Dimas Setya Abimana adalah cowok jangkung dengan senyum manis yang mampu membius seseorang beberapa detik. Dia termasuk most wantednya sekolah ini. Dengan tubuh atletisnya, dia adalah kapten futsal yang selalu menjadi incaran para dede gemes. Alisnya tebal dan terbingkai sempurna, matanya sedikit sayu dengan hidung mancung dan bibirnya yang tipis. Kulitnya kuning langsat.
Ditambah bawaannya adalah motor gede yang berwarna hitam itu, makin histerislah adek kelas dan cewek-cewek yang liat. Kadang Setya juga bawa mobilnya. Gue cuma mendengus setiap dia dikerubungin gitu. Hobi banget jadi pusat perhatian.
Banyak yang naksir dan bahkan nyatain cinta ke dia. Kelas kami bahkan geger karena pernah ada adek kelas yang nekad kasih dia sekotak brownis sdan cokelat sekaligus nyatain perasaan di tengah lapangan saat mau latihan futsal.
Pas gue tanya kenapa nggak diterima karena yang nembak tuh cantik banget, cuma disenyumin dan dia bilang anggap aja angin sepoi-sepoi yang lewat.
Setya adalah cowok yang nggak pernah sekali pun ngebaperin cewek di kelas. Termasuk gue. Tapi entahlah diluar sana. Apalagi dia adalah boyfriend material. Nggak mungkin jomblo, kan?
Dia adalah cowok yang paling pengertian karena semenjak kelas sepuluh, dia selalu baik ke semua teman kelas. Dia tulus bantuin biar dapet banyak pahala kata mamahnya.
Entah iya entah tidak tuh bocah.
***
Gue duduk termenung sambil memandang ke arah jendela. Hape ditangan gue masih menunjukkan grup chat yang berdentam-dentum akibat ramainya teman-teman yang saling berbalas chat. Entah mengumpati Kori, atau Izat yang memang adalah pembawa batu api kelas kakap alias kompor meledug. Gue nggak minat buka karena sibuk memikirkan hal-hal yang terjadi di hidup gue akhir-akhir ini.
Awal masuk ke sekolah ini, gue udah niat jadi siswi teladan. Yang taunya cuma buku, buku, dan buku. Nggak mau ngurusin segala hal yang menyusahkan gue nantinya.
Tapi makin kesini, gue merasa harus mengurusi hal-hal yang ribet. Seperti saat sekarang ini.
Gue bukan nggak peka atau bodoh untuk tahu hal ini. Mulai dari Juddin yang suka menelin gue. Gue tau itu cuma bercandaan. Karena Juddin juga udah punya pacar, dia bukan anak sini. Terus Ex-Ketos yang dulunya pernah dekat jaman-jaman SMP, sekarang masuk lagi seenak hatinya ke hidup gue. Gue akui, yang ini gue sempat goyang dan sedikit berharap bisa balik seperti dulu lagi. Tapi nyatanya dia nggak ada muncul lagi semenjak nyamperin gue ke kelas pas PMS.
Kan kesel.
Sekarang sikap Setya pas di sekolah tadi bikin gue kepikiran.
Anak kelas bukannya nggak melihat kejadian tadi. Apalagi saat Setya nepuk-nepuk puncak kepala gue. Saat gue kepedasan dan langsung nyedot jus alpukat itu hingga tandas, Setya langsung menarik gue ke kafetaria dan beliin gue susu beruang.
Gue sempet di ceng-cengin sama adek kelas tadi. Bilang, 'kak, udah jadian?' Atau pun 'Ciaa kakak kita.' Dan yang paling rese' adalah 'kak, kok tingginya timpang banget, sih?'
Gue cepat-cepat balas dengan geleng-geleng atau nabok pelan mereka. Setya cuma nyunggingin senyum tipis yang dimata gue berarti dia ingin menyudahi pembicaraan aneh ini. Tapi ucapan Setya kemudian bikin gue membeku.
'Iya. Jangan gangguin dia lagi ya, dek.'
Terus dia narik pelan jari kelingking gue dan nyuruh duduk di salah satu meja kafetaria.
Gue bukan ge-er. Nggak. Tapi gue nggak mau kalau nantinya salah satu diantara kami ada yang baper. Apalagi gue pernah diceritain sama beberapa teman dekat Setya saat SMP, dia pernah nyimpan foto gue diam-diam di dompetnya. Gue nggak mau kalau sampai dia suka gue sekarang. Bukan nggak mungkin di kelas ada yang saling suka-sukaan. Tapi 'gengsi' karena sesama teman satu kelas, rasa itu harus terpendam.
HIH.
Kenapa sih gue harus memikirkan hal yang bikin diri gue susah?!
Capek tau, nggak?
"Nih, diminum. Kalau udah tau pedes jangan dimakan kenapa, sih?"
Gue mengusap bibir yang terdapat jejak susu dengan punggung tangan lalu mencibir, "Gue kalau patah hati maunya makan yang pedes."
Ucapan gue bikin Setya naikin alisnya sebelah. Lalu menghela nafas pelan kemudian duduk di seberang gue. Setya buka tutup botol minumannya. Gue sadar itu minuman yang sering banget dia beli. Teh pucuk harum.
"Ayo balik kelas," ajak gue karena emang sebentar lagi jam istirahat kedua usai. Bukannya mengindahkan ucapan gue, Setya malah bersidekap dengan mata terpicing mandangin gue.
"Apa?" Tanya gue datar.
"Lo patah hati sama siapa? Paijo? Bambang? Atau kang siomay?"
Ha?
Wah.
Songong banget ni tetelan kuda.
"Ck, Hudri. Puas lo?" Kata gue kesal dan gigit sedotan susu kotak kuat-kuat sambil monyong-monyong. Setya cuma majuin bibir bawahnya.
Ngomong-ngomong, ini kenapa perasaan gue nggak nyaman gini, sih?
***
KLIK BINTANG 🙅
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAS SEPATU✔
Teen Fiction#HighSchoolSeries XI.IPA. 1 atau yang lebih dikenal dengan SEPATU Adalah kelas dengan orang-orang serius dan nggak punya selera humor. 'Itu kata mereka yang bukan IPA.1'