Hidup dikelas unggulan memang kadang sekejam ini.
Bagaimana pun kompaknya kelas tersebut, saat ujian tiba tetap akan sibuk sendiri. Datang ke sekolah pagi-pagi karena takut di setopin pak Satpam, lalu melenggang ke kelas dan duduk dibangku, lanjut membaca buku sampai bel pelajaran pertama berbunyi.
Tak jarang anak-anak dari golongan IPS mengata-ngatai bahwa penghuni IPA. 1 adalah orang-orang penuh ambisi dengan tas besar yang penuh berisi buku-buku tebal, kamus bahasa, dan lain-lain. Mereka menganggap kami terlalu rajin.
Sekolah tanpa kasus tidak ada cerita saat lulus.
Itu adalah statement yang seringkali diucapkan oleh warga IPS sini, entahlah di sekolah lain. Tapi karena kami adalah pelaku yang menjunjung tinggi ilmu dan kedisiplinan, kami menolak tegas. Sekolah tidak harus berbuat kasus agar hanya dikenang guru atau kenangan bagi diri sendiri. Entahlah, mungkin suatu hari statement gue ini bisa berubah. Namanya juga anak putih abu-abu. Hasrat hati ingin A, yang dilakuin malah B.
Seperti hari kamis waktu itu adalah hari dimana ujian Sejarah RI. Gue udah duduk tenang saat yang lain masih ribut tak karuan karena biasanya kami fokus dengan segala angka dan rumus, kali ini harus membaca dan menghafal.
Dengan mulut penuh dan tangan yang sibuk membuka lembaran buku sejarah, Evi terus menghafal para jenderal VOC. Sedangkan para mager SQ yang di ketuai oleh Cici sibuk menopang dagu dan tatapan menerawang apa yang nanti akan diujiankan.
"Woy! Pengawasnya siapa elaah?" tanya Kori. Kori ini adalah leader biang kerok SEPATU. Jika ditanya siapa anggotanya jawabnya adalah Zizi, Yayan, Hairie, Judin, dan Syahidil. Jangan terpaku pada namanya "Syahid" karena sungguh Syahidil adalah Kori versi bobrok jilid 2.
Syahidil melongokkan kepala ke arah mading depan kelas yang tertera jadwal ujian beserta pengawas.
"Pak Mono Pak Mono!"
Evi langsung ricuh dan bersorak, "Kyaaa! bapak gantheeeng."
Aiyubi hanya mendengus. "Udah woy kalem. Bapak udah masuk tu," suruh Aiyubi sambil menunjuk dengan dagu. Dikoridor IPS Pak Mono berjalan sambil membawa sebuah amplop berisi soal dan lembar jawaban.
Semua berhamburan ke meja masing-masing dan duduk dengan tenang. Bahkan temen gue nggak yang cowok nggak yang cewek dengan santai membetulkan make up nya ataupun tatanan rambut dengan melirik cermin yang tergantung di pojok kelas.
Gue mennghela nafas keras. Kok bisa gue tahan dikelas ini, ya?!
***
Gue menyenderkan punggung ke kursi dan melirik kertas jawaban, tinggal beberapa buah soal sulit yang belum gue jawab. Ganti menoleh ke sekeliling, gue mengerjapkan mata. Di pojok kanan depan ada Yayan yang bersandar pada dinding sambil fokus membaca setiap soal.
Dibelakangnya ada Umi, ustadzahnya IPA. 1 dengan dahinya yang mengernyit membaca soal juga.
Gue ganti melihat barisan belakang. Jujur dari awal ujian gue merasa iri. Karena di pojok belakang para temen cewek gue ngumpul jadi satu. Bukan karena sengaja melainkan posisi duduk berdasarkan absen yang membuat mereka berdempetan.
Ada Zuriah yang jago hitung, Rozi, Wirda, Cici, Aisyah si kalem juga jago hitung, dan masih banyak lagi.
Dan gue dengan tanpa dosa (cih) ditakdirkan untuk duduk di meja nomor 3. Tepat lurus dengan meja pengawas. Samping kanan Hairie mak Rempong, depan Evi, belakang cucunya kakek Sugiono yang ngaku jadi orang Jepang (baca : Syahidil), samping kiri, tembok. Dan yang lebih ngenesnya lagi, jarak satu meja depan gue adalah Ahmad Bukhori yang mulutnya bagaikan rem blong itu.
Hadehhh! Nggak bisa diajak koalisi.
Gue langsung memukul kening dengan pena pink gue.
Jangan mikir koalisi jangan mikir koalisi!
Sampai...
"Pak! Bapak punya kuota nggak?"
Celetukan yang membuat semuanya negakin kepala. Gue udah ngira tersangka utamanya Kori. Eh ternyata Dhinie.
"He? Dhin, ngigo lo?" Tanya Kori songong.
Pak Mono yang sedang merunduk entah melihat apa (seperti biasa) cuma memandang kami datar. Tapi gue bisa ngelirik kalau dia lagi nahan senyum. Masang tampang cool.
"Bapak nggak punya paket," imbuh Evi.
"Bapak pakai wifi," Dhinie tertawa.
"BAPAK PAKAI MODE JANDA! HAHAHA." Celetuk Kori dengan kurang ajarnya. Tawa yang sejak tadi tertahan akhirnya meledak karena tak tahan dengan ucapan Kori barusan. Gue juga ikut nyengir sambil nutup mulut. Andai nggak lagi masuk pasti udah ngakak dari tadi. Pak Mono mau tak mau ikut ketawa.
"Apa? Soal sejarah kan mudah cuma menghafal nggak seperti matematika yang harus dicari dulu. Masak kalian lupa?"
"Si bapak mah gitu." Dhinie lemah.
"Hotspot woy," Ilaa ikut saja mengompori.
"Udah woy tenang. Apaan si ribut terus," Aiyubi berusaha menghentikan kericuhan ini. Memang, disini paling kalem ya dia.
"Laah si Aiyubi, sok sokan lu nyuruh diem padahal sendiri juga ngakak," Sati mengejek.
Si Hairie nggak mau ikut ketinggalan juga sibuk nyorakin dari tadi.
Kori lalu dengan sok jeniusnya berdehem, "Oke oke. Soal hafalan tidak menantang, pak. Nggak seperti matematika yang harus ditemukan dulu hasilnya, seperti aku menemukanmu."
Kami tenganga.
"ICIKIWIR"
"WADOH"
"KORI MAH TAU AJA!"
"BUSEEEHHH! Kori!!!"
Lagi-lagi fokus serius kami ambyar karena si biang kerok ini. Bukan hanya gue, tapi juga Riski dan Fuji. Dua saingan gue diposisi tiga besar peringkat kelas bahkan ikut ketawa dengar gombalan Kori. Pak Mono hanya mengusap pelipisnya sambil pura-pura membuka hp.
Wait!
Si bapak kenapa diem aja ya. Jangan-jangan marah gara-gara candaan barusan.
Pulang sekolah gue langsung ganti baju dan makan siang. Setelah itu gue duduk di ruang tengah sambil liatin story WA. Nggak sengaja gue langsung nekan layar hp kuat-kuat buat baca sesuatu yang langsung bikin bola mata gue melotot nggak karuan.
Gue keburu istighfar.
Disana tertera caption beserta foto beberapa siswa berbaju pramuka yang sedang berada dikelas.
Lalu Tiba-tiba mereka sok jenius, "Soal hafalan memang tak menantang seperti matematika yang harus ditemukan terlebih dahulu, seperti aku menemukanmu." Seketika aku ambyar digombalin para bocah.
Lah!?
DEMI APA!!!?
***
HAIIIII!
EUFORIA MOMENT INI BAHKAN MASIH TERASA. WKWKWK
NGGAK NYANGKA AKU SERECEH INI. Lol
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAS SEPATU✔
Teen Fiction#HighSchoolSeries XI.IPA. 1 atau yang lebih dikenal dengan SEPATU Adalah kelas dengan orang-orang serius dan nggak punya selera humor. 'Itu kata mereka yang bukan IPA.1'