"Jadi... yah, begitu."
Zayn terdiam. Mulutnya terlalu kelu untuk diajak kerjasama saat ini. Terlalu banyak kata-kata yang ingin dia katakan melayang-layang di otaknya hingga dia tidak bisa menentukan kata mana yang layak untuk dia katakan. Dan saat ini Zayn memikirkan banyaknya kata 'kata' di kalimat terakhir yang muncul di otaknya. Gadis di hadapannya terduduk dengan canggung sambil beberapakali berpura-pura membenarkan rambutnya yang Ia catok lurus hari ini. Zayn yang semalam sudah kesenangan karena diminta datang hari ini oleh Leah merasa dijatuhkan begitu saja olehnya. Dengan canggung Zayn meraih cup berisi ice coffee miliknya. Bahkan ice coffee pun tidak bisa meredakan tenggorokannya yang terasa terbakar saat ini. Ia kembali meletakan kopinya di atas meja sementara Leah di hadapannya menunggu Zayn mengatakan sesuatu.
"Apa maksudmu?" tanya Zayn hati-hati, berharap dia ditulikan oleh Tuhan untuk sesaat karena dia yakin seratus persen tidak mau mendengar jawaban dari Leah. Leah tersenyum tipis.
"Aku rasa ini semuanya sudah jelas, Z. Bagian mana yang tidak kau mengerti?"
Bagian dimana kau tiba-tiba memutuskanku seperti ini.
"Jangan seperti ini. Kau tidak perlu pura-pura tidak mengerti semuanya. Aku ingin kita putus dan kurasa ini sudah cukup jelas."
"Tidak, Leah." sela Zayn buru-buru, membuat Leah berhenti bicara. "Maksudku, kenapa?"
"Butuh waktu semalaman bagiku untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Tapi, sungguhan, aku benar-benar tidak bisa memikirkan alasan yang tepat untuk semua ini. Maksudku, aku sendiri tahu aku mencintaimu dan kau sangat mencintaiku. Tapi entah kenapa untuk saat ini... aku merasa itu saja tidak cukup."
Tidak cukup, katanya. Wah, semua yang sudah Zayn berikan untuk satu-satunya gadis yang Ia cintai setahun terakhir ini dianggap tidak cukup. Maksudku, lihat apa saja yang sudah Zayn lakukan untuk gadisnya? Zayn tidak akan melakukan semua hal itu jika bukan untuk Leah.
"Apa yang kurang dariku? Kau ingin aku bagaimana, Leah? Aku akan-"
"Bukan begitu. Kau sudah melakukan banyak hal untukku. Bahkan akupun tahu kau rela melakukan segalanya hanya untukku. Namun, itulah masalahnya... Zayn, aku merasa tidak pernah melakukan apa-apa untukmu." Leah berkata lirih.
"Itu tidak benar." kata Zayn. "Kau sudah melakukan banyak hal untukku, kau merubahku-"
"Aku tidak merubahmu." potong Leah. "Dan aku tidak bisa."
Zayn terdiam.
"Kau tidak perlu melakukan apa-apa untukku." giliran Zayn yang bersuara lirih. Jika itu memang poin permasalahan disini, bahwa, Leah memutuskannya hanya karena merasa tidak pernah melakukan apa-apa untuknya, Zayn tidak peduli akan hal itu. Dia sama sekali tidak keberatan jika Leah tidak pernah melakukan apapun untuknya, meskipun Ia tahu bahwa itu dusta yang besar. "Aku tidak keberatan jika kau menyakitiku sekalipun, tapi tolong jangan seperti ini."
"Berhenti membuatku ingin kembali lagi padamu." Leah membuang muka.
"Kembali lagi? Leah, kau milikku sampai saat ini."
Leah tersenyum tipis, meskipun sorotan matanya menjelaskan semuanya bahwa usaha Zayn meyakinkan Leah untuk tetap bersamanya sudah gagal. Leah membenarkan beberapa helai rambutnya dan mengaitkannya di belakang telinga. Dia berdiri, bersiap-siap untuk pergi sementara Zayn hanya bisa bertahan dengan posisi duduknya sambil menatap Leah. Dengan suara di dalam otaknya yang berbunyi jangan pergi jangan pergi jangan pergi jangan. Leah terdiam sebentar dan mulutnya bergerak seolah bicara namun dia tidak mengeluarkan suara apapun. Dan dari apa yang ditangkap oleh Zayn, Leah baru saja mengucapkan kata sorry dan setelah itu berbalik dan menjauh. Beberapa langkah, dan Leah langsung berbalik dan kembali menatap Zayn. Suara di dalam otak Zayn kembali bicara wah, mantra 'jangan pergi' ku berhasil.
"Zayn." Panggil Leah. "Berhentilah merokok."
Dan setelah itu Leah pun benar-benar pergi.
***
enjooooooyyy x
p.s. karena baru nulis lagi, jadi sedikit kaku. sorry guys
KAMU SEDANG MEMBACA
Mandala
Fanfiction❝You are like a limb, or an organ, or blood. I cannot function without you.❞ - Silver Ainsley © 2015 by ayundaanggun All Rights Reserved