Soal Sesat

218 34 1
                                    

Serial BIMA – Soal Sesat

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2019, 18 Desember

Note: Info for typo(s) are LOVE 💕

-::-

Sekitar jam sepuluh siang lewat dua puluh menit waktu di rumah Benjamin Bin Adam, Bima baru saja menyelesaikan dua rakaat shalat Dhuha-nya. Mereka juga baru menyelesaikan kegiatan mereka berdua di akhir pekan kali ini yakni Ben yang menyetorkan hafalan sembari terus memperbaiki hafalan.

Bima kembali ke ruang tengah dengan tangan susah payah menyeka pipinya yang agaknya basah. Dia melepas senyum semringah, yang dia paksa, kepada Ben yang rupanya sudah menyiapkan makan siang untuk mereka berdua.

"Abisnya lo nolak gue ajak makan siang abis Zuhuran," kata Ben pada Bima yang tadi memang mengatakan bahwa selepas shalat Zuhur dia harus pulang. "Nyokap gue bilang lo harus makan bareng gue," ucapnya lagi. "Duduk, Bim."

"Kan dibilang jangan repot-repot, Ben," kata Bima. Padahal tadi dia saja menolak tawaran pizza dengan alasan kenyang.

"Ngga apa-apa, Bim. Jarang-jarang makan bareng kita kan hehe..."

Ben menyodorkan piring untuk Bima, sementara di meja di hadapan mereka ada lauk-pauk yang agaknya diorder dari restoran Padang. Lengkap, ada rendang sampai gulai tunjang! Meski mereka cuma berdua.

"Banyak banget ini..."

"Iya, nanti kalau ngga habis, bakalan ada yang habisin kok. Tenang aja," jawab Ben. "Atau lo bungkus buat orang rumah juga boleh. Nyokap gue kalau pesen makanan emang gini," sambungnya dengan tawa kelihatan gigi.

Bima hanya mengangguk, membiarkan Ben mengisi nasi ke atas piringnya.

"Eh iya, Bim, lo udah tahu kan, tentang soal ujian anak esde yang bawa-bawa nama Nabi itu," kata Ben, kali ini sibuk menyalin nasi ke atas piringnya sendiri.

Mendengarnya, Bima terdiam.

Dia tentu tahu masalah pelecehan sosok Nabi Muhammad dalam soal ujian sekolah dasar di satu daerah di negara tempatnya hidup ini. Dan ini bukan pertama kalinya Bima mendengar orang-orang di negeri ini melecehkan sosok mulia tersebut.

"Iya, gue baca tadi pagi," sahut Bima. Tarikan napas panjangnya terdengar. "Soal sesat."

"Heran gue, kok bisa ya?"

"Iya ya, Ben, kok bisa ya?"

Sebulir air mata meluncur cepat dari sudut mata Bima. Lekas-lekas disekanya buliran bening itu, kemudian merunduk. Dia melepas tawa untuk mengalihkan sakit hatinya yang kembali terasa.

"Bim?" panggil Ben begitu mendapati sahabat sekaligus gurunya itu merunduk dengan tangan kiri sibuk menyeka-nyeka wajah. "Lo kenapa, Bim?"

Tawa pelan Bima terdengar. Gelengan kepalanya terlihat. "Ngga apa-apa, yaa akhi..."

Tapi Bima gagal menahan emosinya. Tubuhnya berguncang pelan dengan tangan kiri bergerak, menyeka air mata yang keluar lagi akibat dari perih di hatinya.

Soal ujian yang membuat sesiapa ingin sekali melayangkan protes keras kepada si pembuat soal beserta jajaran tim pengawas yang meloloskannya. Bagaimana bisa seseorang membawa nama besar sesosok manusia mulia sebagai contoh yang tidak patut diteladani? Padahal seluruh yang dibawa RasulAllah adalah kebaikan.

"Afwan, Ben," kata Bima begitu menegakkan kemabli punggungnya. Matanya merah dan basah. Ben jadi tak enak hati melihatnya.

"Gue yang sori ya, Bim."

[✓] BIMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang