Bag 11

15.4K 724 97
                                    

Apabila dua hati telah saling mengenali, maka cinta akan datang begitu mudah layaknya musim yang pasti berganti.

Kedua mata kami saling memandang, senyum menghiasi wajah manis lelaki yang empat tahun lebih muda dariku itu. Beberapa lama aku hanya bisa tenggelam di kedalaman mata hitamnya. Namun, tidak ada yang berubah dari posisi kami saat ini. Bayu cukup tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh dua orang belum resmi terikat janji suci. Lagipula kedua adik perempuannya ada di ruang tamu yang tidak terhalang dinding sehingga bebas melihat ke arah kami.

Ah, rasanya aku begitu tak sabar menanti hari bahagia itu. Walaupun Bayu yang terlebih dulu mengucap kata cinta, tapi sesungguhnya hatikulah yang lebih dulu merasa begitu rindu akan cinta yang seindah ini.

Bayu berdiri dan beranjak untuk membersihkan sisa kotoran dan mencuci peralatan makan kami. Sesekali matanya kembali melirikku beberapa kali, tentu saja senyum cengirannya tak pernah lekang seperti biasa.

Aku sudah sering melihat pemuda itu melakukan pekerjaan rumah. Dulu bahkan dia sering membantuku mengurus rumah, tapi kali ini terasa sungguh berbeda. Karena dia melakukannya dengan cinta. Seperti aku yang kini tak henti mengagumi setiap perlakuannya padaku barusan.

Ah, Bayu. Sejak kapan kau berhasil mencuri hati ini?

"Jangan lama-lama lihatnya Mbak. Bahaya!" celetuknya yang membuatku tersadar dari lamunan.

"Ha? Kenapa? Apa?" jawabku seperti orang bodoh. Ya ampun, Ratih. Kamu norak!

"Ciee yang terpesona." Kembali wajah itu dihiasi seringai yang jahil. Huh, kenapa sekarang aku tak bisa kesal padanya? Bahkan melihat muka tengilnya hatiku berbunga-bunga. Ada apa ini sebenarnya?

"Enak aja! Nyuci piring yang bener. Awas aja kalo nggak bersih," kilahku seraya melangkah cepat ke arah kamar. Lama-lama dekat dengan Bayu bisa bahaya.

*****
Tidak ada kata, hanya air mata yang berlinangan di pipi keriput Mbok Yem ketika Bayu mengatakan akan menikahiku. Perempuan paruh baya itu mengusap pipiku berkali-kali. Menatapku seolah aku adalah seorang yang amat berharga di matanya.

"Mbok kenapa nangis? Bukannya bahagia?" tanyaku seraya beringsut duduk di samping dan memeluknya.

"Mbok terharu sekali, Nduk. Dulu, Mbok pernah berharap bisa membalas kebaikan ibumu. Dalam hati Simbok berdoa semoga bisa berbesan dengan perempuan sebaik dia. Sayangnya Simbok tak kunjung punya momongan setelah menunggu sekian lama. Sedangkan ibumu melahirkanmu, seorang anak perempuan yang sangat cantik. Simbok pikir tidak akan bisa mewujudkan impian Simbok. Ternyata Gusti Allah mengabulkan doa Simbok. Alhamdulillah ...." Aku hanya terdiam mendengarnya.

Tanpa sadar ekor mataku mencari wajah Bayu, dan ia pun ternyata sedang memandangiku. Sebuah senyuman kembali bertengger di sana. Lebar tapi tanpa suara. Sebentar kemudian sebelah matanya berkedip menggoda.

Dasar! Bocah tengil!

Aku melotot ke arahnya yang tidak mengenal situasi saat bercanda. Justru ia semakin menjadi dan mengedipkan kedua matanya berkali-kali.

Oh, Tuhan. Ampunilah hamba yang telah khilaf mencintai anak ingusan ini.

*****
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Tidak banyak persiapan yang dilakukan karena kami menginginkan prosesi yang sederhana. Hanya kerabat dan beberapa orang karyawan yang diundang untuk menjadi saksi pernikahanku dengan Bayu.

Acara ijab qobul berlangsung lancar. Bayu mengucap akad dengan tegas dan lantang. Disambut dengan tepuk tangan para tamu undangan. Sudut mataku dipenuhi kaca yang siap meluncur turun, saat untuk pertama kalinya kukecup punggung tangan lelaki yang resmi menjadi imamku kini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JAMBU ALASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang