Dwah dwah

132 24 12
                                    

Semua warga SMA Dions 12 saling bergotong royong untuk membersihkan daerah sekitar sekolahan. Setiap dua minggu sekali memang mereka semua harus mengikuti acara jumat bersih. Guru, kepala sekolah dan pedagang kantin semuanya ikut serta. Karena kebersihan adalah sebagian dari iman, semua orang, orang kaya maupun orang miskin semuanya harus menjaga kebersihan.

Murid-murid kelas telah diberi lapak untuk membersihkan tempat yang sudah diberi arahan.

Fando mendapat bagian memotong rumput di halaman sekolah. Ini sangat membosankan, Fando tak suka. Tapi percuma juga ia ingin menukar bagian dengan teman lainnya, mereka mana mau. Fando ajak bicara saja harus menatap dari atas sampai bawah pemuda itu dahulu.

"Kuc, dimakan kinderjuy-nya."

Fando mendengar samar suara itu. Ia menoleh, mengedarkan pandangannya ke seluruh halaman sekolah. Mencari-cari pemilik dari suara itu.

Netranya menangkap gadis berjaket peach duduk berdua dengan seekor kucing di bawah pohon sawo pojok sekolah. Sudut bibirnya terangkat sedikit melihatnya. Namun tak lama sekelompok siswa menghampiri gadis itu.

"Ca, ngapain di situ?" Pertanyaannya tak dijawab.

"Caca handika lari-lari pagi. Hei Oca selamat pagi," ujar salah satu dari mereka. Namun, tetap saja tak dapat celetukan darinya.

"Heh anjir masa kucing dikasih makan kinderjuy sih, Ca."

Pemuda bertopi sekolah terbalik memilih jongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Oca. "Ca? Nama kucingnya siapa?"

"Sanca," sahut datar dari Oca.

"Hah?"

"Masa kucing krempeng gini nggak ada maco-maconya dikasih nama Sanca sih, Ca. Pembodohan publik banget."

Pemuda itu masih berjongkok menatap gadis itu. "Ca, kalo ini Sanca, Dao Ming Shi nya kemana?"

Gadis itu masih diam, mengelus sayang puncak kepala —Sanca— teman kucingnya.

Pemuda berambut cepak menyahut, "Kemarin gue lihat si Sanca dikasih makan cokelat silper kiun, sekarang kinderjuy, gue gak tenang banget kalo besok dikasih makan bittersweet by Najwashihab."

"Bener bro, kemarin juga ditawarin buku sejarah," kata pemuda yang lain.

"Ca, keliling sekolah yuk? Kita gombalin anak-anak seger yuk." ajakan pemuda bertopi tadi tak diindahkan oleh gadis itu.

Pemuda berambut cepak ikut berjongkok. "Ca, lo nggak kesurupan penunggu pohon sawo 'kan?"

Lagi-lagi yang diberi pertanyaan tak menjawab. Gadis itu malah mengguman kecil sembari menulis sesuatu di tanah.

Ia berucap lirih, "Lima belas kuadrat tiga dikali dalam kurung empat puluh dua dibagi tiga tutup kurung dikurang enam sama dengan."

"Gambar denah lokasi hajatan kah?"

"Bukan bre, itu soal matematika," sahut pemuda yang matanya melihat jelas apa yang Oca tulis.

"Heh. Ca, nggak boleh tau gambar-gambar di tanah, pamali."

Oca memiringkan kepalanya sembari terus menunduk melihat tulisannya. "Sama dengan..."

"Dua puluh empat!" teriak salah satu pemuda.

Oca mendongak menatap remeh. "Bodoh, mana ada. Hasilnya ada koma tau!" ketusnya membuat mereka terdiam.

"Pergi! Gue mau belajar, jangan ganggu!"

Fando meninggalkan alat pemotong rumputnya. Ia harus mengusir para murid itu, karena mereka telah menggangu Oca. Ia melempar kerikil kepada salah satu dari mereka. Saat kerikil itu tepat mengenai bahu salah satu dari mereka, ia mengisyaratkan kepadanya untuk pergi meninggalkan sendirian Oca di sana.

72 Days Cenayang. (completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang