Mentari pagi seolah menerobos masuk melalui kaca jendela kamarku, sinar nya yang meraba kulit membuatku terbangun dari tidur nyenyak. Kupaksa membuka mata walaupun agak berat. Aku bangun untuk bergegas mandi dan memakai seragam sekolahku, aku duduk di depan jendela untuk menikmati sinar matahari dan merenung.
Yahh, aku suka merenung di saat matahari terbit dan terbenam, dan aku menyebutnya ruang renung. Karna di waktu itu lah saat paling pas untuk merenung segala tentang kehidupan. Dan hal paling sering aku renungkan seperti ; masa lalu, masa depan, dan juga cinta. Selama aku merenung aku tidak pernah menemukan titik lelah di dalam ketermenungan itu, yang ada hanya menemukan sebuah pertanyaan lucu yang selalu muncul setiap aku merenung, dan pertanyaan itu cukup menggelitik bagi batin. "Kapan aku lelah mencari arti cinta sejati." itulah pertanyaan yang selalu muncul yang tak pernah alpa di setiap renunganku.
Dari balik jendela kamar aku melihat sebuah mobil BMW hitam yang parkir di halaman rumahku. Dan keluar seorang perempuan yang lengkap menggunakan seragam sekolah dan masuk kedalam rumah, perempuan itu bernama Azzahra Putri Permata Kasih. Dia sahabatku dari kecil, bahkan dia adalah teman pertama dihidupku, pun sebaliknya dia, aku adalah teman pertama yang di kenal.
Dari balik pintu kamar terdengar suara ketukan sambil menyebut namaku.
"Ren cepet turun tuh ada Kasih sama keluarganya nunggu kamu."
Ternyata nenek yang memanggilku, suara nenek yang sendu - sendu itu seakan menepuk pundakku yang membuyarkan segala hal yang aku renungkan.
"Iya nek tunggu aja." sahutku ke nenek.
"Cepet yaa jangan lama." jawab nenek.
Tak lama setelah itu pintu kamarku terbuka. Yah, siapa lagi yang masuk ke kamarku kalo selain dia sahabatku."Re cepetan turun, itu Papah sama Mamah nunggu tuh." sambil menarik tangan ku.
"Iya iya nih juga mau turun gue." jawabku.
Namaku Ren Anantama tapi Kasih memanggilku dengan panggilan Rere itu panggilan kasih ke aku, pun sebaliknya aku memanggil kasih adalah Sisi itulah panggilan aku ke Kasih.
"Re lo gak kangen apa sama suasana sekolah?" tanya Sisi sambil menuruni tangga rumah.
"Sedikit kangen sih sama sekolah." jawabku.
"Gue kangen sama temen - temen, jadi gak sabar ke sekolah.
"Baru liburan 2 minggu sudah kangen nya kaya gitu, gimana nanti lulus."
"Iya juga yaa hehe." dengan tawa kecil.
"Ngomong - ngomong mana Papa sama Mama lo." tanyaku
"Itu tuh mereka sudah nunggu di meja makan. Jawab Sisi sambil menunjuk meja makan.
Aku dan Sisi duduk di meja makan, di meja makan sudah tersedia sarapan yang di sediakan nenek.
"Ren gimana sekolah kamu lancar?" tanya mamah Sisi untuk membuka topik pembicaraan.
"Yaah seperti biasa lancar mah." jawabku ke Mamah sisi.
Berhubung aku sudah bersahabat dari kecil dengan Sisi jadi aku memanggil orang tua Sisi dengan panggilan Papah Mamah, karena orang tua nya Sisi sudah seperti orang tua ku sendiri.
"Iya lancar, lancar ngedeketin cewek mah." sahut Sisi di tengah pembicaraan.
"HAHAHAHA ITU BIASA LAKI." tambah Papah Sisi dengan gelegar tawa yang menambah nuansa harmonis di meja makan.
"Persis kaya Almarhum Ayah nya si Ren ini Playboy." sahut nenek.
"Gak playboy cuma nyari yang tepat."
Ku jawab menepik kenyataan.
"Nyari yang tepat gak segitunya juga kali." ucap Sisi.Setelah sekian lama berbicara di iringi senda gurau, aku terhanyut kedalam nuansa kekeluargaan hal yang belum pernah aku dapatkan selama ini. Aku sangat beruntung memiliki sahabat seperti Sisi, mungkin orang lain belum tentu memiliki sahabat yang sebaik Sisi. Tak henti - henti nya aku bersyukur saat aku memandang wajah Sisi.
Tuhan maha baik.
Tak henti - henti nya kusenandungkan rasa syukur.
Telah di berikan seorang sahabat sebaik dia.Seorang sahabat yang tak pernah lelah mengikuti setiap langkah yang telah kulalui.
Seorang sahabat yang bahkan mau menjadi ruang renungku tatkala senja sibuk dengan awan mendungnya.
Seorang sahabat yang senantiasa memasang telinga untuk mendengar keluh kesahku di saat aku risau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Renung
Romantizmsenja merah keemas - emasan mulai membentuk ruang. Dan di dalamnya aku merenung, lalu kuambil pena dan secarik kertas, pena menari - nari di atas hamparan kertas putih yang perlahan - lahan mengukir sebuah nama dia. iya. Dia, yang akan kuceritakan. ...