Menjelang sore hari, kia memutuskan untuk masuk kedalam rumah, saat melewati area dapur bi inah mengatakan padanya bahwa tadi bram mencarinya. Akhirnya ia memutuskan untuk menyusul suminya yang ternyata masuk ke dalam kamar.
"Kakak nyariin aku ? Ada sesuatu yang mau dibahas ?" Tanya kia kepada Bram yang sekarang berdiri membelakanginya tepat di depan jendela kamar.
"Saya belum siap menjadi seorang ayah" ucap bram dingin tanpa berbalik arah ke belakang tepatnya kearah dimana sekarang istrinya sedang berdiri kaku setelah mendengar apa yang dikatakannya.
Deg
"Lalu ?" Tanya kia lirih
"Terserah kau ingin mengugurkannya dengan cara seperti apa !" Jawab bram. Kalimat yang diucapkan bram begitu melukai egonya sebagai seorang ibu, tak kuasa menahan air matanya, ia lebih memilih untuk keluar dari kamar. Tak kuasa menahan tubuhnya akhirnya ia meluruh di lantai bersamaan dengan air matanya yang mengalir deras.
Ia menangis tersedu-sedu tanpa berani untuk sedikitpun mengeluarkan suara. Ia tahu bayi ini ada karena ketidaksengajaan, tapi bukan berarti ia berhak untuk menghilangkannya dari bumi ini, ia bukan Tuhan.
Malam ini ia lebih memilih kamar tamu sebagai tempat mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
Pagi harinya ia keluar dari kamar tamu dengan pakaian yang sudah rapi namun matanya terlihat sedikit sembab. Berjalan gontai menuju dapur, tak sengaja matanya berpapasan dengan mata suaminya yang kini tengah menikmati sarapan paginya.
"Eh nyonya, mau bikin susu ya ?" Tanya bi inah sopan yang dibalas anggukan dn senyuman tipis oleh kia.
"Bibik bikinin saja ya" tanya bi Inah lagi dan hanya dibalas anggukan oleh kia, sembari menunggu bi inah kia memutuskan untuk duduk di meja makan yang tempatnya bersebelahan dengan suaminya.
Sembari mengucapkan terimakasih dan menerima uluran segelas susu hamil yang dibuatkan bi inah, kia memutuskan untuk meminumnya ditaman belakang. Semua pergerakan kia tak pernah luput dari pandangan bram, terutama mata sembab kia, bram sangat tahu bahwa istrinya itu menangis semalaman dikamar tamu, ingin sekali ia memenangkannya namun egonya mengatakan sebaliknya.
Sekembalinya kia dari taman belakang, ia masih melihat suaminya yang sekarang sedang duduk bdi sofa ruang keluarga, beberapa kali memanggil bi inah tapi tidak mendapatkan jawaban, akhirnya ia menemukan notes dikulkas yang mengatakan bahwa bi inah sedang pergi berbelanja, berarti sekarang dirunah hanya ada dia dan bram saja karena sudah pasti bi inah pergi dengan supir.
Akhirnya ia memutuskan untuk pergi keluar, namun ternyata pintu yang ada didepannya terkunci, setahunya dirumah ini ada kunci cadangan jadi ia memutuskan untuk mencarinya namun sebelum melangkahkan kaki untuk mencari kunci terdengar sebuah suara yang menghentikan pergerakannya.
"Mau kemana kau ?"
"Bukan urusan kakak!" Jawab kia acuh kepada suaminya.
"Urusanmu berarti urusan saya juga !"
"Kenapa memang, hm ? Ingin memastikan aku datang ke klinik aborsi ?" Tanya kia sarkastik. Mendengar ucapan kia yang sarkastik akhirnya bram bangun dari duduknya dan berdiri tepat dihadapan tubuh istrinya dengan sorot mata yang menajam.
"Kenapa ?" Lanjut kia dengan nada yang lirih bahkan air matanya luruh tanpa diminta. Bram hanya mampu diam melihat apa yang sekarang dilakukan oleh istrinya.
"Kakak tahu ? Awalnya aku adalah orang yang sangat bersyukur bisa terikat suatu hubungan dengan kakak, tapi aku salah. Sekarang aku adalah orang yang paling menyesal karena pernah mencintai kakak, aku menyesal karena pernah mengenal kakak, aku menyesal karen pernah mengagumi kakak, aku menyesal hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks akuuu menyesal hiks hiks hikss. " bersamaan dengan itu tubuh kia meluruh ke lantai, kedua tangannya sekarang menutupi seluruh wajah cantiknya yang kini telah basah karena air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Keano
RomanceHyyy! This is my first story... Dua manusia yang mempunyai kehidupan masing-masing tiba-tiba terikat oleh sebuah ikatan suci pernikahan..... Menghadirkan malaikat kecil yang awalnya tak pernah diharapkan, lika-liku rumahtangga yang tak pernah padam...