"Sorry, Yo."
Tidak. Bukan kata maaf yang ingin ia dengar dari mulut Sherin. Setelah ia mendengar ini, Yoga yakin pasti kalimatnya tadi seharusnya tidak pernah ia katakan pada Sherin. Menyesal? Tentu tidak. Ia hanya menyayangkannya.
"Kenapa, Sher?" tanya Yoga pada akhirnya, karena bagaimanapun Sherin tetap harus memberi alasan atas penolakannya terhadap Yoga.
Sherin terlihat menghela napas lalu terdiam sejenak, Yoga yakin cewek itu pasti sedang memikirkan bagaimana jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaannya. Sementara itu, Yoga hanya bisa tersenyum pahit menyadari bahwa Sherin bahkan sulit menemukan alasan kenapa ia menolak Yoga.
"Yo, kita udah sahabatan dari kecil, gue nggak mau kehilangan lo."
Klasik, begitu pikir Yoga. Jawaban ini sebenarnya sudah ia duga dari berbagai kemungkinan yang akan Sherin ucapkan. Apa sebegitu tidak mungkinnya sepasang sahabat untuk berubah menjadi sepasang kekasih? Apa perasaan cinta yang dimiliki seorang sahabat pada sahabatnya selalu berakhir bertepuk sebelah tangan?
"Lo nggak suka sama gue ya?"
"Bukan gitu, Yo. Gue suka sama lo, tapi-"
"Sebagai sahabat?"
Sherin mengangguk pelan. Kepalanya tertunduk, tidak berani menatap langsung mata Yoga. Sherin tentu merasa tidak enak bila ia harus melukai hati Yoga, tapi ia juga tidak mungkin membohongi perasaannya sendiri bahwa ia memang tidak melihat Yoga lebih dari sahabat.
"Oke," Yoga mengangguk sambil mengacak pelan rambutnya. "Nggak apa-apa, Sher. Makasih udah jujur sama gue."
Kemudian Herdian Yoga Sanjaya meninggalkan Sherina Lavanya seorang diri di kafe universitas yang mulai sepi. Yoga memang tidak cuma mengundang Sherin karena ia ingin mengutarakan perasaannya, tapi dia juga menraktir cewek itu makan. Setidaknya salah satu tujuannya terlaksana dengan lancar, makan bersama Sherin, walau tujuannya yang kedua tidak tercapai.
Nggak apa-apa, Yo. Lo udah berani jujur sama dia, dia juga berani jujur sama lo, begitu pikir Yoga.
Cowok itu pun kemudian berlalu di antara kerumunan mahasiswa yang mulai meramaikan kantin pada jam makan siang itu.
•••
"Jadi, ditolak?" tanya Dirga sambil melepaskan baju taekwondonya, memasukkannya ke dalan loker dan menggantinya dengan kemeja merah maroonnya.
Yoga mengangguk dengan wajah muram. "Udah ketebak ya?" tanya cowok yang tengah duduk dengan baju taekwondonya yang masih lengkap.
Selesai latihan taekwondo, Yoga langsung menceritakan semuanya pada Dirga. Mereka memang lebih sering bersama karena mengikuti BEM dan UKM yang sama, jadi Yoga bercerita lebih dulu pada Dirga.
"Ya udah sih, lo cari cewek lagi aja. Biasanya juga nggak pernah galau kan? Kok sekarang kusut gitu."
Yoga menghela napas. "Dir, kan gue udah pernah bilang ke lo semua, kalo kali ini itu gue serius sama Sherin, beda sama cewek-cewek yang sebelumnya."
Setelah mengancingkan seluruh kancing kemejanya, Dirga duduk di samping Yoga lalu menepuk bahu cowok itu.
"Yo, lo tuh aneh kalau galau karena cewek kayak gini. Pemandangan langka, karena biasanya lo yang bikin galau cewek. Anggap aja kali ini lo dapet karma karena udah nyakitin hati banyak cewek," ujar Dirga yang terdengar seperti bercanda, tetapi wajahnya tampak sangat serius.
Yoga berdecak kesal mendengar ucapan Dirga. "Gue tuh nggak pernah ya nyakitin hati cewek, merekanya aja yang terlalu sayang sama gue."
Dirga kini hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Yoga. Sahabatnya yang satu ini ternyata benar-benar seorang playboy, ia bahkan sangat percaya diri menilai cewek-cewek yang sudah ia pacari. Sementara Dirga yang sudah bertahun-tahun tidak pacaran itu tentu tidak terlalu paham soal cewek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chemistry [On Hold]
RomanceChemistry (noun). 1. ilmu kimia, 2. keserasian dan saling memahami antara dua orang. Kita harus tertarik untuk bisa terikat dan menciptakan suatu ikatan. Itulah "Chemistry", baik dalam sainsnya, atau dalam asmaranya. Dirga, Wasa, Evan dan Yoga sedan...