Part 4

33 5 0
                                    

"Pertemuan yang tak terduga 2"

"Jika teman datang hanya saat ia butuh, maka bersyukurlah. Karena kau adalah cahaya dalam kegelapannya"

"ini pak, makasih ya." Ujarku setelah memberikan helm beserta ongkos jasanya. Pagi-pagi aku tiba di sekolah karena mau ngambil ijazah hasil perjuanganku tiga tahun sekolah disini, namun tak lantas masuk karena mau menunggu Sinta disini, karena aku nggak mau sendiri kekantor. Aku berdiri di dekat gerbang, sepertinya tidak lama lagi dia datang.

Tuh kan, dari kejauhan aku melihat si sinta. Aku mah apal gaya-gaya dia. Tumben sekali hari ini dia nggak bawa motor, jadi nggak bisa nebeng pulang kan.

Brum brum.... jantungku mau copot rasanya, sepertinya Sinta diantar mas Gavin, iya itu benar mas Gavin. Aku bergegas bersembunyi di tiang gerbang, sebelum mereka melihatku. Ya Allah jangan biarkan mas Gavin melihatku, jantungku tak karuan rasanya.

Sepertinya mas Gavin tidak ke kantor hari ini. Terlihat dari pakaiannya yang santai, tidak seperti biasanya yang berjas dan berdasi, serta disempurnakan dengan sepatu yang licin saking licinnya nyamuk bisa tergelincir.

"Makasih ya mas." Sayup-sayup aku mendengar suara Sinta

"Hm... mas pergi ya." Dasar pelit ngomong, kayak suara situ mahal aja, dumelku dalam hati.

"Mass..." ujar Sinta sambil mengadahkan tangan, tanda minta uang. Dasar si sinta, semua orang diembat.

"Apa sih, tadi kan udah dikasih mama"

"Ya itukan uang mama, bedalah. Mas, akutuh ya mau jalan sama Felly hari ini. Mas jangan pelitlah sama adek. Masa uangnya dikasih semua sama si rambut pirang." Geram Sinta, aku tau sekali, dia tidak akan berhenti sebelum keinginannya tercapai. Tapi memang benar sih, sebagian besar penghasilan mas Gavin adalah untuk melayani kesenangan kak Nita. Boleh nggak sih aku suuzhon, mbak nita itu kayak memanfaatkan mas Gavin aja.

"Nih, buat kalian belanja berdua, ingat jangan kesorean pulangnya. Jangan karna mas kasih ATM nya kamu khilaf sampai lupa pulang." Aku akui kalau urusan harta mas Gavin tidak pernah perhitungan. Itulah sebabnya dia mudah dimanfaatin mbak Nita.

"Aaaaa makasih ya mas, ya ampun mas gue baik banget sih, minta uang aja dikasih ATM, apa lagi kalau minta cogan dikasih apa entar yak haha. Nggak papa kali adek sendiri yang khilaf, si pirang aja sering khilaf nggak ditegur tuh. Oh iya, apa nih pinnya.

"Kamu nggak boleh gitu. Ingat dia calon kakak ipar kamu. Pinnya tanggal lahir dia" Seketika hatiku berasa tercubit. Kapan sih mereka selesainya, aku capek nunduk terus.

"Enak aja, nggak iklas dunia akhirat dia jadi kakak iparku. Ntar aku ganti pinnya ya. Udah mas pulang sana"

"Terserah kamu. Kamu terima atau enggak juga nggak ngaruh" katanya sambil berlalu, menyisahkan kepedihan dihatiku.

Kulihat Sinta berlalu dihadapanku, sengaja aku tidak memanggilnya. Aku merasa malu kalau dia tau aku mengendap tadi.

Sesaat dia telah jauh, saat itulah buru-buru aku mengejarnya dengan alasan dari toilet.

"Fell, lihat nih. Silau nggak?" Feli menerbang-nerbangkan ATM tadi didepan wajahku.

"Enggak tuh, kan nggak ngeluarin cahaya"

Pertemuan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang