Ruang keluarga itu agak sedikit menyatu dengan ruang tamu, hanya saja di skat oleh kursi ruang tamu yang menghadap ke barat dan kursi ruang keluarga yang menghadap ke timur.
Taufan, Ice, Thorn dan Blaze duduk berada di belakang kursi yang sedang Solar dan Halilintar pakai. Taufan duduk bersebelahan dengan Blaze menghadap timur, sedangkan Thorn dan Ice menghadap ke arah Selatan.
Mereka agak bosan di ruangan itu, ingin menonton tv tetapi tidak bisa, karena tv itu dipakai Hali dan Solar untuk bermain ps. Tak beberapa lama kemudian Gempa datang ikut bergabung dengan keempat adiknya itu, awalnya ia melihat Hali dan Solar yang tengah asik bermain ps, tetapi pandangannya itu justru mengarah ke arah empat adiknya yang sedikit agak jenuh.
"Diem diem bae" ucap Gempa sembari duduk berhadapan dengan Taufan dan Blaze. Thorn melirik Gempa sekilas. Gempa menengok ke arah belakang kursinya dan meraih sebuah novel yang berjudul "Leadership". Taufan berusaha menghilangkan rasa bosannya dan ia ingat bahwa ia membawa sebuah kartu uno yang berada di saku tasnya.
"Hmm gue kayanya bawa kartu uno, mau pada main ga?" Tanya Taufan. Ice menegakkan badannya setelah sedari tadi bersenderan di leher leher Sofa. "Boleh tuh, gue mau" jawab Ice. "Yaudah ambil" perintah Thorn.
Taufan melirik Blaze. "Lo mau ikutan ga" tanya Taufan datar. Blaze hanya mengangguk pelan. "Ok gue ambil dulu" ucap seru Taufan.
***
Gempa membaca dengan teliti buku novel itu, makna setiap kalimat dari buku itu ia dapatkan. Anggukan pelan dari Gempa mulai bergerak, itu menandakan bahwa apa yang ia baca adalah sebuah petunjuk bagaimana menjadi seorang leader yang baik.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.27 sore hari itu cuaca tidak terlalu cerah, awan awan gelap mulai memasuki langit langit di depan rumah tujuh kembar itu, dan tak lama kemudian hujan pun turun.
Menyadari hujan turun Gempa berdiri dan menyalakan lampu di setiap ruangan seperti dapur dan kamar. Lalu kembali duduk di ruang tamu bersama ketiga adiknya.
***
Tak lama kemudian Taufan datang membawa sebuah kartu uno, ia kembali duduk berada di sebelah Blaze lalu mengkocok kartu uno itu, setiap orang mendapatkan 7 kartu, lalu sisa kartu di letakkan di tengah.
Taufan mengambil satu kartu dari tumpukan kartu yang kini sedang berada di tengah tengah meja. Dibukalah kartu itu, sebuah warna kuning dengan angka dua lalu di letakkanlah kartu itu di tengah, itu artinya setiap pemain harus melemparkan kartu berwarna kuning, atau kartu lain dengan alasan kartu yang berbeda warna harus sama sama memiliki angka yang sama yaitu seperti angka dua tadi.
"Gue dulu yak" ucap Taufan. Taufan memilih kartu untuk di mainkan, ia melemparkan sebuah kartu berwarna kuning dan merah dengan angka berbentuk oval yaitu nol. Permainan itu berputar dari Taufan, Blaze, Thorn hingga Ice, mereka bermain dengan asik.
Permainan semakin panas kini putaran itu berpindah berada di Ice, setelah tadi Taufan melemparkan kartu putar balik sehingga Ice kini bermain kembali. Ice melemparkan kartu plus dua dengan warna hijau dan biru, lemparan itu dilirik oleh Thorn, Thorn melihat beberapa kartu yang berada di tangannya, disini lah peperangan di mulai
Thorn melemparkan kartu plus empat, Taufan melihat raut wajah Blaze. "Lo ada plus lagi ga" tanya Taufan. "Bangsat, gue ga ada" jawab Blaze. "Hahaha" Ice tertawa. "Ngejip, ambil delapan kartu" perintah Thorn. Blaze mengambil kartu yang berada di tengah,
Taufan tersisa satu kartu berwarna biru dengan angka tujuh, Taufan pun bertanya kepada Blaze. "Warna apa" tanya Taufan. "Biru" jawab Blaze. Taufan membulatkan matanya dan langsung melemparkan kartunya itu dan mengucapkan kalimat "Uno game".
Melihat adik adiknya bermain Uno Gempa hanya tersenyum tipis, membaca kembali isi novel yang ia pegang di tangan kirinya dan membuka lembaran selanjutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/208505203-288-k174678.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy [Daily Activity]
Teen FictionGempa merupakan Kakak sekaligus leader di antara adik adiknya, mereka semua bersaudara, lahir di tanggal bulan dan tahun yang sama alias kembar, kini usia Mereka sudah menginjak 16 tahun, Amato memutuskan untuk memberikan rumah untuk mereka, dan mem...