongmyung ikut melingkarkan tangan ke pinggang Chaeyoung sambil mengusapnya. Dongju juga melakukan hal yang sama, ia mengusap kepala Chaeyoung, membiarkan kakaknya menangis hingga membasahi pakaiannya.
Dongmyung menarik selimut yang berada di sampingnya. Melebarkan benda itu untuk menyelimuti dirinya, Chaeyoung dan Dongju. Chaeyoung yang kelelahan akhirnya tertidur. Dongju membaringkan gadis itu di sampingnya. Malam ini mereka tidur bertiga, saling menjaga satu sama lain. Karena hanya itu yang mereka punya.
***
Takuya duduk di sebuah sofa, sementara Yuto berjalan menuju balkon. Mereka berada di apartmen yang ditempati Yuto selama ini. Yuto memain-mainkan korek di tangannya, sementara tangan yang lain sebenarnya mengapit sebatang rokok, namun pemuda itu tidak membakarnya. Keinginannya untuk tidak merokok lebih besar meski sebenarnya cukup ingin. Yuto akhirnya memilih melempar benda itu ke lantai, namun masih memainkan korek gas di tangannya. Tepat beberapa saat kemudian terdengar bel berbunyi. Yuto tidak perlu susah payah melangkahkan kaki untuk membukakan pintu karena ada dua anak buah Takuya yang berjaga di depan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Monster
Fanfiction-DON'T TOUCH THIS BOYS- Jangan dekati mereka yang namanya tertulis pada papan mading, karena mereka milikku, dan kalian dalam bahaya.