Kau duduk di balik meja kasir. Helaan napas keluar dari bibirmu begitu kau akhirnya selesai dengan shift kerjamu. Matamu sejenak melirik pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirimu dan mendapati waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.
Kau ingin segera pulang, tapi temanmu belum juga datang untuk pergantian shift kalian. Ruangan juga terasa sepi karena memang hanya ada kau di sana.
Karena merasa bosan, kau pun meraih ponselmu dan memainkan game yang ada di dalamnya. Tak butuh waktu lama untukmu terhanyut dalam permainan hingga tidak menyadari seseorang memasuki mini market dengan tergesa. Kau kira itu adalah temanmu yang baru saja datang, tapi ternyata kau salah. Karena begitu kau mendongak, iris [eye color] mu mendapati orang yang kau kenal.
Orang itu terlihat sama terkejutnya denganmu. Sejenak kepalanya kembali menoleh keluar sebelum mulai berjalan ke arahmu.
"Bisakah kau menolongku?" tanyanya cepat.
Kau segera berdiri dan mengangguk padanya, "T-tentu. Apa yang bisa kubantu?"
"Sembunyikan aku."
"Apa?"
"Sembunyikan aku, tolong. Di luar ada paparazzi yang sedang mengejarku."
Mendengar penjelasannya, kau menoleh ke luar jendela. Dan ternyata benar, di sana kau melihat dua orang pria tengah menoleh kesana kemari seperti tengah mencari seseorang.
Dengan segera, kau menyuruh orang di depanmu untuk bersembunyi di bawah meja kasir. Awalnya dia ragu, tapi kau terus meyakinkannya hingga akhirnya dia menurut dan bersembunyi di sana.
Begitu dia selesai bersembunyi, pintu mengayun terbuka, menampilkan dua orang pria yang tadi kau lihat mondar mandir di luar sana.
Kau menyambut mereka dengan sopan. Salah satu dari kedua orang itu berjalan ke arahmu, sementara yang satunya lagi terlihat memindai ruangan dengan tatapannya.
"Permisi, Nona. Apakah kau melihat orang yang mencurigakan di sekitar sini? Dia memakai topi hitam dan masker." tanyanya padamu.
Kau tersenyum, "Maaf, tapi aku tidak melihat siapapun masuk ke sini selain Anda berdua, Tuan."
"Kau yakin? Dia Kujou Tenn. Ada orang yang melihat dia masuk kesini."
"Tapi aku di sini sepanjang waktu, Tuan. Aku tidak melihat siapapun sebelum kalian berdua masuk kesini. Dan maaf, jika kalian tidak mempunyai urusan lagi di sini, silahkan keluar karena kami akan segera tutup."
Orang itu mendecih sebelum berjalan keluar bersama temannya. Setelah memastikan orang itu sudah pergi, kau segera memanggil Tenn untuk keluar dari persembunyiannya.
"Kukira mini market ini buka 24 jam." ucap Tenn begitu dia berdiri di depanmu. Maskernya sudah turun hingga kini berada di bawah dagunya.
"Memang. Dan aku kembali berbohong untuk menolongmu." ucapmu main-main.
"Maaf."
"Tidak apa-apa. Berbohong demi kebaikan ada bagusnya juga walaupun lebih bagus jika kita berkata jujur." Kau terkekeh di akhir kalimatmu.
"Kau benar. Maaf harus membuatmu berbohong dua kali untuk menolongku, tapi aku sangat berterima kasih padamu."
"Itu bukan apa-apa. Karena menolong orang itu adalah suatu keharusan." ucapmu dengan senyum. "Tapi maaf, jika aku boleh tau, kenapa kau berkeliaran di malam hari dan berakhir dikejar paparazzi seperti itu?"
"Tadinya aku ingin pergi menemui seseorang yang kini dirawat di rumah sakit, tapi di tengah jalan aku baru sadar bahwa taksi yang aku tumpangi ternyata diikiti oleh mereka."
Kau mengangguk mengerti. Paparazzi memang mengerikan. Mereka lebih seperti penguntit daripada pemburu berita.
"Kau bekerja di sini?" tanya Tenn tiba-tiba.
"Iya. Sebenarnya shift-ku sudah selesai, tapi sampai sekarang temanku belum datang juga. Jadi aku belum bisa pulang." jawabmu setengah meringis.
Ketika Tenn hendak membuka suara, ponsel di saku mantelnya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Dan benar saja, nama manager-nya tertera di layar ponsel tersebut.
"Sepertinya aku harus segera pergi." ucapnya seraya menatapmu.
Kau tersenyum dan kembali mengangguk, "Baiklah. Hati-hati di jalan."
Tenn terlihat hendak mengatakan sesuatu, namun keraguan tampak jelas di wajahnya.
"Bisakah kau memberiku nomor ponselmu? Aku ingin mentraktir mu makan kapan-kapan sebagai tanda terimakasih karena kau telah menolongku." ucapnya ragu. Ada rona tipis di wajahnya yang tanpa cela.
Kau tertawa kecil sebelum kembali menganggukkan kepalamu untuk kesekian kalinya.
Pertemuan kalian pun akhirnya berakhir dengan saling bertukar nomor telepon satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRABBLE | Kujo Tenn [✓]
Fiksi PenggemarIsinya halu doang Bagi yang bukan bucinnya si sayTenn-nirrojim jangan baca, nanti bisa gila