Chissya dari pulang sekolah tadi hanya mengurungkan diri di kamar. Dia memilih rebahan di kamar sambil mendengarkan musik galau. Ia biasanya kumpul di ruang keluarga setelah mandi, tapi hari ini tidak.
Andriano merasa tidak aneh mengenai sikap putrinya itu. Ia tahu jika seperti itu putrinya pasti sedang banyak masalah, tetapi ia justru heran, masalah apakah yang sedang dialami putrinya saat ini?.
Andriano memilih untuk pergi menghampiri putrinya. Ia sangat tak ingin melihat anaknya terpuruk dan bersedih, apalagi sampai mengeluarkan air mata.
Tok..tok..tok..
Andriano mencoba mengetuk pintu kamar Chissya, namun tak ada balasan apa-apa dari dalam kamar.
Andriano mencoba mengetuk pintu kamar Chissya lagi. Tetapi hasilnya tetap sama, hanya ada keheningan.Andriano mulai merasa cemas akan putrinya itu. Tak berpikir lama, ia segera beranjak untuk mengambil kunci cadangan kamar Chissya. Ia kembali, dengan cepat membuka pintu kamar putrinya.
Andriano menghampiri putrinya yang sedang terbaring diatas kasur. Ia melihat wajah Chissya pucat, dan melihat aerphone yang sedang terpasang di kedua kuping Chissya. Andriano memanggil putrinya itu, tapi tak ada jawaban. Ia memegang dahi Chissya, kemudian beralih memegang tangan Chissya.
"Astagfirullah.. Chissya!" Andriano merasakan sekujur tubuh Chissya terasa panas.
Andriano langsung membawa Chissya ke mobil, untuk di larikan ke rumah sakit. Kartini mendengar panggilan dari suaminya yang kecemasan. Kartini mencari keberadaan suaminya, ia melihat suaminya itu sedang mengangkat anaknya ke luar terburu-buru, ia pun segera menyusulnya.
"Astagfirullah.. Chissya kenapa mas?" Tanya Kartini cemas melihat anaknya yang pucat.
"Gak tau, tadi aku ke kamarnya dia udah gak sadarkan diri." Jawab Andriano yang sangat cemas.
Kartini masuk ke mobil, dan duduk di kursi belakang bersama Chissya, yang posisinya terbaring, kepalanya berada di paha Kartini. Andriano melajukan mobil itu menuju ke Hospital. Andriano melajukan mobilnya di atas rata-rata.
~•~
Chissya langsung di larikan ke UGD.
Kartini dan Andriano menunggu di depan ruang UGD. Sedari tadi Kartini menangis melihat keadaan putrinya saat ini.
Andriano yang sedari tadi berdiri cemas, sekarang berjalan menuju Kartini yang sedang duduk menangis. Ia menyenderkan Kartini pada dadanya yang tegap itu."Mas..i..Ica..hiks..bakalan sadar kan, hiks..?" Tanya Kartini sesenggukkan.
"Iya, kita berdoa aja, biar Chissya cepet sadar." Andriano mulai menenangkan isterinya itu. Mereka berdoa agar Chissya cepat sadar.
Seorang laki-laki paruh baya yang memakai jas putih dan steleskop yang di lingkarkan di bahunya, keluar dari ruang UGD. Andriano dan Kartini langsung beranjak dari duduknya, dan menanyakan kabar Chissya.
"Gimana dok keadaan anak saya?" Tanya Andriano cemas.
"Keadaan anak anda sekarang mulai stabil. Tetapi.." Dokter itu menggantungkan ucapannya.
"Tetapi? Kenapa dok?" Tanya Kartini cemas, saat itu juga air matanya mengalir.
"Tetapi, anak anda tidak bisa sadar sekarang. Mungkin dia bisa sadar besok atau lusa, karena anak anda mengalami defresi yang sangat hebat. Otaknya terlalu banyak beban pikiran, sehingga tidak bisa berjalan dengan normal, dan juga mengakibatkan Tifus sehingga suhu tubuhnya akan berubah-ubah." Jelas dokter yang memeriksa Chissya.
Tangis Kartini pecah. "Ya..tapi bisa sembuh kan dok?" Tanya Kartini sangat cemas mendengar keadaan anaknya saat ini.
"Bisa bu. Tapi makannya jangan sembarangan, dan gak boleh banyak pikiran. Karna akan berakibat buruk bagi kesehatannya." Jelas dokter itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything For My Love
Random⚠️Selamat datang di cerita pertama aku🤗😘 ⚠️Tahap Revisi "Ca," panggil Gibran dingin. Chissya membalikkan tubuhnya. "Iya, Gibran?" "Gue mau nanya?" "Iya sok." "Lo cinta kan sama gue?" Kata-kata itu terlontarkan langsung dari mulut Gibran. Chissya...