Hari Minggu telah tiba. Hari dimana membuat Oca sangat malas untuk sekadar mandi. Sekarang saja ia sedang berguling-gulingan di kasur, sibuk dengan drama korea yang sedang ia tonton.
Ketukan pintu merusak aksi maratonnya. Oca berdecak sebal. Pasti saja, setiap ia sedang ingin maraton drama korea, ada saja manusia yang menganggu.
Ia beranjak dari kasurnya hendak membukakkan pintu. Dan tampaklah seorang anak lelaki yang sedang berdiri di depan pintu kamar. Ia memutar bola matanya malas.
"Ngapain sih?" Tanya Oca datar.
Anak lelaki itu berkacak pinggang sambil mendongak. "Nopal mau pinjam laptop!"
"Enggak-enggak, nggak ada." Sahut Oca asal.
"Please, kak Oca."
"Pinjem punya kak Calvin aja sana, Dek." Oca mulai frustasi. Anak lelaki itu ternyata adik kandungnya yang bernama Nauval. Nauval
masih duduk di bangku sekolah dasar, kelas 3 lebih tepatnya.Nauval menggeleng kuat sambil memanyunkan bibir. "Laptop kak Vinvin dipake buat ngerjain pr katanya."
"Kak Calvin pulang?" Anak berusia delapan tahun itu mengangguk.
"Oke. Kakak pinjemin tapi jangan di otak atik. Kalo mau mainan game main aja, jangan di kamar kakak. Dan jangan pernah lo sentuh vidio-vidio korea kakak. Understan?" Kata Oca. Yang dibalas dengan anggukan antusias oleh adiknya.
Gadis itu lalu berjalan cepat menuju kamar sang kakak. Tanpa mengetuk pintu, lebih parahnya ia langsung menjatuhkan dirinya asal di kasur sang kakak. Tidak peduli dengan omelannya nanti. Lagipula kakaknya kini sedang asik dengan buku dan laptopnya di meja belajar yang terletak membelakangi pintu masuk.
"Lo nggak baca tulisan di pintu?" Tanya sang kakak dengan suara seraknya tanpa menoleh kepada Oca.
Ia terbangun, lalu memposisikan dirinya duduk. "Tulisan apaan tuh?"
Oca yang penasaran akan tulisan itu pun berdiri lalu berjalan hendak melihat tulisan yang dimaksud
kakaknya. Sungguh sesal Oca setelah membaca tulisan itu, pasalnya tulisan itu bertuliskan 'Lowak wet kopi. Passwordnya?'. Oca menghampiri sang kakak tangannya sangat ingin memukul lelaki tersebut. Namun urung, sebab tujuannya kini ialah meminjam motor pemuda itu."Kak Calvin pinjem motor ya." Ucapnya meminta izin.
"Buat apaan sih, Ca?"
Oca berdecak. "Ya mau beli Bubble di perempatan."
"Nggak bisa."
"Please lah, Kak. Kakak pulang dua minggu sekali aku mau pinjem doang kak sebentar, jarang-jarang loh." Oca merengek kepada Calvin ─ sang kakak.
Memang fakta adanya. Calvin hanya dua minggu sekali pulang ke rumah karena sekolah, itu saja kalau tidak ada tugas penelitian. Resiko jika berkuliah di luar kota.
Akhirnya, tak sia-sia bagi Oca karena telah merengek sepuluh menit. Calvin melempar kunci motornya yang dengan cepat Oca ambil dengan senang hati. Sebelum dirinya hendak pergi, ia menyempatkan diri untuk mencium pipi sang kakak terlebih dahulu. Membuat empunya menggerutu sebal dengan tingkahnya.
***
Satu gelas es bubble dengan roti bakar saling melengkapi di atas salah satu meja di toko pinggir jalan. Oca menikamati es bubble-Nya yang lima menit lalu ia pesan. Sambil memainkan ponsel dengan khusuk. Es bubble salah satu minuman kesukaan dirinya setelah es tehjus dan air putih, bukan air bening.
Kegiatannya terganggu karena keberadaan dua orang remaja yang tepat duduk di depan mejanya kini sedang beradu mulut ─ bertengkar.
Sungguh hal yang membosankan. Pasti sebabnya tak jauh dari sang lelaki menduakan sang perempuan atau sang perempuan genit kepada beberapa lelaki.
Oca memutar bola matanya malas sembari memasangkan earphone. Tapi tanpa disengaja ekor matanya menangkap seorang pemuda yang sedang mengantri untuk memesan sesuatu. Oca tidak bisa mengenali lewat postur tubuhnya karena posisinya dia kini membelakangi gadis itu.
Tapi, ia merasa pernah melihat dia di sekolah. Ia terus menunggu pemuda itu membalikkan badan agar dirinya dapat melihat jelas wajah pemuda itu. Dan tidak menunggu waktu lama pemuda itu membalikkan tubuhnya, membuat Oca membeo di tempat.
Kan, kan tuhkan udah gue duga, Malaikat. Batinnya berucap.
Letak meja Oca yang satu arah dengan jalan keluar membuat pemuda itu harus berjalan mendekat. Matanya tak pernah berhenti menangkap suasana sekitar, terutama keberadaan Oca.
Ini mungkin terlihat berlebihan. Lelaki dengan tinggi tubuh di atas rata-rata, berambut hitam pekat dengan hoodie abu-abu bertuliskan 'Silent' dan kacamata yang sama sekali tidak mengurangi ketampanannya. Benar perasaan Oca tentang lelaki itu yang sudah tidak asing lagi. Pasalnya dia adalah murid kelas 11 Ipa 1.
Tim Bubadibako (5)
Oca : Mau nangis.
Chika : Hah!
Rahil : Eh gimana-gimana?
Oca : Mau nangis.
Oca : Ganteng banget beneran.Pandu : Nggak usah berlebihan, Ca. Jadi nggak enak saya nih.
Oca : Shut up adudu.
Rahil : Kenapa?
Oca : Kenapa sih cowok pake kacamata plus hoodie itu cakep?
Oca : Atau memang sudah kodratnya? Tolong pencerahannya ya.Dewa : Halah, kalo kakek-kakek yang pake nggak bakalkan lo bilang begitu?
Oca : Enggak kok, Dewa ganteng juga kalo begitu.
Dewa : Bangsat.
Oca : Anak 11 ipa 1 yang pake kacamata siapa namanya?
Oca : Yang tau tolong. Kirimin nomor wassafnya, alamat rumah, tanggal lahir, nama panjangnya, warga negaraannya, dan KUA mana yang masih buka?Chika : Lo mau sensus penduduk?
Pandu : Waw.
Pandu : Itu Fando yang suka ngeramal, Ca.Oca : Dahlan kali ah. Masa iya?
Pandu : Official.
Read.
Oca mengalihkan pandangannya keluar jendela. Menyari keberadaan pemuda itu. Namun hasilnya nihil. Oca berdecak lalu memilih bangkit untuk pergi dari tempat itu.
Saat ia hendak menyalakan motornya ada sebuah kertas tepat di atas Spedometer. Ia membaca sebentar tulisan yang ada di kertas itu lalu membuang asal. Dan mengendarai motornya keluar dari tempat parkir.
Setelah di perjalanan tiba-tiba motor Oca diberhentikan oleh Polisi, yang membuat gadis itu kalang kabut. Bagaimana tidak, sekarang motornya diberhentikan di tengah jalan dan yang paling parah ia tidak membawa surat-surat kendaraan. Panik, malu, tegang bercampur jadi satu. Polisi itu mengarahkan Oca agar menepikan motornya. Ia mengingat tulisan yang di kertas tadi.
'Cokelat di jalan dan motor di pinggir jalan.'
Sialan. Sepertinya gadis itu akan menangis beneran, sesuai ucapannya tadi.
-----
Ada yg pernah kena tilang?😶
Terimakasih Sudah Membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
72 Days Cenayang. (completed) ✔
JugendliteraturSetiap ucapan Arfando selalu ditepati, bukan maksud berjanji. Seperti layaknya cenayang, teman-temannya pun selalu enggan berbicara padanya sebab takut akan kalimat pemuda itu. Terkecuali Ocaysta yang malah meminta untuk di ramal bagaimana nilai rap...