Eunwoo duduk di student lounge sambil membaca buku tentang hukum Korea. Namun, ada percakapan antara mahasiswa tahun kedua yang mengganggunya.
"Cantik sekali. Sayang dia sudah punya pacar." Salah satu sunbae berbicara.
Ada satu mahasiswa yang bergabung."Kalian membicarakan Lisa? Dari Sastra Inggris?"
Mulut Eunwoo mendesah. Dia lelah mendengar orang-orang ini menjadikan saudarinya sebagai topik pembicaraan. Namun, karena sejauh ini mereka tidak mengatakan sesuatu yang buruk, dia tidak punya alasan untuk menyela. Terlebih, yang berbicara adalah kakak tingkat.
"Ya. Tapi, sepertinya dia sekarang terlihat berbeda dari saat pertama masuk," timpal seseorang.
Yang lain memukul lutut sendiri dan menyahut, "Aku tahu! Dia sekarang terlihat lebih sederhana. Tidak lagi pakai riasan dan baju-bajunya lebih polos. Tetap cantik, sih. Beruntung sekali pacarnya."
Ada seorang gadis yang menimbrung dan perkataannya membuat Eunwoo menutup buku yang dibaca. "Tapi pernah kulihat pacarnya meneriaki dia. Dan itu terjadi di pinggir jalan saat banyak yang melihat."
Eunwoo bangun dan mendekati gadis yang kini tersipu. Gadis itu terpukau melihat wajah tampan Eunwoo dari dekat. "Kapan kau melihat itu?"
"Minggu lalu mungkin?" Gadis itu pipinya bersemu sebab dipandangi lekat-lekat oleh Eunwoo.
"Kau yakin itu Lisa?"
"Eung. Aku yakin sekali, aku tidak mungkin salah mengenali gadis seperti Lisa. Kau kenal dengannya?"
Di kampus, Lisa dan Eunwoo memang jarang sekali berinteraksi. Bukannya mereka menyembunyikan bahwa mereka bersaudara, tetapi memang dirasa keduanya tidak perlu untuk mengumumkan hal tersebut.
Eunwoo hanya mengangguk lalu meninggalkan ruang tempat mahasiswa bersantai tersebut sambil men-dial nomor telepon seseorang.
"Kenapa dengannya?" tanya salah satu sunbae. Yang lain mengedik lalu meneruskan obrolan mereka. Kali ini mereka mengeluhkan tugas yang diberikan oleh salah satu dosen.
"Kenapa lama mengangkat?!" seru Eunwoo ditelepon begitu panggilannya diterima.
"Jangan berteriak," gerutu Lisa yang jelas sekali kedengaran baru bangun dari tidurnya. Padahal sudah jam sepuluh pagi. Dia begadang semalaman menonton maraton drama yang berjumlah enam belas episode.
"Aku mendengar sesuatu yang menarik. Mau dengar?"
Lisa menguap. "Apa?"
"Aku dengar, pacarmu dari meneriakimu di pinggir jalan yang ramai. Ada yang ingin kausampaikan?" Eunwoo geram.
Lisa terdiam dan saat dia baru saja mau mengatakan sesuatu, ada panggilan lain yang masuk ke ponsel Eunwoo. Pemuda ini menghela napas panjang kala membaca nama Sia di layar. Dia menolak panggilan Sia—meski tahu gadis ini nanti akan dramatis—karena menganggap perbincangannya dengan Lisa lebih mendesak.
"Maaf, tadi ada panggilan masuk," kata Eunwoo. "Jadi ... apa yang kau katakan tadi?"
"Ada kesalah pahaman. Taeyong bukan meneriakiku, kami hanya ... berselisih pendapat. Itu bukan masalah besar. Kau mencemaskanku?"
Eunwoo berdecak. "Meski menyebalkan, kau tetap adikku—"
"Noona," sanggah Lisa.
"Tapi di antara kita berdua, kau lebih kekanakan," debat Eunwoo. "Jangan membantah! Aku akan buatkan ramyun nanti."
Lisa sangat suka ramyun yang dimasakkan oleh Eunwoo. Dia sering minta dibuatkan, tetapi pemuda itu yang jarang menuruti. Makanya, Eunwoo bukan main kaget saat Lisa menjawab. "Tidak perlu."
"Kenapa? Kau suka ramyun buatanku. Kau sedang jual mahal?"
Makin bingunglah pemuda itu saat Lisa menberi alasannya. "Aku sedang berusaha menurunkan berat badan."
"Mengapa kau harus menurunkan berat badan? Kau tidak gendut, lagipula sebanyak apapun kau makan, beratmu sulit bertambah."
Eunwoo mendengar Lisa berdecak di seberang telepon. "Aku hanya ... ingin lebih ramping. Sudahlah! Kau tidak akan mengerti! Kalau hanya ini yang mau kaubicarakan, kututup saja ya. Aku masih mengantuk. Baru jam enam tadi aku tidur," ujarnya.
"Tunggu!"
"Apa lagi?" desah Lisa.
"Taeyong memperlakukanmu dengan baik, kan? Dia tidak membentakmu atau—"
"Dia sangat baik kepadaku. Sudah, ya. Aku mau tidur lagi." Kemudian, tanpa memberi kesempatan Eunwoo menjawab, Lisa memutus panggilan telepon tersebut.
Masih merasa kesal akrena teleponnya diputus begitu saja, Eunwoo merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Dia menghela napas, mendadak merasa lelah.
"Tebak siapa!" Suara ceria itu makin membuatnya merasa enggan untuk berada di sini.
"Sia, lepaskan. Banyak yang melihat," katanya.
Sia melepas pelukannya dengan wajah merengut. "Kau benar-benar menyebalkan. Mengabaikan panggilan teleponku, sampai-sampai aku harus bertanya ke sana-kemari hanya untuk menemukanmu," gerutunya.
Eunwoo menggeleng kepalanya. Jika saja dia tidak ingat jasa Sia kepadanya di masa lalu, dia lebih suka untuk tidak bertemu dengan gadis ini. Selalu ada saja yang dituntut dari dirinya. "Ada urusan genting tadi," dustanya. "Yang penting, kan, sekarang kau sudah disini. Kau harus menunggu karena setelah ini aku ada kuliah."
"Ya sudah, aku ikut saja ke kelasmu," sahut Sia tanpa beban.
Ya Tuhan, beri aku kekuatan. Eunwoo benar-benar berharap hari ini cepat berakhir.
Hotel del Luna, 28 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwined / Chanyeol - Lisa Fanfiction
FanfictionNama sunbae yang tampan itu Chanyeol. Orangnya baik dan populer sehingga banyak gadis yang mengagumi. Namun, entah mengapa perhatiannya hanya tertuju kepada mahasiswi baru cantik bernama Lisa. Sayang sekali, Lisa sudah punya pacar. Pada akhirnya, h...