Tiga orang gadis berjalan dikoridor sekolah dengan angkuh. Mereka selalu membuat orang-orang yang melihat mereka muak karena perlakuan mereka yang semaunya saja.
Aliciana. dia cantik, pantas disebut primadona sekolah. tapi gelar itu tidak dia dapatkan karena perlakuannya yang jauh dari kata baik.
Aliciana yang kerap dipanggil cia selalu memakai bando pink diatas kepalanya, bando itu tidak terlalu mencolok. Bahkan Aliciana terlihat cantik dan imut menggunakan bando itu, kemanapun dia tidak pernah melupakan bando kesayangan itu. Karena itu pemberian pertama dari Alzero. Cinta pertamanya.
Saat itu dia berulang tahun yang ke 17 tahun, Alzero sebenarnya terpaksa membelikan Aliciana kado karena paksaan orang tuanya. Mengingat kedua orang tua Alzero Sangat menyukai Aliciana.
Sebenarnya Aliciana dan Alzero sudah berteman sejak kecil, tapi hanya Aliciana yang menganggap Alzero teman, sedangkan Alzero dari dulu sangat tidak suka dengan Aliciana karena sifatnya yang semena-mena, keras kepala dan yang paling membuat Alzero tidak suka Aliciana suka menghamburkan uang untuk hal yang tidak perlu, Aliciana tau itu. Tapi dia tidak peduli, hanya itu cara yang bisa dia lakukan untuk menemukan kesenangannya. Toh juga uang orang tuanya sendiri, apa peduli pemuda itu?
Siren, dia sudah berteman dengan Aliciana sejak smp. Sikapnya sangat dewasa, lembut, namun juga kadang arogan. Tapi, dia juga memiliki sikap egois yang Aliciana sendiri menyadari meski tidak pernah dia perlihatkan.
Lilia, dia berteman dengan Aliciana dan Siren sejak baru masuk sekolah menengah atas, saat itu Lilia tidak memiliki teman satu pun, bahkan dia sering diolok-olok karena otaknya yang polos dan lemot. Entah kenapa Aliciana dan Siren waktu itu tertarik untuk mengajaknya berteman. Hingga sampai sekarang mereka selalu akur, tidak pernah bertengkar kecuali pertengkaran absurd yang sama sekali tidak berfaedah.
Brukhh
"Sial!"
"Lah ko jatoh?"
"Cih, mulai lagi."
Ketiga gadis arogan itu menunduk menatap seorang gadis yang tersungkur dihadapan mereka. Jelas-jelas mereka tidak berbuat apa-apa tapi gadis itu dengan sengaja menabrakkan tubuhnya ketubuh Aliciana. Aliciana sedikit terhuyung tapi tidak sampai jatuh.
"Hiks... sakit..."
Aliciana menatap sekitar, dari kejauhan seorang lelaki menatap tajam kearahnya. Aliciana tersenyum sinis. Dia tau sekarang masalahnya.
Semua orang dikoridor menatap Aliciana dan dua temannya tajam. Tapi mereka tidak berani menolong karena takut akan mendapat masalah, mengingat ayah Aliciana adalah seorang donatur terbesar disekolah itu.
Aliciana melangkah satu langkah kehadapan gadis itu dengan tangan yang diletakkan dibawah dada. Aliciana tersenyum miring, dia sangat membeci gadis dihadapannya ini. Dia yang merebut segalanya, merebut miliknya. Tapi dia juga yang merasa paling teraniaya.
Aliciana berjongkok menatap remeh gadis itu yang terduduk dengan memegangi kakinya. Air mata gadis itu menggenang dibalik kaca matanya.
"Puas dramanya?"Aliciana mengamati wajah gadis itu. Meskipun menangis tapi tatapannya kepada Aliciana sangatlah tajam.
Gadis itu hanya diam dengan terus terisak. Muak? Tentu saja Aliciana muak dengan drama yang dibuat gadis ini, tapi tak urung dia juga menikmati perannya sebagai antagonis yang selalu menindas kekasih Alzero meskipun sebenarnya bukan dia yang memulai.
"Yang mana yang sakit? Ini?"
"Aakhh."
Gadis itu meringis histeris saat Aliciana mencengkeram kaki gadis itu dengan menusukkan kuku panjang nya ke betis gadis itu.
"Melda, Melda" Aliciana tersenyum mengejek menatap Melda. "Lo tau? Cara lo itu sampah!"
Aliciana berdecak kesal karena Melda yang semakin terisak hebat. Dada Aliciana bergemuruh melihat sifat Melda yang seperti sangat haus perhatian.
Plakk
"Ini yang lo mau!" Tukas Aliciana tajam, Melda kembali menangis dengan memegangi pipinya yang memanas.
Saat Aliciana kembali ingin memukul Melda tangannya lebih dulu ditarik oleh seseorang hingga berdiri
Plakk
Wajah Aliciana berpaling ke kiri karena tamparan kuat dari orang yang sangat dia cintai. Aliciana mendongakkan wajahnya menatap pria itu, terlihat Alzero yang menatap tajam kearahnya dengan nafas memburu.
"Heh, cupu jangan senyam-senyum lo, seneng liat Cia ditampar?"ucap Lilia saat melihat seringai dari wajah Melda.
Semua orang menatap kearah Melda, tapi yang mereka lihat hanya isakan memilukan. Bukan senyuman yang Lilia maksud.
"Berapa kali gue bilang! Berhenti gangguin cewek gue!"Aliciana mengerjap sesaat. Bentakan, makian, pukulan sudah biasa Aliciana terima dari Alzero, meskipun ada sedikit sesak tapi dia tidak peduli. Bagaimana pun caranya Alzero harus menjadi miliknya.
Aliciana menatap Alzero remeh."Selera lo terlalu rendah. Bukan cuma fisiknya aja yang minus tapi otaknya juga... Ohh iya, sifatnya jauh lebih minus."
"Lo ngomongin diri sendiri?"ucap Alzero mengejek.
Aliciana hanya menaikkan bahunya acuh, dia mendekat, meletakkan tangannya didada bidang Alzero. Aliciana mendongak karena Alzero lebih tinggi darinya.
Tatapan mata mereka bertemu, Aliciana sangat menginginkan tatapan cinta dari Alzero, tapi itu tidak pernah dia dapatkan. Apa suatu hari dia bisa melihat tatapan penuh cinta darinya? Entahlah Aliciana tidak yakin.
Alzero menegang. Tubuhnya kaku karena sentuhan lembut dan tatapan penuh harap Aliciana, kenapa ada yang mengganjal dihati Alzero. Aneh rasanya saat melihat tatapan itu.
"Hiks..."
Alzero tersadar saat mendengar isakan kekasihnya, dia langsung mendorong Aliciana dan membuat sang empu terjatuh membentur lantai. Aliciana meringis kecil tatapannya beralih menatap Alzero yang mendekati Melda.
Aliciana tersenyum miris. Tapi tentu senyum itu tidak akan ada yang mengetahuinya. Aliciana berdiri sambil mengumpat tertahan, dia menatap sinis kedua sejoli itu dan berlalu meninggalkan mereka.
"Tunggu deh ren."Siren yang hendak mengikuti langkah Aliciana terhenti karena cekalan tangan nya. Siren menaikan sebelah alisnya seakan berkata 'apa?'
"Tolong jelasin sama gue. Sebenarnya tadi ada masalah apa sih?"tanya Lilia dengan tampang polosnya.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Is Broken
RomanceDisebuah rumah megah nan besar bak istana ada seorang putri yang menginginkan kebahagiaan. Namun, apa yang dia inginkan tidak pernah dia dapatkan. Kedua orangtuanya membencinya, rumah pertama yang dia harapkan malah menghancurkan mentalnya. Istana i...