Cinta & Benci Karena Allah

114 18 2
                                    

"Sesungguhnya amalan yang lebih dicintai Allah 'Azza wa Jalla adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah."

[ HR. Ahmad dan Abu Daud ]



BIMA meneguk air dalam botol minum yang dia bawa ke mana-mana. Bersyukur di masjid ada air minum gratis, jadi penghematan dalam uang jajan saat kuliah bisa ditekan sedemikian rupa. Seperti Ahad pagi jam sembilan lewat lima belas menit sekarang ini, Bima membiarkan embusan angin menerpa wajahnya ketika dia duduk bersama Ben usai mereka mengulang bacaan beberapa ayat sebelum masuk ke sesi setoran surat pendek.

"Tapi gue mau nanya sih, Bim," kata Ben. "Semalem di kajian kan dibahas ya, al hubbu fillah wal bughdhu fillah. Cinta dan Benci karena Allah. Itu... lo punya contohnya ngga? Cinta karena Allah kan kalau temenan kayak sama lo, sama Fajar, sama yang lain ya karena kalian cinta ke Allah jadinya gue juga boleh cinta gitu ke kalian," ucapnya dengan agak tersipu. Sebab Ben rasanya belum bisa mengakui bahwa di dalam pertemanan bahkan persaudaraan dalam Islam memang harus timbul rasa cinta. "Kalau benci karena Allah tuh gimana? Apa maksudnya gue sebaiknya musuhin temen-temen gue yang masih brengsek atau gimana?"

Bima menoleh, senyum tipisnya terlihat. "Emang antum punya temen brengsek?"

Ben tertawa. "Ada lah, beberapa. Tapi ngga sedeket gue sama Hamas en Rangga karena kan satu kampus," jawabnya. "Sekarang malah tambah ngga deket, karena yaaa, ngapain juga. Ada lo dan yang lain."

Bima kali ini tertawa, lantas menopang tubuhnya dengan kedua tangan di kanan-kiri belakang. "Al hubbu fillah wal bughdhu fillah, cinta dan benci karena Allah Subhanahu wa Ta'ala," ucap Bima sembari sepasang matanya menikmati pepohonan yang bergoyang pelan sebab ditiup angin. "Cinta karena Allah, kita cinta sama sesuatu karena sesuatu itu bikin kita inget Allah. Karena sesuatu itu bikin kita deket sama Allah. Karena sesuatu itu ya diperintah oleh Allah buat kita kerjain. Misal, shalat, beramal baik, sedekah, puasa, umrah, temenan dengan orang-orang shalih yang selalu ngingetin tentang Allah, memaafkan orang lain, bersuci, apa lagi... Ya, banyak ya..." sambungnya. "Benci karena Allah, juga begitu. Ngebenci sesuatu yang Allah larang, makanya kita ngga kerjain hal buruk itu. Kayak makan babi, minum khamr, main riba, nipu orang..."

Ben manggut-manggut.

"Keteladanan yang juga patut ditiru adalah teladannya para sahabat yang beneran sami'na wa atho'na ke perintah-perintah Allah dan RasulNya. Contoh kasus," Bima menegakkan punggung, mengubah posisi bersilanya sejenak, "waktu turun ayat bahwa khamr itu haram buat diminum. Para sahabat itu lagi ngumpul-ngumpul. Awalnya, cuma turun perintah, jangan kobam saat shalat. Jadi mereka ambil inisiatif, mabok-mabokannya itu di waktu dhuha dan setelah shalat Isya. Karena kan jeda waktunya lama. Kemudian pas mereka lagi minum, seorang sahabat lari-lari, ngasih info bahwa udah turun ayat yang mengharamkan khamr. Apa yang terjadi selanjutnya? Apa mereka bilang, halah tanggung... atau, bagus udah abis dua botol nih baru dateng infonya! Ngga, Ben, mereka ngga begitu," kata Bima lebih lanjut. "Mereka langsung buang semua khamr yang mereka punya, terus dimuntahin yang udah terlanjut lewatin tenggorokan. Separah itu, saking bencinya sama khamr yang Allah haramkan. Itu, benci karena Allah."

Ben agak bergidik mendengarnya. Sebengal-bengalnya dia, Ben tidak pernah menelan khamr sedikit pun. Baginya itu hanya minuman yang akan mendatangkan keburukan untuk tubuh. Ben lebih suka nongkrong di kafe-kafe mahal dan minum kopi atau milk tea daripada minum minuman keras.

"Khamr itu bagi mereka kayak kita ngopi-ngopi atau minum es bubble tuh dulu sebelum diharamin. Makanya, bayangin gimana mereka taatnya buat ngejauhin apa yang Allah larang," lanjut Bima. "Satu lagi, tentang zina. Ada satu orang yang bilang ke Rasul: Yaa RasulAllah, izinkan saya berzina! Sahabat sampe pada sewot tuh dengernya. Ya maksudnya, yang bener aja, masa minta izin buat berzina?" kata Bima. "Tapi Rasul dengan teladan akhlak beliau, ngajak orang itu ngobrol; Gimana kalau ibumu dizinahi? Benci ngga sama laki-laki itu? Gimana kalau saudara perempuanmu dizinahi? Benci ngga sama laki-laki itu? Gimana kalau istrimu dizinahi? Atau kalau anak perempuanmu dizinahi? Dan orang itu bilang dia bakalan benci banget sama itu laki-laki karena ngga rela orang-orang yang dia sayang dizinahi. Terus Rasul bilang; Begitu juga laki-laki yang ibu, istri, saudari, atau anak perempuannya engkau zinahi. Laki-laki itu pasti ngga akan suka. Dari situ dia nyadar bahwa zina adalah sesuatu yang buruk. Sejak saat itu dia janji ngga akan zina lagi. Yaa Rasul, katanya, sebelumnya berzina adalah hal yang paling aku sukai. Tapi sekarang berzina adalah hal yang paling aku benci."

Tanpa mengetahui sahabatnya merinding hebat, Bima melihat pada Ben yang bergeming. Sepasang mata Ben menatap mushaf yang terbuka di antara mereka.

"Itu, yang namanya membenci karena Allah. Benci dulu aja maksiatnya, nanti Allah bantu buat menjauh dari maksiat itu, yaa akhi," Bima menepuk pundak Ben. "Tapi antum mah ngga ada niatan berzina kan ya."

Ben tertawa, dalam hati berkata, ngga mungkin juga berzina, secara akhwatnya paham agama. Tapi tak tersuarakan, karena tak mau Bima mengetahui hatinya terisi oleh nama seorang perempuan yang adalah sepupu dari sahabatnya tersebut.

"Intinya, segala perintah dan larangan Allah yang kita pahami, langsung sami'na wa atho'na, ngga ada tawar-tawar, ngga ada catatan kaki, ngga ada menurut saya kan begini, ngga ada tuh, Ben..."

"Iya, Bim," Ben menyahut sambil nyengir.

"Terus, tentang temen-temen yang antum bilang masih brengsek," Bima berkata lagi, "coba aja tetep ditemenin, tapi jangan terlalu akrab. Karena jadi muslim itu seharusnya mewarnai, bukan terwarnai. Kalau kira-kira mereka brengseknya udah terlalu parah, antum punya hak buat ngga temenan dengan mereka. Karena kalau ngga kuat-kuat temenan sama orang yang ngga paham agama, bisa jadi kita yang terjun ngikutin mereka."

Ben manggut-manggut, sedikit paham dengan maksud Bima.

"Tapi lo tetep mau temenan sama gue, Bim? Kan gue ngga paham agama?"

Bima nyengir. "Ngga paham agama, sama belum paham agama dan mau belajar itu beda, Ben. Orang ngga paham agama dan ngga mau belajar agama, namanya orang bodoh yang sombong. Kalau belum paham terus belajar pelan-pelan, namanya Generasi Rabbani. Gue sama lo apa bedanya, masih bodoh juga tentang agama. Belajar dikit-dikit biar ngga bodoh-bodoh amat, tapi masih aja bodoh ya kalau tiap ngaji komentarnya selalu: Hooo, gitu toh. Hahaha."

Ben ikut tertawa, dalam hati mengiyakan. Dia lumayan beberapa kali mendengar Bima atau yang lain mengatakan hal tersebut. Dan Bima juga rajin mencatat isi kajian di buku tulis, Ben berpikir bahwa bisa jadi Bima baru belajar juga hal tersebut.

Benar, mereka sama-sama belajar.

Dan seperti yang pernah Bima katakan.

"Inget, yaa akhi," kata Bima. "Jangan bosen belajar, karena ikan-ikan istighfar buat antum tuh. Ada berapa banyak ikan di laut? Ngga kehitung. Lagian, malaikat aja rajin hadir di kajian yang ngebahas ayat-ayat Allah. Masa kita yang banyak dosa gini ngga mau belajar? Rugi banget kan. Tsumma naudzubillah..."

Iya, jangan bosen belajar, Ben mengulang dalam hati. Jangan bosen dengan Al Quran, karena ayat-ayat Allah bisa menyucikan jiwa. Akhlak yang baik bisa jadi jalan hidayah untuk orangtua tercinta. Anak baik, selalu berhasil menyentuh hati ayah dan ibu, ya kan? Kalau memang tidak bisa menolong di dunia, semoga bisa menolong Papa-Mama di akhirat sana.

Dan keduanya cinta pada orangtua karena Allah. Sebab Birrul Walidayn termasuk dalam golongan yang disukai Allah. Bukankah orangtua adalah pintu Surga paling tengah? Pintu yang paling mudah dijangkau dan dimasuki.

"Kita belajar, selain cari manfaat buat diri sendiri, juga buat jadi bermanfaat bagi orangtua. Karena mungkin dulu mereka terlalu sibuk ngasuh kita makanya ngga punya waktu buat belajar agama. Allah kasih kita dalam hidup mereka, adalah bentuk kebaikan yang mestinya menjejak bersama sampai surga."

Itu yang pernah Bima bilang padanya, dan Ben menyimpan kata-kata itu dalam hatinya. Dia juga ingin mencintai orangtua karena Allah Azza wa Jalla.

Makanya sekarang, dia harus belajar sebaik-baiknya.

[✓] BIMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang