Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya, aku berbaring dengan nyaman di bahu suamiku tercinta. Mengagumi setiap lekuk wajahnya yang seindah lukisan seorang maestro ternama.
Ah, Mas Kresna. Berapa kali pun aku menatapmu seperti ini, tetap saja aku merasa tak pernah puas menikmati indahmu. Lelaki sempurna impian semua wanita.
Barisan bulu mata lentiknya bergetar, sekejap kemudian mata elang itu terbuka dan menemukanku yang tengah terlena menyelami pesona ketampanannya.
"Belum tidur, Sayang," sapanya seraya mengecup keningku. Lama kuresapi hangat bibirnya yang masih tertinggal di sana.
"Belum puas lihatin kamu, Mas," jawabku manja. Kukecup pipinya sekilas.
"Hm, manja. Masih mau nambah lagi?" Lelaki itu tersenyum menampakkan dua pasang gigi kelinci. Menyebabkan debaran cinta kembali bertalu di dada ini.
"Aku punya kejutan untukmu, Mas," bisikku seraya bangkit dari peraduan. Melangkah menuju lemari kayu jati berukiran naga warna emas, membuka laci yang ada di barisan paling atas raknya. Mengeluarkan sebuah dokumen penting dari sana.
Suamiku turun dari ranjang dan memelukku dari belakang, hawa panas sisa percintaan masih terasa di kulitnya yang seputih pualam.
"Ini apa, Sayang. Hm?" bisiknya bertanya.
"Ini surat-surat penting, dokumen kepemilikan aset-aset kita. Aku sudah mengubahnya atas namamu, Mas. Semuanya."
Aku berbalik dan menatap wajah itu lama. Sorot matanya berkilat seolah tak percaya. Ini adalah balasan yang setimpal untuknya yang setia menemani saat-saat terpurukku karena kematian Simbok.
"Kau tak perlu melakukan semua ini, Ratih. Aku tidak menginginkan apa pun selain senyum dan tawamu." Mas Kresna meletakkan dagunya di pundak kiriku. Menghirup dalam-dalam aroma rambutku. Sebuah perlakuan yang selalu sukses membuatku melayang ke langit ke tujuh.
"Tapi aku ingin memberikan bukti cintaku padamu, Mas. Kelak, apa pun yang terjadi jangan pernah meninggalkanku." Aku berbalik untuk menemukan samudera hasrat di matanya yang berkabut gelap.
Kemudian bibir kami pun berpadu dalam hangatnya rindu yang menjadi candu tanpa penawar, selain sentuhan demi sentuhan yang membakar malam diam-diam. Tenggelam di peraduan cinta yang semakin dalam.
******
Aku terbangun dengan napas terengah-engah. Mimpi itu begitu jelas dan nyata, seolah benar aku habis bercinta dengan Mas Kresna. Hasratku melonjak tinggi tak terkendali. Aku pun menangis mengingat malam paling romantis antara aku dan dia.Ah, kenapa rasanya sesakit ini. Kau benar-benar bodoh, Ratih. Bodoh.
Aku duduk memeluk lututku dan tergugu di antara pucuk pahaku. Rasa sesal, sesak, sepi dan kecewa merayapi hati. Andai sekarang Bayu ada di sini, sudah dua hari ia kembali ke Surabaya untuk mengurus pengunduran dirinya. Juga mengambil barang-barang yang masih tertinggal di kamarnya.
Baru dua hari ditinggal sudah begini. Apa jadinya kalau aku sendirian menghadapi semua ini, mungkin aku benar-benar akan mengakhiri hidupku sendiri.
*****
"Mbak, mbak. Mas Kresna nanyain Mbak!" lapor Bayu begitu kakinya memasuki rumah. Aku hanya mencebik mendengarnya."Bodo. Dia bilang apa?"
"Ya, gitu deh. Katanya bodo, kok ya masih kepo." Kembali ia cengengesan. Dasar kolor ijo!
"Ya udah. Terus ngapain kamu pakai cerita?" sungutku.
"Ya, saya hanya menyampaikan. Mas Kresna titip salam. Cieee, yang dapat salam dari mantan. Eaa," ledeknya seraya telunjuknya mengarah padaku. Dih. Apaan.
"Gak usah dibahas. Lupain aja. Kamu mandi dulu gih, terus istirahat. Kalau udah gak capek, besok kita belanja keliling kota. Sekalian nyari lokasi untuk toko baru kita."
"Ashiaapp, komandan! Laksanakan!" jawabnya seraya menghormat padaku.
*****
Keesokan harinya, aku, Bayu juga Uni dan Sari berkeliling di mall terbaru di kota ini. Aku membelikan beberapa helai pakaian untuk adik-adik Bayu. Juga mukenah untuk Mbok Yem. Sempat kulihat mukena miliknya penuh tambalan di sana sini. Ini saatnya berbagi untuk orang-orang yang sudah berbaik hati menghiburku di saat-saat seperti ini.Kusadari aku terlalu lemah, mudah terlena dan terperdaya. Sekalipun intuisi bisnisku dikagumi banyak orang, tapi hatiku benar-benar serapuh kaca. Tipis dan mudah pecah.
Beruntung aku selalu dikelilingi orang-orang baik seperti Bayu, Koh Ahong dan Mbok Yem. Mereka adalah orang-orang yang menyayangiku dengan tulus. Begitu juga dengan Mas Kresna, tapi itu dulu. Sebelum kedatangan Marini di antara kami.
Ah, sudahlah Ratih. Kresna hanyalah masa lalu. Terimalah garis takdir yang digariskan Allah untukmu, Dialah sebaik-baik Penjagamu. Mudah-mudahan badai segera berlalu. Amiiin.
Saat ini aku hanya ingin menikmati waktu bersama orang-orang yang hangat dan tulus ini.
Sebuah stand kecil menarik perhatianku, ada beberapa pakaian muslimah yang tampak cute dan nyaman dipajang di sana. Aku pun memilih beberapa yang pas dengan seleraku, untuk stok ganti di rumah Bayu. Tentu aku tak mungkin bisa sesuka hati mengenakan daster di rumah itu.
Setelah membayar pada kasir dan mendapatkan yang kuinginkan, ku ajak mereka mampir di sebuah kedai makanan siap saji.
Aku tak bisa menahan tawa melihat tingkah lucu Uni dan Sari. Mereka makan dengan lahap hingga wajah mereka cemong di sana sini. Wajah-wajah itu terlihat begitu puas dan bahagia, mungkin baru sekali ini mereka makan di tempat seperti ini. Namun, sikap mereka tetap kalem dan tenang. Meski kekaguman nampak jelas dari sorot mata polos mereka. Ah, anak-anak yang manis.
*****
Aku mematut diri di depan kaca yang ada di pintu lemari pakaian. Mengamati make up tipis yang kusapukan. Memakai hijab marun, kupadukan dengan gamis hitam berpotongan lebar di bagian bawahnya. Sempurna.Aku melangkah keluar kamar, mendapati Bayu yang tengah menunggu di kursi depan. Ditemani secangkir kopi dan sepiring pisang goreng di meja, terlihat telah berkurang setengahnya.
"Ayo kita berangkat, Bay," ucapku padanya yang menoleh dan terdiam cukup lama saat menatapku.
Hari ini aku akan berkunjung ke sebuah perumahan di pusat kota. Aku berniat membeli sebuah hunian yang dekat dengan tempat usaha kami nanti. Sekarang aku dan Bayu berniat untuk cek lokasi, dan memilih mana rumah yang sesuai dengan seleraku.
Ck. Kenapa bocah itu memandangku seperti itu. Mencurigakan. Kulambaikan tangan di depan wajahnya yang terlihat bengong. Apa dia kesambet?
"Bay, Bay. Hey .... Helloow," panggilku dengan suara cukup keras.
Pemuda yang nampak rapi dengan kaus panjang hitam digelung hingga lengan dan celana jeans berkantong banyak itu mengerjapkan matanya berkali-kali. Barulah ia menjawab,
"Eh, em ... iya Mbak. Kenapa?""Ayo kita berangkat, atau ... kita gak jadi pergi hari ini?"
"Ya jadi, dong. Tuan putri. Sudah ganteng begini masak gajadi pergi."
"Ya udah, ayok!"
Dia melambaikan tangannya ke arah pintu mobil yang ada di hadapanku. Bak gaya seorang bodyguard profesional di film-film Hollywood.
Ah, Bayu. Kau selalu punya cara untuk membuatku tersenyum.
*****
Ehm, ehm.Bersambung bag 6
KAMU SEDANG MEMBACA
JAMBU ALAS
RomanceDian Kamaratih, terusir dari rumah sendiri setelah diceraikan oleh Kresna Birawa karena bertengkar dengan istri barunya, Marini. Dia ditolong oleh Bayu Samudra, asisten sekaligus tangan kanannya yang ternyata diam-diam mencintainya. Kisah cinta an...