Cupuluh

181 33 5
                                    

Fando berjalan beriringan dengan Oca di koridor sekolah. Sepertinya belum terlihat siapa yang ingin membuka suara terlebih dahulu.

Pemuda itu melirik sekilas gadis di sampingnya. Setelah itu terkekeh dalam hati.

"Nilai prakarya lo juga turun."

Oca refleks menoleh dengan bola mata yang membelalak dan mulut menganga. Tapi beberapa detik kemudian ia mengubah ekspresinya menjadi menyipit penuh selidik.

"Gue tau lo lagi ramal gue kan? Ngaku aja nggak apa-apa kok." Balasnya sembari membenarkan dasi.

"Lebih tepatnya gue yang koreksi." Sahut Fando lalu memilih berjalan lebih dulu.

Oca mematung sejenak, kenapa? Kenapa dirinya bisa mendapat nilai turun sekaligus tiga mata pelajaran?

Menyadari Fando sudah berjalan jauh di depan sana dengan cepat ia memilih tancap gas mengejar pemuda itu.

"Peramal tungguin gue!" Teriaknya asal. Tak memperdulikan reaksi pemuda tersebut setelah ia panggil seperti itu.

Oca berhasil membuat pemuda itu berhenti. Sebab, dirinya menghalang jalan pemuda itu dengan dua tangan yang ia rentangkan.

"Ramal gue please. Ramal gimana nilai rapot gue nanti." Ucapnya cepat.

Wajah pemuda itu terlihat masam. "Gue bukan peramal."

"Fando, please ramal nilai rapot gue nanti gue traktir es serut." Mohonnya kembali.

"Enggak."

Gadis itu semakin memohon. "Apapun gue kasih, lo mau apa? Apa yang sekarang lagi lo butuhin? Tapi please ramal nilai semester gue."

Ia mengerutkan dahinya. "Udah hilang akal lo? Lo percaya sama ramalan-ramalan? Bukannya Tuhan lo nggak suka hambanya percaya dukun?"

Oca terlihat gelapan. Namun, masih sanggup menjawab, "Iya, tapikan nggak apa-apa buat kali ini aja."

"Sekali atau dua kali. Larangan Tuhan jangan dibantah."

Oca merasa tertohok. Benar yang diucap Fando. Tuhannya, tidak suka dengan hambanya yang percaya dengan dukun atau ramalan. Agamanya juga tidak mengajari hal itu. Apalagi rasi bintang.

Gadis itu menunduk malu kepada orang didepannya kini. Orang yang bernotaben berbeda kepercayaan dengan dirinya malah menyadarkan dirinya akan sesuatu yang tak disukai Tuhan.

"Gue cuma takut, nggak tau harus gimana lagi, Fan." Lirihnya.

Fando mengangkat bahu acuh. "Ya gue juga nggak urus. Toh gue bukan peramal."

Kilatan dan gemuruh bersuara dari arah langit menandakan akan segera turun hujan di daerah sini. Oca menganga mengetahui. Bukan karena mengetahui daerahnya akan terkena hujan tetapi mengenai ucapan Fando yang beberapa menit lalu kepada temannya. Bahwa adanya hujan akan turun sore ini ternyata benar.

"Lo bukan admin badan meteorologi klimatelogi dan geofisika 'kan?"

Fando bergeming. "Lo bukan pawang hujan 'kan, Fan? Omongan lo bener tentang hujan tadi."

"Bener-bener cenayang." Lanjutnya dengan gumaman.

Fando menyahut, "Kebetulan aja." Setelah itu masuk ke dalam ruangan osis mendahului Oca yang masih beridiri terheran di depan pintu.

***

"Sekolah kita dapat tiga undangan sekaligus, pada proovinsi, kota dan kabupaten. Kami memiliki kalian untuk mewakili sekolah ini." Semuanya mengangguk-angguk, mendengarkan penjelasan kepala sekolah.

72 Days Cenayang. (completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang