Bag 8

6.8K 402 8
                                    

Tanpa aba-aba Mas Kresna langsung duduk di kursi sampingku, yang kosong karena ditinggal oleh Bayu. Dadaku berdebar kencang, ada yang salah dengan diriku. Kenapa aku merasa seperti orang yang sedang selingkuh dengan mantan suami sendiri, yang sekarang sudah menjadi milik wanita lain. Perasaan macam apakah ini? Entahlah, yang jelas aku merasa senang karena perhatian pria itu kini seratus persen hanya tertuju padaku. Tidak terbagi dengan Marini.

"Kamu dari dulu memang paling bisa diandalkan. Hebat ya, sudah bisa buka cabang hanya dalam waktu empat bulan." Lelaki itu mulai mengatakan hal-hal yang membuatku melayang. Dulu, bahkan dia jarang memujiku seperti sekarang. Jadi begini rasanya dikejar-kejar orang yang kita cintai? Menyenangkan.

"Terima kasih, Mas. Tapi semua pujian itu, mestinya juga kau berikan pada Bayu. Tanpa dia acara hari ini tidak akan berjalan sukses," jelasku. Sebenarnya itu hanya alasan untuk menutupi rasa gugup dan malu setelah mendengar pujiannya. Oh, semoga wajahku sekarang tidak memerah seperti tomat. Sungguh memalukan. Aku merasa seperti baru pertama kali mendengar kata pujian.

Norak. Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Ah, susahnya jadi wanita. Baru dipuji sedikit sudah melayang tinggi, hingga lupa pada hal menyakitkan yang pernah terjadi di antara kami. Kadang cinta memang seaneh itu, membuat kita menjadi bodoh sekaligus juga bahagia.

Cukup sudah. Aku tak boleh berlama-lama berduaan dengan Mas Kresna, bagaimana pun dia sekarang bukan milikku lagi. Kulambaikan tangan ke arah Bayu yang terlihat mencuri pandang ke arah kami. Apa yang sebenarnya dia pikirkan, hingga kedua alisnya bertaut seperti itu? Pemudik yang aneh.

"Selamat datang, Mas Bos Kresna Birawa? Maaf saya tidak sempat menyambut, saya tak menyangka akan kedatangan seorang tamu agung seperti Anda," ucap Bayu sambil menyalami tangan Mas Kresna. Keduanya bertatapan cukup lama, tapi sepertinya kurang bersahabat. Terlihat dari kedua mata mereka yang saling memicing, seperti dua orang anak yang sedang berebut mainan saja. Kekanakan!

"Tentu, terima kasih sudah mau repot-repot menyambut saya, Mas Bayu Samudra. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin saya tanyakan. Tetapi tentu saya tidak ingin merusak momen bahagia ini. Sebagai permintaan maaf karena telah lancang datang tanpa diundang, saya ingin menjadi pembeli pertama pada hari ini. Bisakah saya melihat-lihat koleksi perhiasan perak kalian? Kabarnya kalian memiliki desain baru yang cukup unik." Pria itu berkata tanpa melepaskan tatapannya, sementara Bayu hanya tersenyum lebar seperti biasa. Berusaha bersikap profesional meski terlihat sekali kalau dia tak suka dengan kehadiran Mas Kresna.

Akhirnya, aku mengalah dan mencoba mencairkan suasana dengan mengajak mereka melihat koleksi perhiasan perak yang ku desain sendiri. Awalnya hanya iseng untuk mengisi waktu luang, tapi aku menikmati hobi baruku sebagai desainer perhiasan. Meski baru sebatas amatir, tapi Bayu selalu menyemangatiku untuk terus bereksplorasi. Bersama dia membuatku merasa menjadi jauh lebih muda, juga mulai agak sedikit kekanakan sepertinya. Akan tetapi itu hal yang bagus, aku jadi bisa mengikuti jalan pikirannya yang sesuai dengan selera masyarakat kekinian. Jujur aku banyak belajar dari pemuda yang berusia empat tahun lebih muda dariku itu.

*****
Sejak pertemuanku dengan Mas Kresna di hari itu, kami cukup sering ketemuan untuk membahas desain-desain baruku, yang sebagian di pesan olehnya. Dia antusias sekali dengan model-model perhiasan yang kutawarkan.

Akan tetapi sejak saat itu juga, Bayu mulai terasa menjaga jarak dariku. Rasanya ada yang hilang bila sehari aku tak mendengar gombalannya yang asal itu. Sebersit rasa rindu mulai hadir bila kuingat saat-saat kami tertawa bersama.

Seperti saat ini, aku sedang makan siang berdua dengan Mas Kresna. Di sebuah kafe di mall tempat kami mengadakan janji temu untuk mensurvei lokasi stand baru milik Mas Kresna. Rencananya dia akan mengambil barang dari toko kami.

Seharusnya ini menjadi makan siang yang menyenangkan untuk kami, karena membahas tentang perkembangan bisnis yang cukup menjanjikan. Namun, aku sudah mulai bosan membahas tentang bisnis dan segala tetek bengeknya. Entah kenapa saat-saat seperti ini aku justru memikirkan Bayu. Bersamanya selalu membuatku bisa tertawa lepas tanpa beban.

Mas Kresna terus mengoceh tentang harga-harga dan pasar emas yang mulai meningkat setelah fenomena dedolarisasi. Namun, pandanganku justru menerawang entah ke mana. Bosan aku mendengar kata-katanya yang sudah seperti guru yang mengajar matematika. Padahal dulu itu adalah mata pelajaran favoritku, tapi kenapa sekarang aku hanya memikirkan tentang pemuda tengil dan kekanakan itu. Sedang apa dia sekarang?

Tak lama kemudian, mataku melebar ketika menemukan pemandangan di seberang sana. Seorang wanita cantik berpakaian cukup seksi menggelayut manja di lengan Bayu. Mereka sibuk memilih jam tangan yang ditawarkan di sebuah toko ternama. Ada rasa panas yang membakar dada, kala kulihat mereka saling bercanda dan tertawa bersama. Terlihat begitu bahagia.

"Saya capek, Mas. Saya pulang dulu, ya," ujarku seraya bangkit berdiri. Meninggalkan meja dan hidangan yang belum berkurang sama sekali. Hanya terus kuaduk saja sedari tadi. Mendadak selera makanku hilang melihat Bayu tertawa bersama perempuan lain, yang lebih cantik dan seksi. Juga jauh lebih muda tentunya. Ah, sial.

Baru saja kakiku hendak melangkah meninggalkan meja, tapi tiba-tiba lenganku dicekal oleh lelaki yang duduk di seberang sana.

"Kamu mau ke mana, Ratih. Mas belum selesai. Mas masih rindu padamu. Sebenarnya bisnis ini hanyalah alasan agar Mas bisa selalu dekat denganmu," akunya dengan wajah memelas. Anehnya aku tidak terkejut apalagi senang mendengar pengakuan itu. Entah ke mana perginya bunga-bunga yang sempat muncul saat kami pertama bertemu di peresmian itu. 

"Oh, jadi begitu? Baguslah. Kalau begitu Mas cari perempuan lain saja untuk menemanimu makan siang dan membahas hal-hal yang membosankan itu. Aku sudah tidak tertarik lagi untuk bekerja sama denganmu. Maaf, kita akhiri sampai di sini. Assalamualaikum." Aku melangkah pergi sambil menahan rasa sesak di dalam hati. Bukan. Bukan karena sebal dengan pengakuan Mas Kresna, tapi karena hal lain yang tak kumengerti. Tiba-tiba saja aku begitu ingin marah tanpa sebab yang jelas.

Setengah berlari aku meninggalkan gedung menuju jalan raya. Menyetop sebuah taksi dan menyuruhnya untuk menambah kecepatan agar aku bisa segera pulang. Besok pagi aku akan segera pergi dari rumah itu, dan pindah ke rumahku yang baru. Dengan atau tanpa persetujuan Bayu.

*****
Jam di dinding berdetak pelan, tapi begitu jelas terdengar. Jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam. Tidak ada tanda-tanda bahwa Bayu sudah pulang, pikiranku pun melayang-layang membayangkan apa saja yang sedang dia lakukan bersama wanita cantik itu. Tubuhku sudah begitu lelah, tapi mataku sulit untuk memejam. Selama beberapa jam aku terus membolak-balik tubuh dengan gelisah. Sampai akhirnya kupaksakan untuk terus menutup mata hingga aku terlelap dengan sendirinya.

*****
Rasanya baru sekejap aku jatuh tertidur, tapi seruan adzan subuh sudah membangunkanku. Walau masih sangat mengantuk, kupaksakan untuk bangun dan mengambil air wudhu. Namun, sepertinya pagi ini aku terbebas dari kewajiban shalat karena mengalami menstruasi.

Syukurlah, setidaknya aku bisa menyambung tidurku yang sempat tertunda. Tak menyia-nyiakan waktu aku segera bergelung dengan nyaman di dalam selimut lurik yang disediakan Mbok Yem.

Akan tetapi sepertinya ini hari yang sial bagiku. Karena sebuah notifikasi terdengar dari gawai yang baru kubeli sebulan lalu. Itu pun atas desakan Mas Kresna.

Sebuah pesan singkat masuk, tanpa nama pengirim yang jelas.

[Dasar perempuan jalang! Beraninya kau mencoba merebut suami orang! Wanita lacur murahan!]

Belum hilang keterkejutanku, sebuah pesan lain pun muncul.

[Jauhi suamiku, atau aku akan menghancurkan bisnis serta hidupmu yang sial itu! Ingat itu!]

*****
Bersambung bag 9

JAMBU ALASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang