1st - Attraction

396 47 2
                                    

"Udah ngerti semuanya? Ada yang mau ditanyain lagi nggak?" Tanya Wasa pada ketiga temannya yang sudah tampak mengantuk.

Dirga, Evan dan Yoga memang selalu belajar bersama di rumah Wasa hingga larut malam selama pekan UAS. Seperti sore ini misalnya, mereka sepulang kuliah langsung berkumpul di rumah Wasa karena besok akan ada UAS Kimia Kuantum. Selain pintar, Wasa juga cepat dalam menerima materi perkuliahan, jadi sepulangnya ia selalu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak mengerti dari teman-temannya.

Menurut Dirga, kalau diibaratkan dengan larutan, otak Wasa itu encer sementara otaknya sudah jenuh. Larutan encer memiliki kadar pelarut yang lebih banyak dibanding zat terlarut, sehingga zat terlarut dapat larut dengan sangat baik. Begitu pula otak Wasa yang memiliki kemampuan mencerna berbagai materi dengan sangat baik, diibaratkan sebagai pelarut yang dapat melarutkan zat terlarut dengan sangat baik.

Sementara cowok bernama lengkap Arjuna Dirga Wijaya itu merasa otaknya sudah jenuh. Larutan jenuh memiliki kadar zat terlarut yang melebihi pelarut, atau sudah mencapai batas maksimum, sehingga bila ditambahkan lagi zat terlarut, tidak akan bisa larut lagi. Atau larutan akan menjadi lewat jenuh. Begitu pula otak Dirga yang seolah tidak bisa mencerna materi lagi yang terus bertubi-tubi menghujani otaknya.

"Udah aja deh, Sa. Ngantuk gue," ujar Evan yang langsung membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumah Wasa.

Wasa menggelengkan kepalanya sambil melihat kelakuan Evan yang mulai membuka kaus kakinya dan melemparkannya ke sembarang tempat. Memang rumah Wasa untuk beberapa bulan ini hanya dihuni oleh Wasa sendiri, karena orang tuanya sedang berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Jadi teman-temannya bisa bebas berkunjung bahkan sampai menginap sekalipun. Hanya dua pilihan yang menjadi tempat mereka belajar, kalau bukan di rumah Wasa, ya di apartemen Evan. Karena Dirga dan Yoga adalah anak kost yang bisanya menumpang.

"Lo mah kapan nggak ngantuknya, Van. Nggak kenyang apa udah seharian tidur di kelas?" Tanya Yoga yang masih berkutat dengan buku catatannya, mencoba memahami materi yang telah diajarkan Wasa. Kalau soal UAS, Yoga yang paling takut dan was-was.

Evan bergeming. Walau matanya belum terpejam, tapi sepertinya ia tidak mau berbicara karena merasa sudah lelah. Cowok yang satu ini memang tidak pernah terlalu ambil pusing soal UAS.

Dirga mengacak rambutnya sambil membolak-balik halaman buku paketnya. Sama dengan Yoga, ia juga ingin bisa mengerti materi yang diajarkan Wasa. Tapi rasanya sulit.

"Aduh, kenapa gue harus masuk kimia sih, ah!" Keluh Dirga.

"Udah semester berapa lo, masih ngomong kayak gitu?" Wasa sedikit menegur.

"Gue kira ya, kimia kuantum tuh nggak bakal kayak gini, hitungan semua. Ini mah sama aja kimia fisika jilid 2 namanya."

"Jilid 3 deh, kan kimfis ada part 2 nya," tambah Yoga.

"Udah, buat sekarang mah jalanin aja. Ini emang udah takdir lo di jurusan kimia. Buktinya lo bisa bertahan sampe semester 5 ini kan? Berarti lo mampu kok," tutur Wasa. Dia bukan hanya yang terpintar di antara mereka, tapi juga yang paling dewasa.

Dirga menghela napas. Setelah dipikir-pikir, ia memang selalu mengeluh setiap pekan UAS, tetapi, nilai IPnya juga tidak jelek-jelek amat. Jadi mungkin ia memang harus bertahan sedikit lagi sampai lulus.

Setelah merasa cukup untuk belajar untuk hari itu, Dirga melihat jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul enam sore. Ia pun langsung membereskan buku-bukunya.

"Woy, Evan! Bangun!" Seru Dirga sambil beranjak lalu menendang-nendang tubuh besar Evan. Ukuran segini tidak bisa dibilang kasar, karena memang ini cara yang mempan untuk membangunkannya. Evan sendiri yang menyarankan.

Chemistry [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang