12 + 12 = 24

123 22 1
                                    

"Oca, kamu jangan lupa bekalnya dimakan loh ya."

Oca yang baru saja keluar dari kamar mandi pun menjawab, "Iya, Bun."

"Nanti jadi jenguk kakek?" Sang anak mengangguk.

"Bilang ke kakek nenek, bunda kesananya cuma bisa di akhir pekan."

"Iya, Bunda."

"Kak Ca, kemarin kinderjuy Nopal ilang tiga," ujar Naufal sembari mengacungkan jari yang hanya terbangun dua.

Oca teringat kinderjuy adeknya telah ia ambil untuk diberikan kepada Sanca, kucing krempeng itu. Ia membungkukkan tubuh untuk mensejajarkan dengan Naufal. "Nanti minta beliin lagi aja sama Kak Calvin ya," ujarnya.

"Oke."

"Ocaysta! Ayo buruan nanti telat!" teriak Calvin dari luar rumah membuat sang bunda mendengus sebal. Sebab masih pagi hari sang sulung telah berteriak-teriak terlebih di dalam rumah.

Gadis itu bangkit berjalan menuju sang bunda dan mengambil tangan beliau untuk ia cium. "Pamit ya, Bun."

Bunda mengangguk sembari tersenyum melihat anak gadisnya berlari keluar rumah menghampiri anak sulungnya.

"Kak Calvin, ayo Kak."

Calvin melipat kedua lengannya di depan dada. "Setoran pasal dulu."

Hembusan napas kasar mengawali. "Pasal 27 ayat 1 berbunyi, Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya," ucapnya lantang.

"Pasal 27 ayat 2 berbunyi, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ia menjeda sejenak, "Pasal 27 ayat 3 berbunyi, Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."

Setelahnya, Oca menyatukan jari telunjuk dan jempol hingga berbentuk sebuah lingkaran. Menunggu Calvin memberikan helm untuknya. "Pegangan dulu, mau ngueeeng soalnya."

***

Calvin meminggirkan motornya, untuk sekadar menurunkan sang adik. "Belajar yang rajin, bayar SPP nggak murah," ucapnya.

Oca menyahut, "Tau. Nih, helmnya pulang sana bantu bunda antar Naufal sekolah."

Calvin mengeluarkan lidah berniat meledek sang adik. Lalu menutup kaca helm fullfacenya setelah itu melesat pergi tanpa berpamit.

Lain hal dengan gadis itu yang kini tengah mengumpat sebal, akibat dirinya tak sempat membalas ledekkan sang kakak.

"Oca?"

Merasa namanya dipanggil ja berbalik untuk mengetahui siapa orang yang baru saja menyapa.

"Cenayang."

Fando membuang napas jengah. "Udah berapa kali gue bilang. Gue nggak suka panggilan itu."

"Kan emang beneran, omongan lo semuanya kenyataan," sahut Oca tak mau kalah.

Pemuda itu melangkahkan kakinya lebih dulu yang kemudian diikuti oleh Oca. "Enggak."

"Iya! Coba deh ngomong apa aja."

"Apa aja," kata Fando dengan lemas.

"Enggak gitu, Fan. Kayak sesuatu peristiwa yang 'uwow' gitu buat di pagi hari ini aja." pintanya.

72 Days Cenayang. (completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang