0.0 Impian

3.5K 224 87
                                    

Semuanya berjalan begitu saja. Mengalir bagai air yang mengikuti arus. Tak memiliki ambisi atau keinginan sendiri. Saat anak seusia ku berlomba -lomba memamerkan impian mereka, menunjukan impian siapa yang paling keren. Sedangkan aku, hanya terdiam mengamati sekumpulan anak itu disudut bangku ini. Memilih menjadi pengamat sekumpulan ambisius itu.

Bagiku, tak ada yang menarik dari hidup ini. Terlalu monoton, dan aku juga tahu, hidupku ini bukan perihal tentang diriku saja. Aku bukanlah, sang pengendali penuh akan hidup ini. Hidupku telah diatur dan disusun sedemikian rupa, jadi apa gunanya memiliki impian? Toh ujungnya juga akan sia -sia.

Katakan saja aku begitu pasrah dengan kehidupan ini. Tapi, nyatanya memang begitu. Aku tak berdaya, terlalu lancang jika aku memiliki sebuah impian. Jadi lebih baik lupakan saja omong kosong itu, bukan?










"Mingyu, apa impianmu?" Ssaem menatapku penuh minat begitupun dengan teman sekelasku. Mereka terlihat begitu penasaran dengan impianku, kuyakin mereka pasti tengah berekpektasi terlalu tinggi mengenai impianku. Maaf kawan -kawan, kalian hanya mendapat kecewa saja.

"Maaf ssaem, untuk pertanyaan itu bisa kau lewati saja" gumamku pelan tanpa menatap sekitar. Dan setelahnya cibiran terdengar begitu saja. Tak jauh -jauh dari kalimat kekesalan dan umpatan untukku.









Impian
Itu terlalu mahal untuk seseorang yang tak memiliki tempat sepertiku.
















Musim panas, 20xx

Hari itu, titik terpanas di Seoul, rasanya aku hanya ingin berdiam diri seharian dirumah dengan berselimut AC didalam kamar. Huh rasanya pasti sangat nikmat. Namun, semua harapan tinggallah harapan,tugas dari Shin Ssaem yang lupa kusetor awal bulan lalu sedikit terlambat dikumpulkan. Maka dari itu sekarang aku harus terjebak disekolah dengan hawa yang sangat terik ini.

"Maaf terlambat menyetor tugasnya ssaem" ujarku penuh sesal.

"Tak masalah, lain kali jangan diulangi lagi"

"Baik ssaem, permisi"

Setelahnya kutinggalkan ruangan guru tersebut. Lorong tampak sepi, biasanya jika kegiatan belajar mengajar sedang aktif lorong ini akan sangat ramai, yang terdengar sekarang  hanyalah suara serangga musim panas yang begitu nyaring.

Lamunanku buyar seketika saat mendengarkan alunan piano yang begitu membuatku penasaran. Dengan langkah yang penuh ingin tahu kuikuti arah suara tersebut. Hingga sekarang berdirilah aku disebuah ruangan, ruangan dari club musik. Siapa yang repot -repot datang keruangan musik saat libur musim panas seperti ini. Terlebih lagi ruangan club kan tidak ber AC. Apa dia tak sumpek didalam sana?

Tak ingin menimbulkan kegaduhan, aku hanya berani mengintip dari celah pintu yang memang tak tertutup dengan rapat itu. Dari tempatku, nampak seorang pria seumuranku tengah hikmat menekan tuts- tuts dari piano dihadapan nya dan suara merdu itu seolah membawaku kedalam lautan keindahan sebuah melodi.

Aku tahu, dia Jung Jaehyun.
Salah satu siswa pelatihan di perusahaan appa. Siswa pelatihan yang begitu populer dan tentu saja sangat berbakat. Banyak yang sering membicarakannya memang, melihatnya menyanyi dengan sepenuh hati itu entah mengapa membuat sesuatu dalam diri ini tergerak.

Inginan untuk berdiri sisinya. Menggapai sebuah impian bersama. Berada dipijakan yang sama. Hanya karena mendengar lantunan indahnya itu. Aku sampai berpikir untuk bermimpi dan ingin menggapainya. Ini bukan sebuah tindakan yang salah, bukan?

"Suaranya begitu indah," lirihku dengan pandangan yang sama sekali tak terlepas dari sosok yang sempurna itu.

"Sudah kuputuskan, impian Jaehyun adalah impianku juga!" Ucapku tanpa berpikir panjang penuh dengan tekat yang kuad.
































[✔️] Call My Name || JaegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang