12. Autumn

23 4 1
                                    

Sekarang bulang September, harusnya sudah musim gugur. Tapi aku belum melihat daun berguguran di halaman rumahku.

Aku memikirkan tentang satu hal, haruskah aku mengajak Miji ke kabin. Untuk melihat pohon maple. Dia pasti suka, aku tidak ingin bersedih karena memikirkan waktuku bersama Miji semakin sempit. Jadi aku sering mengunjunginya supaya dia tidak kesepian. Terkadang aku mengajak Felix, dia bilang kue buatan Ibu Miji enak.

Aku mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada yang menyahut. Biasanya ketika aku mengetuk pintu Ibu Miji akan menyambutku dan menuntunku masuk untuk bertemu dengan putrinya. Tubuh Miji semakin lama semakin ringkih, aku menyadarinya tapi aku tidak ingin bersedih di depannya. Yang ku fikirkan hanya hal hal yang menyenangkan yang mungkin bisa membuat Miji melupakan sakitnya walaupun itu mustahil tapi aku tetap berushaa.

Tidak lama ketika aku duduk di beranda rumah Miji, Ibunya datang membukakan pintu. Dia menangis,
" tante apa yang terjadi?" tanya ku, rasa panik mulai menjalar dihatiku. Rasa takut membuat tubuhku menjadi dingin.

" Miji " jawabnya lirih, aku masuk dan mendapati Miji terkulai lemas di tempat tidur.

" kau bisa membantu Tante membawa Miji ke rumah sakit " pintanya, aku mencoba menggendong Miji.

" jangan  ke rumah sakit " bisiknya, aku yakin Ibunya juga bisa mendengar perkataan Miji.

" Eomma, jangan bawa Miji ke rumah sakit. Tidak ada gunanya, sekarang mungkin sudah waktunya "

" kau bisa bertahan Miji, kata dokter kau masih bisa bertahan enam bulan "

" dokter bukan Tuhan,Miji sudah lelah Ma. Jadi jangan bawa Miji ke rumah sakit. Badan Miji sakit, aku tidak ingin di suntik lagi aku tidak ingin minum obat lagi. Ini permintaan terakhir Miji "

Ibu Miji terduduk lemas mendengar permintaan Miji yang berada di gendonganku, aku bingung aku tidak bisa berfikir apa yang harus ku lakukan. Aku menurunkan Miji dan mendudukannya di kursi, aku membawakan selimut untuknya supaya dia merasa hangat.

Aku berniat ingin mengambil air hangat untuknya, dia menggenggam tanganku.

" gwencanha " katanya lirih

" kau sudah janji akan mengajak ku ke kabin "

"  tapi kau sedang sakit "

" badanku memang sudah sakit akan semakin buruk jika aku hanya diam dirumah. Anggap saja ini permintaanku yang terakhir " hatiku merasa perih mendengar permintaan Miji.

Aku melihat ke arah Ibunya Miji, dia mengangguk seolah mengiyakan.

Aku segera menggendong Miji menuju mobil, kami berkendara pelan melewati jalan private drive. Aku berniat membawanya ke kabin tempat kita berlibur dulu.

Aku sesekali melihat Miji memastikan bahwa dia baik baik saja, dia terlihat kurus dan tampak lemah. Aku yakin dia menahan sakit, tapi dia hanya diam. Kami berkendara dalam diam, bahkan aku mati matian menahan tangisku.

Last Autumn: Huang Renjun ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang