8. Kenapa Kenapa Kenapa

51 7 0
                                    

Hari pertama saat masuk sekolah setelah libur gue datang dengan ogah-ogahan. Ditambah gue piket dan kemarin sore si tamu bulanan datang. Kenapa, sih? Mentang-mentang rumah gue deket harus piket di hari Senin.

Sampai di depan kelas udah ada Ina dan Ilaa yang ngeliatin gue dari atas sampai bawah kayak liat alien turun ke bumi. Gue cume ngelengos nggak peduli.

"Anak siapa lu?" Ilaa ngeledek.

"Napa dah. Masih pagi ditekuk ae mukanya," imbuh Ina.

Gue mandang mereka dengan sorot malas, kemudian sedikit melengkungkan bibir bawah dan menjulurkan lidah.

"Ulu ulu sayang, sariawan to?"

Ilaa langsung menunjukkan bibirnya juga, "Punya gue. Buset, sakit banget buat ngomong."

"Hm."

Gue lalu liat Riski sama Umi lagi sibuk nyapu. Oh iya gue tugas piket. Ck, tu kan lupa lagi.

"Misi, gue masuk dulu. Udah piket malah datang telat."

Ina menyentil gue pelan, "Tau tuh, nggak sadar diri lagi. Hahaha."

Gue cuma jalan sempoyongan ke bangku lalu berjalan ke belakang kelas nyari sapu. Sikap gue yang malas-malasan seolah nggak punya gairah hidup bikin gue mikir, kenapa sekarang gue gini ya? Cuek banget jadi manusia. Dulu, tiap masuk kelas gue pasti nyapa orang dulu. Ini langsung nyelonong gitu aja. Ah, efek mens gini amat si?! Bikin meledak-ledak ae.

Jam sembilan pagi gue masih duduk anteng di meja gue. Nulis nggak tentu arah. Apapun yang gue pengen, gue galauin, gue ingat, selalu gue tulis di personal notebook gue. Harapan-harapan seperti target gue di sekolah ini, kata-kata pembangkit motivasi, cita-cita gue ke depan, dll.

Tiba-tiba meja gue bergoyang karena kursi didepan gue terisi oleh seseorang.

Hm.

Ya.

Si Juddin melkudin.

Seketika kayak de javu.

Entah kenapa manusia satu ini selaaaalu aja gangguin gue. Juddin senyum-senyum terus lihat buku kecil yang terbuka buat dia penasaran dan berusaha ngerebut. Untung gue sigap dan langsung nyembunyiin dilaci. Lagi nggak mood ribut, jangan sampai ni anak orang jadi pelampiasan unmood gue.

"Lagi nulis apaan si? Liat dong," pintanya dengan senyum khas andalannya yang malah bikin gue merinding. Fyi, Juddin ini lumayan manis. Anaknya tinggi besar alias bongsor, dengan kulit hitam eksotis. Karena rumahnya didepan masjid dia jadi anak masjid yang kadang jadi imam sholat. Definisi anak mamah adalah dia. Karena apa yang mamanya bilang, dia selalu nurut. Well, darimana gue tau? Ada deh.

Tapi tetap gue nggak paham kenapa kelakuannya kalau lagi absurd suka banget usilin orang. Ya contohnya gini.

Jujur, Juddin sebenarnya boy classmate yang punya aura berteman sejak gue masuk ke kelas ini.

Waktu itu gue lagi galau karena doi ngantin bareng cewek-cewek dan dia cowok sendiri. Ditambah ada si mantan gebetan dan mantan pacar. Kan kesel!!!

Terus gue konser depan kelas.

"SAMPAI HATIMU PERMAINKAN DIRIKU... MENCINTAIMU SUNGGUH AKU TAK MAMPUUU."

Ganti lagu.

"SAKITNYA TUH DISINI, DIDALAM HATIKU. SAKITNYA TUH DISINI MELIHAT KAU SELINGKUH..."

"SAKITNYA TUH DISINI KAU MENDUAKAN AKU..."

"DULU KAU JANJI AKAN SAYANG PADAKU... SEHARI SAYANG SEKALI PUN TAK TENTU. KAU BILANG INILAH, KAU BILANG ITULAH... BOSAN DENGAN ALASANMUUU..."

"JOS." Teriak yang lain.

Terus tanpa malu Juddin ngikutin gue nyanyi dengan megang sapu ijuk sebagai standing mic tapi kadang juga dia nabok pundak gue biar sadar. Sadar ke kenyataan maksudnya.

Makin lama kenapa sekarang dia jahil sama gue? Apa ini karma ya karena dulu gue selalu jahilin dia dikelas sepuluh dengan dikit-dikit nyebut nama dia pas bercanda?

Karena nggak dapet buku, Juddin ambil pena gue terus dibawa lari keluar.

"Juddeeeeeeenn! Lu kek anak SD amat si. Gangguin gue mulu!" Amuk gue nggak tentu arah udah mencak-mencak didepan pintu.

Juddin malah menjulurkan lidahnya ke gue.

Pundung.

Serah. Bodoamat gue balik lagi ke meja dan duduk disana. Nggak lama Ina duduk depan pintu, buat gue ikutan sama Ilaa. Dan akhirnya ghibah tanpa henti.

"Gue tu suka gemes sendiri kalau nonton FTV Indosiar," kata Ina menggebu-gebu.

"Hm. Ceritanya itu-itu doang. Spoiler kan gue jadinya tiap nonton," kata gue malas.

"Orang ketiga. Entar suami bosen terus cari pacar baru. Nggak mikir apa?" Balas Ilaa.

"Herannya entar cuma nangis. Ya wajar si nangis. Tapi mbok ya ngakal lempar lesung batu kek, jambak tu cewek kek kalau dia sok sengak belagu mau rebut suami orang," kata gue jadi turn on.

Juddin dengan lagaknya langsung getok kepala gue, "Sinetron woy!"

"Apa si? Sakit elaah," protes gue dengan mendelik.

Juddin cuma julingin matanya.

Dan gue kesel.

***

Gue megangin perut yang makin lama makin sakit. Nggak biasanya mens bikin gue blingsatan begini.

Gue udah mencak-mencak karena pengen pulang. Dengan malas gue nidurin kepala diatas meja beralaskan notebook biru muda pemberian Haikal, anak IPA 2.

Bel pulang berbunyi lima belas menit kemudian. Gue langsung buka mata dan gendong tas bersiap pulang tapi lagi-lagi musibah.

Tau kenapa?

Tembus.

Ya.

Astaghfirullah gue pengen...

Sabar...

"Laa, kalau ketemu si ex-Ketos suruh ke kelas ya."

Ilaa berjalan keluar dengan tangannya yang membentuk O. "Tapi kalau ketemu ya."

Gue ngedecak. Lihat Ina juga mau pulang, gue bilang hal yang sama ke dia.

Nggak lama orang yang gue maksud datang dengan tergopoh-gopoh. Cih, panik pasti karena dikira gue kenapa-kenapa walau memang nyatanya gue begitu.

"Bawa jaket nggak?"

"Nggak."

"Kenapa?" Tanyanya dengan mengusap puncak kepala gue pelan.

"Demam?" Tanyanya lagi.

Gue geleng sambil nikmatin elusannya dikepala gue yang tertutup kerudung putih.

"... tem... tembus..." cicit gue pelan.

Ex-ketos ngelebarin mata. Dia jadi nunduk didepan meja gue. "Aku harus pulang, udah ditungguin Pak Dayat di gerbang, katanya mau nebeng. Pulang yuk," ajaknya yang bikin gue mendelik. Nggak tau apa gue keluarnya gimana he kalau ada noda begini?!

"Ck, yaudah sana pulang." Putus gue lalu tiduran lagi, sekalian nunggu parkir sepi.

"Yaudah, selesai nganter Pak Dayat, aku putar balik, anterin kamu pulang. Mau ya?" Katanya masih tetap sabar.

"Nggak usah, pulang aja. Aku juga mau pulang. Dah sana," suruh gue.

Dibalik punggung ex-Ketos, bayangan seseorang yang lewat lurus gitu aja tanpa negur bikin gue noleh. Mukanya agak sangar gitu. Padahal biasanya juga basa-basi ngajak gue pulang.


'Dia kenapa?' Batin gue.

***

Say hi to LULUK MASY. Princess gamon😂😂😂

KELAS SEPATU✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang