Pagi-pagi buta Oca sudah mulai beraksi. Ke sana kemari, ke gedung Ipa dan gedung Ips, memasuki kelas orang lain hanya untuk mengucapkan.
"Selamat pagi wankawan, don't skip breakfast ya!!"
"Selamat pagi untuk semua penghuni kelas ini! Loh belum pada dateng."
"Yang seragam batik good morning ya!"
"Selamat pagi Kak Satya! Yang bukan Kak Satya nggak selamat pagi."
"Ikan tenggiri giginya kuat, selamat pagi manusia kuat."
"SP untuk selamat pagi kepada kelas dengan murid setan semua."
Ucapan selamat pagi terakhirnya paling banyak disahuti. Bukan dengan sahutan selamat pagi kembali tetapi dengan seribu umpatan yang diberikan kepadanya.
Kelas terakhir tadilah musuh bebuyutan kelas Oca. Itu yang membuat Oca membedakan ucapan selamat pagi untuk mereka.
Gadis itu menuruni anak tangga dengan berlari membuat dirinya hampir terjatuh saat ada seseorang yang ingin menaiki tangga.
"Ngapain anak Ips ke kawasan anak Ipa?" Tanya yang lebih tua.
Lantas Oca menjawab enteng, "Mengucapkan selamat pagi kepada penduduk kampung durian runtuh."
"Balik lo, kawasan lo bukan di sini."
Oca merotasikan netra sembari mengancingkan kancing seragam paling atas, "Lo nggak kedinginan, Kak? Itu bajunya kebuka, kelihatan jurang mount everestnya."
"Nggak ada hal lain yang dibahas sama anak Ips selain hal mesum?"
Gadis itu terlihat sedang berpikir. "Ada Kak, ada geografi, sosiologi, sejarah, ekonomi."
"Minggir, gue mau lewat!" Bentakan ketus dari sang kakak kelas tak membuat Oca menciut.
Gadis itu malah mengikuti cara berjalan kakak kelasnya tadi. Dengan posisi bagian depan tubuh lebih sedikit dicondongkan ke depan.
"Dikira kayak model kali jalan begitu." Umpatnya. Setelah itu kembali berjalan menuju kelas untuk menaruh tasnya.
***
Jam pelajaran ke tiga hampir semua kelas mendapat jam kosong dikarenakan guru wali kelas rapat dengan kepala sekolah. Membuat semua siswa siswi berhaha hihi ria di dalam kelas maupun di luar kelas.
Oca kembali berjalan-jalan di daerah gedung Ipa. Sepanjang jalan ia ditatap dengan tatapan tidak suka dan sedikit aneh. Gadis itu tidak peduli jika seperti ini ia merasa menjadi Park Min Young.
Ia membuka salah satu pintu kelas unggulan yang rata-rata siswa siswinya di dalam kelas semua, sibuk dengan bukunya masing-masing. Padahal kelas itu pun juga memiliki jam kosong yang sama. Kepala gadis itu ia sembulkan sedikit di pintu.
"Permisi, ada yang namanya Arfando?"
Si pemilik nama hanya melihat sekilas tanpa ingin menghampiri. "Arfando ada yang cariin lo."
Semuanya tak menoleh sedikit pun kepada Oca. Kecuali si pemilik nama, mendengar namanya dipanggil ia pun menghampiri gadis itu dan mengajaknya untuk mengantarkan kepada orang yang mencari.
"Siapa yang cari gue?" Oca menahan tawanya.
"Yang cariin gue siapa?" Pemuda itu bertanya lagi dengan pandangan lurus ke depan.
Tawa Oca malah semakin jadi. Ia tertawa sembari memegangi perutnya. "Lo bukan orang penting, nggak usah ngaco dicariin orang haha."
Merasa ia dikerjai oleh Oca, Fando menghadap kepada gadis itu. Netranya menatap dingin. "Gue lagi males bercanda."

KAMU SEDANG MEMBACA
72 Days Cenayang. (completed) ✔
Teen FictionSetiap ucapan Arfando selalu ditepati, bukan maksud berjanji. Seperti layaknya cenayang, teman-temannya pun selalu enggan berbicara padanya sebab takut akan kalimat pemuda itu. Terkecuali Ocaysta yang malah meminta untuk di ramal bagaimana nilai rap...